Rabu, 07 Januari 2015

HUKUM MEMBACA DO’A OLEH KHOTIB PADA KHUTBAH KEDUA SHALAT JUM’AT *



Ulama berbeda pendapat  tentang hukum membaca do’a oleh khotib pada khutbah kedua ketika khutbah Jum’at. Sebagian ulama berpendapat hukumnya wajib dibaca karena termasuk rukun khutbah, sebagian ulama berpendapat sunah, dan tidak wajib dibaca.

  1. Alasan yang berpendapat wajib

Adapun yang berpendapat bahwa membaca do’a oleh khotib pada khutbah kedua ketika khutbah Jum’at termasuk rukun yang wajib dibaca pada khutbah shalat Jum’at diantaranya adalah Imam Syafi’i dan Imam Malik sebagaimana dijelaskan di dalam Kitab Al-Mijanul Kubro oleh Abdul Wahhab Asysya’rani Juz 1 hal : 206. Penerbit Darul Hikmah Jakarta sebagai berikut :
  
Artinya : Dan dari yang demikian itu pendapat ImamSyafi’i dan Imam Malik di dalam dua riwayatnya yang paling sohih, bahwasanya khotib mesti mendatangkan di dalam khutbahnya dengan apa yang dinamakan khutbah menurut kebiasaan (adat) yaitu khutbah yang meliputi lima rukun khutbah. Yaitu 1. Membaca Hamdalah 2. Bershalawat kepada Rasulullah 3. Berwasiat Taqwa 4. Membaca beberapa ayat Al-Qur’an yang dipahami 5. Berdo’a untuk kaum muslimin dan muslimat.

Sayyid Albakri bin sayid Muhammad Syatho Dimyati di dalam Kitab I’anatutthalibin , Fasal Shalat Jum’at hal 66. Penerbit Daru Ihya Kutubil Arabiyah Indonesia menjelaskan sebagai nerikut :

Artinya : Syarat rukun khutbah yang kelima adalah khatib berdo’a ukhrawi untuk kaum mukminin. (Perkataan mushannif didalam kitab Fathul Mu’in, Syarat rukun khutbah yang kelima adalah berdo’a ukhrawi untuk kaum mukminin), maka  tidak cukup khatib hanya membaca  do’a duniawi sekalipun ia tidak hapal do’a ukhrawi.

Do’a sah sebagai rukun khutbah meskipun hanya membaca Rahimakumullah (semoga Allah merahmati kalian) atau Allahumma ajirna minan nar (Ya Allah selamatkan kami dari api neraka) jika dimaksudkan dengan kata “kami” disini adalah sekalian hadirin shalat Jum’at.  Menurut Ashabus Syafi’iyah sunah hukumnya mendo’akan para pemimpin dari kalangan sahabat nabi, begitu juga sunah mendo’akan kemaslahatan, kemenangan dan keadilan untuk para pemimpin dan angkatan bersenjata kaum muslimin.

Imam Abu Thalib dan Imam yahya juga berpandapat do’a pada khutbah shalat Jum’at termasuk rukun yang wajib dibaca berdasarkan kepada hadist
عن سمرة بن جندب أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - كان يستغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين المسلمات كل جمعة رواه البزار والطبراني في الكبير

Artinya : Dari Samurah bin Jundub, bahwasanya Rasulullah saw mendo’akan orang mukmin dan mukminat dan muslimin muslimat pada setiap hari Jum’at. Hadits riwayat Imam Bajjar dan Imam Thabrani di dalam kitab Al-Kabir.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bajjar dengan sanad layyin yang berarti dhaif. Kedhaifan hadits tersebut karena di dalam sanad yang diriwayatkan oleh Imam Bajjar terdapat Yusuf bin Kholid Al-Busti
yang oleh para ulama hadits dinyatakan sebagai rawi yang dhaif. Meskipun hadits tersebut dhaif tetapi menjadi dalil disyariatkanya membaca do’a pada khutbah kedua shalat Jum’at karena dikuatkan dengan amalan para salaf dan kholaf yang membaca do’a tersebut dalam khutbah jum’atnya. Yang dimaksud dengan salaf adalah para sahabat nabi dan kholaf adalah tabiin dan tabiit tabiin. (lihat di dalam Kitab I’anatutthalibin , Fasal Shalat Jum’at hal 67).  Imam Ahmad bin Hambal mengatakan : “hadis dhaif lebih aku sukai daripada pendapat pribadi seseorang”.

  1. Alasan yang berpendapat sunah dan tidak wajib dibaca.
Adapun yang berpendapat bahwa membaca do’a oleh khotib pada khutbah kedua ketika khutbah Jum’at adalah sunah dan tidak wajib sebagaimana disebutkan didalam Kitab Subulus Salam Imam Muhammad bin Ismail As-Shon’ani, Bab shalat Jum’at hal. : 57 Juz Penerbit Maktabah Dahlan Bandung Indonesia, sebagai berikut :

Dalam menetapkan rukun khutbah Ulama berbeda pendapat. Pendapat Imam Syafi’i dan Imam malik di dalam riwayatnya yang paling rajih bahwa khatib di dalam khutbahnya mesti melaksanakan 5 rukun yaitu ;

a.   Memuji kepada Allah (Dengan membaca kalimat ‘al-hamdulillah’ atau semisalnya, dalam setiap khutbah pertama dan kedua.
b.   Membaca shalawat untuk Nabi Muhammad saw dalam setiap khutbah,
c.   Berwasiat untuk melakukan ketakwaan dalam setiap khutbah (pesannya : “ittaqullah, atau athi’ullah, atau ushikum bitaqwallah, dan atau semisalnya”)
d.   Membaca satu atau sebagian ayat al-Qur`an.
e.   Doa untuk kebaikan dan ampunan bagi orang-orang beriman pada khutbah kedua.

Sedangkan Imam Hanafi dan Imam Maliki di dalam salah satu riwayatnya yang lain berpendapat bahwa rukun khutbah hanya satu hal, yaitu dzikir secara mutlak, baik panjang maupun pendek.
Menurut Mazhab hanafi ini bahkan bacaan tahmid, atau tasbih, atau tahlil saja sudah cukup untuk menggugurkan kewajiban khutbah.

Mazhab Hambali, memiliki  rukun khutbah yang sama dengan mazhab syafi’i, hanya tidak menyertakan rukun kelima, yakni : Doa untuk kebaikan dan ampunan bagi orang-orang beriman pada khutbah kedua

Kesimpulan :
  1. Masalah hukum membaca do’a oleh khotib pada khutbah kedua ketika khutbah Jum’at adalah masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) dikalangan para ulama yang seyogyanya tidak perlu diperdebatkan / diperselisihkan. Bagi khotib dipersilahkan untuk mengikuti pendapat imam mazhab yang diyakininya.
  2. Bagi pengikut Mazhab Imam Syafi’i, khotib harus membaca do’a untuk kaum mukminin dan mukminat pada khutbah kedua ketika khutbah Jum’at karena do’a pada khutbah shalat Jum’at termasuk rukun yang wajib dibaca . Do,a tersebut harus berisi permohonan ampunan dan kebaikan di akhirat (do’a ukhrawi) disamping  juga sebaiknya khotib membaca do’a untuk kemaslahatan kaum mukminin di dunia (do’a duniawi). Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 201:
      Artinya : Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan   Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka.

3. Redaksi do’a pada khutbah kedua shalat Jum’at tidak ditentukan secara pasti oleh nash maupun oleh perkataan para ulama, namun sebaiknya khotib selain membaca do’a untuk kemaslahatan kaum mukminin di Dunia juga membaca do’a ampunan untuk kaum mukminin di Akhirat dengan lafadz Allahummag fir lil mukminina wal mu’minat wal muslimina wal muslimat atau yang semisalnya karena berdasarkan hadits yang diterima dari Samurah bin Jundub yang diriwayatkan oleh Imam Bajjar seperti tersebut di atas. Wallahu a’lam bisshawab.

  * Penulis : Ma’arif Fuadi