1. Pendapat yang tidak membolehkan
Pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika ditanya tentang hukum mengqadha shalat orang yang sudah meninggal
dunia:
Fadhilatusy Syaikh rahimahullah ditanya
: Apabila ada orang meninggal dunia sedangkan dia masih memiliki tanggungan
puasa dan shalat, siapakah orang yang meng-qadha’ puasa dan shalat dia ?
Syaikh menjawab : Jika ada orang yang meninggal
dunia, sedangkan dia masih memiliki tanggungan puasa maka walinya berpuasa
untuknya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
” Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan
dia masih memiliki tanggungan puasa, maka wali-nya berpuasa untuknya.”
Ulama’ berkata bahwa maksud wali disini adalah
orang yang mendapatkan warisan darinya. Misalnya, jika ada seseorang yang
berbuka pada puasa Ramadhan karena sedang safar atau sakit, lalu Allah
menyembuhkan penyakitnya, namun dia meninggal dunia dan belum sempat
meng-qadha’ puasa yang dia tinggalkan, maka wali-nya berpuasa untuknya. Yang
meng-qadha’ puasanya bisa anak laki-lakinya, bapaknya, ibunya, atau anak
perempuannya. Yang penting statusnya sebagai ahli waris dia (orang yang
meninggal dunia). Namun demikian, tidak mengapa jika ada orang di luar
ahli waris yang berpuasa baginya. Kemudian jika tidak didapati seorangpun yang
mengganti puasa dia, maka (ahli waris) dia hendaknya memberi makan setiap
harinya satu orang miskin sebanyak puasa yang dia tinggalkan
Sedangkan untuk masalah shalat, jika ada orang
yang meninggal dunia dan masih punya tanggungan shalat, maka tidak perlu
meng-qadha’ shalat dia. Karena perbuatan yang demikian ini tidak pernah
dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak benar
mengqiyaskan antara shalat dengan puasa karena Allah telah membedakan keduanya
dalam banyak permasalahan. Maka tatkala ada perbedaan diantara keduanya dalam
banyak permasalahan sehingga tidak mungkin mengqiyaskan salah satu dari
keduanya kepada yang lainnya.
Akan tetapi jika ada orang yang meninggal
dunia, dan dia masih memiliki tanggungan shalat yang belum dia qadha’ selama
dia masih hidup maka dia dido’akan supaya mendapatkan ampunan, rahmat dan maaf
dari Allah atas kekurangan dan kelalaian dia. Wallahul muwaffiq
(Majmuu’ Fataawa wa Rasaail Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, jilid 19, hal.395-396
2. Pendapat yang membolehkan
Sebagian
ulama membolehkan mengqadha shalat orang
yang sudah meninggal dunia berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Hadits Nabi SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori
مَا رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بنَ عُمَرَ
رَضِى الله عَنْهُمَا أَمَرَ امْرَأَةً جَعَلَتْ أُمُّهَا
عَلَى نَفْسِهَا صَلاَةً بِقُبَاءَ يَعْنِيْ ثُمَّ مَاتَتْ
فَقَالَ صَلِّيْ عَنْه
Artinya: Ibnu
Umar pernah memerintahkan seorang perempuan yang bernadzar untuk shalat di
Quba' kemudian meninggal (sebelum melaksanakan nadzar tersebut). Ibnu berkata:
Shalatlah untuknya.
b.
إعانة الطالبين الجزء 1 صحـ : 33 مكتبة دار الفكر
من مات وعليه صلاة فلا قضاء ولا فدية وفي قول كجمع مجتهدين أنها تقضى
عنه لخبر البخاري وغيره ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا وفعل به السبكي عن بعض أقاربه
ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي إن خلف تركة أن يصلى عنه كالصوم وفي وجه
عليه كثيرون من أصحابنا أنه يطعم عن كل صلاة مدا وقال المحب الطبري يصل للميت كل
عبادة تفعل واجبة أو مندوبة
Barangsiapa meninggal dunia dan padanya terdapat kewajiban shalat
maka tidak ada qadha dan bayar fidyah. Menurut segolongan para mujtahid
sesungguhnya shalatnya juga diqadhai berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan
lainnya karenanya segolongan imam cenderung memilih pendapat ini dan Imam Subky
juga mengerjakannya untuk sebagian kerabat-kerabat beliau. Ibn Burhan menuqil
dari qaul qadim wajib bagi wali bila mayit meninggalkan warisan untuk
menshalati ats namanya seperti halnya puasa, sebagian ulama pengikut syafi’i
memilih dengan mengganti setiap satu shalat satu mud. Syekh Muhib at-Thabry berkata “Akan sampai pada mayat setiap ibadah
yang dikerjakan baik berupa ibadah wajib ataupun sunah”.
c.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج الجزء 3 صحـ : 440 مكتبة
دار إحياء الترث العربي
وَلَوْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَلاَةٌ أَوِ اعْتِكَافٌ لَمْ يُفْعَلْ عَنْهُ وَلاَ فِدْيَةَ تُجْزِئُ عَنْهُ لِعَدَمِ وُرُودِ ذَلِكَ وَفِي اِلاعْتِكَافِ قَوْلٌ إنَّهُ يُفْعَلُ عَنْهُ كَالصَّوْمِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ وَفِي الصَّلاَةِ أَيْضًا قَوْلٌ إنَّهَا تُفْعَلُ عَنْهُ أَوْصَى بِهَا أَمْ لاَ حَكَاهُ الْعُبَادِيُّ عَنْ الشَّافِعِيِّ وَغَيْرِهِ عَنْ إِسْحَاقَ وَعَطَاءٍ لِخَبَرٍ فِيهِ لَكِنَّهُ مَعْلُولٌ بَلْ نَقَلَ ابْنُ بُرْهَانٍ عَنْ الْقَدِيمِ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْوَلِيَّ أَيْ إنْ خَلَفَ تِرْكَةً أَنْ يُصَلِّيَ عَنْهُ كَالصَّوْمِ وَوَجَّهَ عَلَيْهِ كَثِيرُونَ مِنْ أَصْحَابِنَا أَنَّهُ يُطْعِمُ عَنْ كُلِّ صَلاَةٍ مُدًّا وَاخْتَارَ جَمْعٌ مِنْ مُحَقِّقِي الْمُتَأَخِّرِينَ اْلأَوَّلَ وَفَعَلَ بِهِ السُّبْكِيُّ عَنْ بَعْضِ أَقَارِبِهِ وَبِمَا تَقَرَّرَ يُعْلَمُ أَنَّ نَقْلَ جَمْعٍ شَافِعِيَّةٍ وَغَيْرِهِمُ اْلإِجْمَاعَ عَلَى الْمَنْعِ الْمُرَادُ بِهِ إجْمَاعُ اْلأَكْثَرِ وَقَدْ تُفْعَلُ هِيَ وَاِلاعْتِكَافُ عَنْ مَيِّتٍ كَرَكْعَتَيِ الطَّوَافِ فَإِنَّهَا تُفْعَلُ عَنْهُ تَبَعًا لِلْحَجِّ وَكَمَا لَوْ نَذَرَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَائِمًا فَمَاتَ فَيَعْتَكِفُ الْوَلِيُّ أَوْ مَا دُونَهُ عَنْهُ صَائِمًا اهـ
d. فتاوى الأزهر الجزء 8 صحـ : 318 موقع وزارة الأوقاف المصرية
إِنَّ جُمْهُوْرَ الْعُلَمَاءِ عَلَى أَنَّ قَضَاءَ الصَّلاَةِ الْمَفْرُوْضَةِ عَنِ الْمَيِّتِ مَمْنُوْعٌ وَنَقَلَ ابْنُ بَطَّالِ اْلإِجْمَاعَ عَلَيْهِ وَلَكِنِ اْلإِجْمَاعُ غَيْرُ صَحِيْحٍ ِلأَنَّ هُنَاكَ مَنْ يَقُوْلُ بِجَوَازِ ذَلِكَ وَدَلِيْلُهُ: 1- مَا رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بنَ عُمَرَ رَضِىَ الله عَنْهُمَا أَمَرَ امْرَأَةً جَعَلَتْ أُمُّهَا عَلَى نَفْسِهَا صَلاَةً بِقُبَاءَ يَعْنِيْ ثُمَّ مَاتَتْ فَقَالَ صَلِّيْ عَنْهَا 2- مَا رَوَاهُ ابْنُ أَبِىْ شَيْبَةَ بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ لاِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِى اللّهُ عَنْهُمَا إِنَّ أُمَّهَا نَذَرَتْ مَشْيًا إِلَى مَسْجِدِ قُبَاءَ أَيْ لِلصَّلاَةِ فَأَفْتَى ابْنَتَهَا أَنْ تَمْشِىَ لَهَا وَأَخْرَجَهُ مَالِكٌ أَيْضًا فِى الْمُوَطَّأِ 3- أَنَّ بَعْضَ التَّابِعِيْنِ وَعُلَمَاءُ السَّلَفِ أَجَازَ
الصَّلاَةَ عَنِ الْمَيِّتِ
قِيَاسًا عَلَى الدُّعَاءِ وَالصَّدَقَةِ وَالْحَجِّ اهـ
Kesimpulan :
Ulama berbeda pendapat tentang hukum
mengqadha shalat orang yang sudah meninggal dunia. Sebagian Ulama menyatakan
tidak wajib diqadha, sebagian mewajibkan qadha dan sebagian memilih diganti
setiap satu sholat yang ditinggalkan dengan satu mud. Satu mud kira-kira sama
dengan 675 gram atau 0.688 liter atau kira-kira 0,5 kg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.