Rabu, 12 Juni 2013

Pengertian, nama, dan manfaat ilmu tauhid


1.      pengertian tauhid menurut lughah dan istilah
Tauhid, secara bahasa berasal dari kata "wahhada - yuwahhidu" yang artinya menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa (menganggap sesuatu esa). التوحيد لغة جعل الشيئ واحد
Secara istilah syar'i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.
Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan rasul-Nya dengan dalil dalil yang pasti dan menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah dari sifat sifat yang sempurna dan mensucikan Allah dari tanda tanda kekurangan dan membenarkan semua rasul rasul Nya.
           Objek Pembahasan Ilmu Tauhid. Adapun hal yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dan dzat para rasul Nya   dilihat dari segi apa yang wajib (harus) untuk Allah dan Rasul Nya, apa yang mungkin dan apa yang Jaiz (bisa atau tidak bisa)
           PENDIRI ILMU TAUHID
Orang yang pertama tama mendirikan atau menyusun ilmu tauhid ialah Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur al-Maturidi dan pengikut pengikut mereka. Tentu kita jangan hanya mengetahui nama nama mereka sebagai pendiri pendiri ilmu Tauhid tapi sekurang kurangnya harus mengetahui siapa mereka itu? Di bawah ini terlampir ringkasan sejarah mereka: 
1- ABU AL-HASAN AL-ASY’ARI
Nama lengkapnya Abu Al-Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Bisyr Ishaq al-Asy’ari al-Yamani al-Bashri. Al-Asy’ari kabilah yang berasal dari Yaman, tapi beliau lahir dan besar di Bashrah – Iraq.
Abu al-Hasan Al-Asy’ari lahir di Basra tahun 260 H, namun sebagian besar hidupnya di Baghdad sampai beliau wafat tahun 324H. Beliau adalah seorang pemikir muslim pendiri paham Asy’ari. Sebelum mendirikan faham Asy’ari, beliau sempat berguru pada seorang Mu’tazilah terkenal, yaitu Abi Ali al-Jubba’i, namun pada tahun 299 H dia mengumumkan keluar dari faham Mu’tazilah, dan mendirikan faham baru yaitu faham atau thariqah Ahli Sunnah Wal Jamaah yang kemudian dikenal sebagai thariqah Asy’ariah. Banyak tokoh pemikir islam yang mendukung pemikiran-pemikiran beliau, salah satunya yang terkenal adalah Imam besar Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu Kalam, Tauhid dan Ushuludin.
Walaupun banyak juga ulama yang menentang pamikirannya, tetapi banyak masyarakat muslim yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang yang mengikuti dan mendukung pendapat dan faham beliau dinamakan pengikut “Asy’ariyyah”, bahkan tidak sedikit nama nama mereka dinisbatkan kepada nama imamnya (Al-Asy’ari). Diantaranya pengarang kitab ini ”Al’Aqaid Ad-Diniyyah”, Habib Abdurahman bin Saggaf Assagaf sangat menyenangi jika namanya dinisbatkan kepada nama Abu Hasan Al-Asy’ari 
Di Asia mayoritas penduduknya muslim banyak yang mengikuti faham imam Abu Hasan Al-Asy’ari, yang diserasikan dengan faham ilmu Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi terutama pelajaran yang menyangkut pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama “sifat 20″. Pelajaran ini banyak diajarkan di pesantren-pesantren di seluruh Indoneisa, dan di sekolah-sekolah formal pada umumnya seperti Jamiat Khair (dahulu) yang dipelopori oleh Habib Utsman bin Yahya dan Habib Ali Al-Habsyi.
2- ABU MANSHUR AL-MATURIDI
Abu Manshur Muhammad bin Muhammad al-Maturidi As-Samarqandi berasal diri daerah Maturid di Samarqand- Uzbekistan. Tidak diketahui dengan jelas tahun kelahiranya, tapi bisa dikatakan bahwa beliau lahir pada masa pemerintahan khalifah Al-Mutawakil Al-Abbasi, dan diperkirakan beliau lebih muda dari Abu al-Hasan Al-Asy’ari 20 tahunan  
Abu Manshur al-Maturidi sama dengan Abu al-Hasan Al-Asy’ari adalah pemikir muslim dan pendiri faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah dengan dalil dalil yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw dan juga bersendarkan kepada dalil Aqli. sehingga dia diberi julukan “Imam Al-Huda” atau “Imam al-Mutakalimin”. Abu Mansur al-Maturidi dan Abu al-Hasan merupakan tokoh tokoh pertama yang mendirikan faham Ahli Sunnah Wal Jama’ah terutama dalam ilmu yang bersangkutan dengan Aqidah dan mengenal Allah.
Pemikiran Abu Manshur berkisar sekitar ilmu Ta’wil al-Qur’an, Usul Fiqih, Ilmu Kalam, Tauhid dll. Setelah beliau menerapkan pemikirannya kepada masyarakat, beliau mulai mencatatnya dan meluncurlah setelah itu beberapa buku beliau terutama tentang ilmu Akidah diantara kitab kitab beliau yang terkenal adalah “at-Tauhid”, “Ar-Rad ‘Ala Al-Qaramithah”, “Bayan Wahmi al-Mu’tazilah” dan masih banyak lagi kitab kitab beliau yang bertujuan untuk mempertahankan akidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
Telah disebut dalam beberapa marja’ bahwa Abu Manshur Al-Maturidi wafat pada tahun 332H di Samarqand dan kuburannya sangat dikenal masyarakat setempat. Wallahu’alam
Pengertian Ilmu Tauhid
Husain Affandi al-Jasr mengatakan :
هو علم يبحث فيه عن إثباب العقائد الدينية المكتسب من أدلتها اليقينية.
“ Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan Akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan “.
Dengan redaksi yang berbeda dan sisi pandang yang lain, ibnu Khaldun mengatakan bahawa Ilmu Tauhid adalah :
“ Ilmu yang berisi alasan-alasan dari aqidah keimanan dengan dalil-dalil Aqliyah dan berisi pula alas an-alsan bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng Aqidah Salaf dan Ahli Sunnah “.
Disamping definisi-definisi di atas masih banyak definisi yang lain yang dikemukakan oleh para Ahli. Nampaknya, belum ada kesepakatan kata dintara mereka mengenai definisi ilmu tauhid ini. Meskipun demikian, apabila disimak apa yang tersurat dan tersirat dari definisi-definisi yang diberikan mereka, masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah, Rasul, atau Nabi, dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia yang sudah mati.
Para Ulama’ sependapat, mempelajari Tauhid hukumnya wajib bagi seorang Muslim, kewajiban itu bukan saja didasarkan pada alas an rasio bahwa Aqidah merupakan dasar pertama dan utama dalam islam, tetapi juga didasarkan pada dalil-dalil naqli, Al-Qur’an dan Hadist.
Sarjana barat menterjemahkan Ilmu Tauhid ke bahasa mereka dengan “Theologi Islam”. Secara etimologi “Theologi” itu terdiri dari dua kata yaitu “theos” berarti “Tuhan” dan “Legos” berarti ilmu. Dengan demikian dapat diartikan sebagai ILMU KETUHANAN. Sedangkan secara terminologi (istilah), theologi itu diartikan :
1. “The discipline which concert God or Devene Reality and Gods   Relation to the world”, maksudnya suatu pemikiran manusia secara sistematis yang berhubungan alam semesta.
2. “Sciense of religion, dealing therefore with God and Man in his relation to God”, maksudnya pengetahuan tantang agama yang karenanya membicarakan tentang Tuhan dan Manusia serta manusia dalam hubungannya dengan Tuhan.
3. “The sciense which treats of the facts and fenomena of religion and the relationship between God and Man”, maksudnya ilmu yang membahas fakta-fakta dan gejala agama dan hubungannya antara Tuhan dan Manusia.
Dari beberapa pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa theologi itu merupakan ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan hubungannya dengan manusia, baik berdasarkan kebenaran agama (wahyu) ataupun berdasarkan penyelidikan akal murni.
Inilah sebabnya theologi itu bukan hanya berupa uraian bersifat pikiran tentang agama semata (the intelectual expression of religion) tetapi dapat juga bercorak agama (reaviled theologi) or (filosophical theologi). Untuk itu siapa saja bisa menyelidiki sesuatu agama dengan semangat penyelidikan bebas tanpa harus dari orang-orang yang beragama tersebut atau mempunya hubungan dengan agama yang ditelitinya.

Nama lain dari Ilmu Tauhid
A.                Ilmu Kalam
          Disebut Ilmu Kalam karena :
1.      Pembicaraan pokok yang dipersoalkan pada permulaan Islam adalah firman (kalam) Allah yaitu Al-Quran, apakah ia makhluk diciptakan (non azali) atau tidak diciptakan (azali).
2.      Dasar pembicaraan Ilmu Kalam adalah dalil-dalil akal pikiran sehingga kelihatan mereka ahli bicara. Dalil naqli baru digunakan sesudah ditetapkan kebenaran persoalan dari segi akal pikiran.
3.      Pembuktian kepercayaan agama sangat mirip dengan falsafah logika, maka untuk membedakannya disebut dengan Ilmu Kalam.
B.     Usuhuluddin
Disebut Ilmu Ushuluddin (ilmu aqaid) karena pokok pembicaraannya adalah dasar-dasar kepercayaan agama yang menjadi pondasi agama Islam.
Ilmu Kalam menjadi ilmu yang berdiri sendiri, mulai masa pemerintahan Daulah Abbasyiah (Khalifah Al-Makmun) ketika Mazhab Mu’tazilah menjadi Mazhab negara. Mazhab ini telah mempelajari filsafat dan memadukan metodanya dengan metoda Ilmu Kalam. Sebelumnya ilmu yang membicarakan kepercayaan masih disebut dengan “al-fiqhu fi ad-din”, sebagai imbangan ilmu fiqh yang dinamakan dengan “al-fiqhu al-ilmi”. Imam Hanafi sendiri menamakan bukunya tentang kepercayaan itu dengan “al-fiqhu al-akbar”.
Pemakaian theologi Islam untuk Ilmu Kalam masih dapat dibenarkan karena pengertiannya tidak berbeda, sebab Ilmu Kalam membicarakan Wujud Tuhan, Sifat-Sifat Wajib, Sifat Jaiz (boleh) dan Sifat Mustahil pada Tuhan. Membicarakan Wujud Rasul, dengan Sifat-Sifatnya baik Wajib, Jaiz dan Mustahil pada mereka.
Juga dibicarakan tujuan ke-utus-an mereka, pertanggungan jawab manusia di akhirat, balasan dan siksaan, semua itu bisa dicapai dengan dalil pikiran yang yakin dan intuitif. Di samping itu juga Ilmu Kalam memberi alasan akan kebenaran kepercayaan tersebut serta membantah orang yang mengingkarinya dan yang menyeleweng daripadanya.
Jadi pengertian Theologi Islam dan Ilmu Kalam memiliki kesesuaian makna. Adanya kepercayaan kepada Tuhan dan segala sesuatu yang bertalian dengannya, hubungan Tuhan dengan alam semesta dan manusia, disamping kepercayaan kepada soal-soal gaib lainnya yang kadang-kadang akal manusia itu tidak mampu lagi menjangkaunya.
C. Aqidah
Secara bahasa:
Diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ikatan. Secara istilah syar’i : Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
3. manfaat mempelajari ilmu tauhid
Manfaat, Tujuan, dan Sumber ilmu Tauhid
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh Seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam hal pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari.
Maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui bertauhid saja tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat :
1.      Sebagai sumber dan motifator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2.      Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
3.      Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4.   Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.

     Dari empat poin yang diatas dapat dipahami bahwa tauhid selain bermanfaat untuk hal-hal batin, juga bermanfaat untuk hal-hal lahir. Sehingga dari poin tersebut sangat jelas manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Sementara dalam sumber lain, ada yang menspesifikasikan fungsi atau manfaat ilmu tauhid bagi kehidupan manusia adalah sebagai pendoman hidup yang dengannya manusia bisa terbimbing ke jalan yang diridhai Allah, dan dengan tauhid manusia bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Allah SWT. Dengan tauhid manusia tidak hanya bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia lain manapun. Tidak ada manusia yang superior atau inferior terhadap manusia lainnya.
Suatu hal yang tidak bisa dilupakan adalah bahwa komitmen manusia-tauhid tidak saja terbatas pada hubungan vertikalnya dengan tuhan, melainkan juga mencakup hubungan Horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk, dan hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah. Sampai dengan misi ini tauhid dapat mewujudkan sesuatu bentuk kehidupan social yang adil dan etis. 6
Dalam kontek pengembangan umat, tauhid berfungsi antara lain mentranformasikan setiap individu yang meyakininya menjadi manusia yang memiliki sifat-sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian, akan muncul manusia-manusia tauhid yang memiliki cirri-ciri positif yaitu:
1.                  Memiliki komitmen utuh pada tuhannya.
2.                  Menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah.
3.                  Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap terhadap kualitas  kehidupannya, adat-istiadatnya, tradisi dan faham hidupnya.
4.                  Tujuan hidupnya jelas. Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah untuk Allah semata.
5.                  Meimiliki visi jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama manusia lain; suatu kehidupan yang harmunis antara manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungan hidupnya, dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, Nampak jelas bahwa tauhid memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Bila setiap individu memiliki kometmen tauhid yang kokoh dan utuh, maka akan menjadi suatu kekuatan yang besar untuk mambangaun dunia yang lebih adil

Karena ilmu tauhid merupakan hasil kajian para Ulama’ terhadap al-Qur’an dan Hadist, maka jelas, sumber ilmu tauhid adalah alQur’an dan Hadist. Namun dalam pengembangannya, kedua sumber di hidup suburkan oleh rasio dan dalil-dalil aqli.

Kamis, 06 Juni 2013

Tentang Uzair dan Almasih putera Maryam

Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 30-31
30. orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru Perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?
31. mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah[639] dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

[639] Maksudnya: mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.

  * تفسير روح المعاني/ الالوسي (ت 1270 هـ) مصنف و مدقق  At-Taubah ayat 30
{ وَقَالَتِ ٱلْيَهُودُ } استئناف سيق لتقرير ما مر من عدم إيمان أهل الكتابين بالله سبحانه وانتظامهم بذلك في المشركين، والقائل { عُزَيْرٌ ٱبْنُ ٱللَّهِ } متقدمو اليهود ونسبة الشيء القبيح إذا صدر من بعض القوم إلى الكل مما شاع، وسبب ذلك على ما أخرج ابن أبـي حاتم عن ابن عباس رضي الله تعالى عنهما أن عزيراً كان في أهل الكتاب وكانت التوراة عندهم يعملون بها ما شاء الله تعالى أن يعملوا ثم أضاعوها وعملوا بغير الحق وكان التابوت عندهم فلما رأى الله سبحانه وتعالى أنهم قد أضاعوا التوراة وعملوا بالأهواء رفع عنهم التابوت وأنساهم التوراة ونسخها من صدورهم فدعا عزير ربه عز وجل / وابتهل أن يرد إليه ما نسخ من صدره، فبينما هو يصلي مبتهلاً إلى الله عز وجل نزل نور من الله تعالى فدخل جوفه فعاد الذي كان ذهب من جوفه من التوراة فأذن في قومه فقال: يا قوم قد آتاني الله تعالى التوراة وردها إلي فطفق يعلمهم فمكثوا ما شاء الله تعالى أن يمكثوا وهو يعلمهم. ثم إن التابوت نزل عليهم بعد ذهابه منهم فعرضوا ما كان فيه على الذي كان عزير يعلمهم فوجدوه مثله فقالوا: والله ما أوتي عزير هذا إلا لأنه ابن الله سبحانه.

وقال الكلبـي في سبب ذلك: إن بختنصر غزا بيت المقدس وظهر على بني إسرائيل وقتل من قرأ التوراة وكان عزير إذ ذاك صغيراً فلم يقتله لصغره فلما رجع بنو إسرائيل إلى بيت المقدس وليس فيهم من يقرأ التوراة بعث الله تعالى عزيراً ليجدد لهم التوراة وليكون آية لهم بعد ما أماته الله تعالى مائة سنة فأتاه ملك بإناء فيه ماء فشرب منه فمثلت له التوراة في صدره فلما أتاهم قال: أنا عزير فكذبوه وقالوا: إن كنت كما تزعم فأمل علينا التوراة فكتبها لهم من صدره. فقال رجل منهم: إن أبـي حدثني عن جدي أنه وضعت التوراة في خابية ودفنت في كرم فانطلقوا معه حتى أخرجوها فعارضوها بما كتب لهم عزير فلم يجدوه غادر حرفاً فقالوا: إن الله تعالى لم يقذف التوراة في قلب عزير إلا لأنه ابنه تعالى الله عن ذلك علواً كبيراً. وروي غير ذلك ومرجع الروايات إلى أن السبب حفظه عليه السلام للتوراة، وقيل: قائل ذلك جماعة من يهود المدينة منهم سلام بن مشكم ونعمان بن أبـي أوفى وشاس بن قيس ومالك بن الصيف أخرج ابن أبـي حاتم وأبو الشيخ وابن مردويه عن ابن عباس رضي الله تعالى عنهما أنهم أتوا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا: كيف نتبعك وقد تركت قبلتنا وأنت لا تزعم أن عزيراً ابن الله؟.
وأخرج ابن المنذر عن ابن جريج أن قائل ذلك فنحاص بن عازوراء وهو على ما جاء في بعض الروايات القائل:
{ إِنَّ ٱللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاء }
[آل عمران: 181]. وبالجملة أن هذا القول كان شائعاً فيهم ولا عبرة بإنكارهم له أصلاً ولا بقول بعضهم: إن الواقع قولنا عزير أبان الله أي أوضح أحكامه وبين دينه أو نحو ذلك بعد أن أخبر الله سبحانه وتعالى بما أخبر.

وقرأ عاصم والكسائي ويعقوب وسهل { عزير } بالتنوين والباقون بتركه. أما التنوين فعلى أنه اسم عربـي مخبر عنه بابن. وقال أبو عبيدة: إنه أعجمي لكنه صرف لخفته بالتصغير كنوح ولوط وإلى هذا ذهب الصغاني. وهو مصغر عزار تصغير ترخيم، والقول بأنه أعجمي جاء على هيئة المصغر وليس به فيه نظر. وأما حذف التنوين فقيل لالتقاء الساكنين فإن نون التنوين ساكنة والباء في ابن ساكنة أيضاً فالتقى الساكنان فحذفت النون له كما يحذف حروف العلة لذلك، وهو مبني على تشبيه النون بحرف اللين وإلا فكان القياس تحريكها، وهو مبتدأ وابن خبره أيضاً ولذا رسم في جميع المصاحف بالألف؛ وقيل: لأنه ممنوع من الصرف للعلمية والعجمة، وقيل: ((لأن الابن وصف والخبر محذوف مثل معبودنا. وتعقب بأنه تمحل عنه مندوحة ورده الشيخ في «دلائل الإعجاز» بأن الاسم إذا وصف بصفة ثم أخبر عنه فمن كذبه انصرف تكذيبه إلى الخبر وصار ذلك الوصف مسلماً، فلو كان المقصود بالإنكار قولهم عزير ابن الله معبودنا لتوجه الإنكار إلى كونه معبوداً لهم وحصل تسليم كونه ابناً لله سبحانه وذلك كفر. واعترض عليه الإمام قائلاً: إن قوله يتوجه الإنكار إلى الخبر مسلم لكن قوله: يكون ذلك تسليماً للوصف ممنوع لأنه لا يلزم من كونه مكذباً لذلك الخبر كونه مصدقاً لذلك / الوصف إلا أن يقال: ذلك بالخبر يدل على أن ما سواه لا يكذبه وهو مبني على دليل الخطاب وهو ضعيف)). وأجاب بعضهم بأن الوصف للعلية فإنكار الحكم يتضمن إنكار علته. وفيه أن إنكار الحكم قد يحتمل أن يكون بواسطة عدم الإفضاء لا لأن الوصف كالأبنية مثلاً منتف. وفي «الإيضاح» أن القول بمعنى الوصف وأراد أنه لا يحتاج إلى تقدير الخبر كما أن أحداً إذا قال مقالة ينكر منها البعض فحكيت منها المنكر فقط، وهو كما في «الكشف» وجه حسن في رفع التمحل لكنه خلاف الظاهر كما يشهد له آخر الآية. وقال بعض المحققين: إنه يحتمل أن يكون { عُزَيْرٌ ٱبْنُ ٱللَّهِ } خبر مبتدأ محذوف أي صاحبنا عزير ابن الله مثلاً، والخبر إذا وصف توجه الإنكار إلى وصفه نحو هذا الرجل العاقل وهذا موافق للبلاغة وجار على وفق العربية من غير تكلف ولا غبار، ولم يظهر لي وجه تركه مع ظهوره، والظاهر أن التركيب خبر ولا حذف هناك، واختلف في عزير هل هو نبـي أم لا والأكثرون على الثاني. 
{ وَقَالَتِ ٱلنَّصَـٰرَى ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ ٱللَّهِ } هو أيضاً قول بعضهم، ولعلهم إنما قالوه لاستحالة أن يكون ولد من غير أب أو لأنهم رأوا من أفعاله ما رأوا. ويحتمل ـ وهو الظاهر عندي ـ أنهم وجدوا إطلاق الابن عليه عليه السلام وكذا إطلاق الأب على الله تعالى فيما عندهم من الإنجيل فقالوا ما قالوا وأخطأوا في فهم المراد من ذلك. وقد قدمنا من الكلام ما فيه كفاية في هذا المقام. ومن الغريب ـ ولا يكاد يصح ـ ما قيل: إن السبب في قولهم هذا أنهم كانوا على الدين الحق بعد رفع عيسى عليه السلام إحدى وثمانين سنة يصلون ويصومون ويوحدون حتى وقع بينهم وبين اليهود حرب وكان في اليهود رجل شجاع يقال له بولص قتل جماعة منهم ثم قال لليهود: إن كان الحق مع عيسى عليه السلام فقد كفرنا والنار مصيرنا ونحن مغبونون إن دخلنا النار ودخلوا الجنة وإني سأحتال عليهم وأضلهم حتى يدخلوا النار معنا ثم إنه عمد إلى فرس يقاتل عليه فعقره وأظهر الندامة والتوبة ووضع التراب على رأسه وأتى النصارى فقالوا له من أنت فقال: عدوكم بولص قد نوديت من السماء أنه ليست لك توبة حتى تتنصر وقد تبت وأتيتكم فأدخلوه الكنيسة ونصروه ودخل بيتاً فيها فلم يخرج منه سنة حتى تعلم الإنجيل ثم خرج وقال: قد نوديت إن الله تعالى قد قبل توبتك فصدقوه وأحبوه وعلا شأنه فيهم، ثم إنه عمد إلى ثلاثة رجال منهم نسطور ويعقوب وملكا فعلم نسطور أن الإله ثلاثة الله وعيسى ومريم تعالى الله عن ذلك، وعلم يعقوب أن عيسى ليس بإنسان ولكنه ابن الله سبحانه، وعلم ملكاً أن عيسى هو الله تعالى لم يزل ولا يزال فلما استمكن ذلك منهم دعا كل واحد منهم في الخلوة وقال له: أنت خالصتي فادع الناس إلى ما علمتك وأمره أن يذهب إلى ناحية من البلاد، ثم قال لهم: إني رأيت عيسى عليه السلام في المنام، وقد رضي عني وأنا ذابح نفسي تقرباً إليه ثم ذهب إلى المذبح فذبح نفسه، وتفرق أولئك الثلاثة فذهب واحد منهم إلى الروم وواحد إلى بيت المقدس والآخر إلى ناحية أخرى وأظهر كل مقالته ودعا الناس إليها فتبعه من تبعه وكان ما كان من الاختلال والضلال

Rabu, 05 Juni 2013

Iman kepada kitab-kitab Allah


Iman kepada kitab yang Allah yang di turunkan merupakan salah satu ushul (landasan) iman dan merupakan rukun iman yang ke-3. Iman yang dimaksud adalah pembenaran yang disertai keyakinan bahwa kitab-kitab Allah benar. Kitab-kitab tersebut merupakan kalam Allah ‘Azza wa jalla yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya kepada umat yang turun kepadanya kitab tersebut.
Diturunkanya kitab merupakan di antara bentuk kasih sayang Allah  kepada hambanya karena besarnya kebutuhan hamba terhadap kitab Allah. Akal manusia terbatas, tidak bisa meliputi rincian hal-hal yang dapat memberikan manfaat dan menimbulkan madharat bagi dirinya. Dan beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap orang-orang muslim.
Iman kepada kitab Allah harus mencakup empat perkara :
Pertama     :   Mengimani bahwa turunnya kitab-kitab Allah benar-benar dari sisi Allah Ta’ala.
Kedua        :   Mengimani nama-nama kitab yang kita ketahui namanya seeprti Al Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salaam, Injil yang diturunkan kepada Nabi  ‘Isa ‘alaihis salaam, dan Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salaam. Sedangkan yang tidak kita ketahui namanya, kita mengimaninya secara global
Ketiga        :   Membenarkan berita-beritanya yang benar, seperti berita mengenai Al Quran, dan berita- berita  lain yang tidak diganti atau diubah dari iktab-kitab terdahulu sebelum Al Quran.
Keempat   : Mengamalkan hukum-hukumnya yang tidak dihapus, serta ridho dan tunduk  menerimanya,  baik kita mengetahui hikmahnya maupun tidak.  (Syarh Ushuulil Iman)
PENGERTIAN IMAN KEPADA KITAB ALLAH SWT.
1. Pengertian kitab-kitab Allah SWT
Rukun iman yang ketiga adalah iman kepada kitab Allah SWT. Arti kata kitab adalah tulisan atau yang ditulis, berasal dari kata “kataba” yang berarti menulis. Dalam bahasa Indonesia kitab diartikan buku. Adapun yang dimaksud kitab di sini adalah kitab suci.
Ada dua jenis kitab suci:
a. Kitab suci samawi, yakni kitab suci yang bersumber dari wahyu Allah SWT. dan biasa disebut Kitabullah (Kitab Allah SWT.). Ada yang berwujud Kitab dan ada yang berwujud Shahifah atau Shuhuf
b. Kitab suci ardhi, yakni kitab suci yang tidak bersumber dari wahyu Allah SWT. melainkan bersumber dari hasil perenungan dan budi daya akal manusia sendiri.
Adapun pengertian Kitabullah adalah kalam atau firman Allah SWT.  yang diwahyukan melalui malaikat Jibril kepada Nabi dan Rasul-Nya yang mengandung perintah dan larangan sebagai pedoman hidup bagi ummat manusia.
2. Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah,
            Yang dimaksud dengan iman kepada kitab-kitab Allah SWT. yaitu meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT. telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada paraNabi dan Rasul yang berisi wahyu Allah SWT. berupa perintah dan larangan untuk disampaiakan kepada umat manusia agar diunakan sebagai pedoman hidup di dunia.
3.         Dalil naqli dan aqli terkait dengan iman  kepada kitab-kitab Allah SWT.
a.         Dalil Naqli       :
Al-Qur’an
Artinya:
“Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat”. (QS. Al-Baqarah:4).
Hadits Nabi SAW.:
Artinya:
“ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, (HR. Muslim). (dikutip dari himpunan hadits Arba’in karya Imam An-Nawawi)
b.         Dalil Aqli        :
Allah SWT Maha ‘Alimun (=Tahu) bahwa manusia adalah makhluk yang dha’if (=lemah). Sedangkan Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Rahman (=Pengasih) dan Maha Rahim (=Penyayang). Atas hal itulah Allah SWT berkehendak memberikan bimbingan kepada manusia agar tetap menjadi makhluk paling mulia di sisi-Nya dengan memberikan pedoman berupa kitab suci lengkap dengan uswah hasanah (contoh tauladan) yang berupa seorang Nabi dan Rasul.
4.         Nama-nama kitab Allah SWT. beserta para Nabi dan Rasul yang menerimanya:
         Kitab Taurat   
Ada yang menyebutnya Thoret atau Thora. Diturunkan kepada  Nabi Musa AS (=Moses) abad ke 15 SM untuk Bani Israil dan berbahasa Ibrani.
Kandungan kitab Taurat:
a.         Perintah mengesakan Allah SWT.
b.         Larangan membuat dan menyembah patung berhala.
c.         Larangan menyebut Nama Allah SWT. Dengan sia-sia.
d.         Perintah mensucikan hari Sabtu.
e.         Perintah menghormati ayah dan ibu.
f.          Larangan membunuh sesama manusia.
g.         Larangan berbuat zina.
h.         Larangan mencuri.
i.          Larangan menjadi saksi palsu.
j.          Larangan mengambil istri orang lain.
         Kitab Zabur    
Juga ada yang menyebut Mazmur maupun Paska. Diturunkan kepada  Nabi Dawud AS (=David) pada abad ke 10 SM untuk Bani Israil dan berbahasa Qibthi.
Kandungan kitab Zabur:
a.         Do’a
b.         Dzikir
c.         Nasihat
d.         Hikmah
e.         Menyeru kepada ketauhidan
f.   Tidak berisi syari’at.
         Kitab Injil       
Ada yang menamakan Bibel maupun Alkitab. Diturunkan kepada  Nabi Isa AS (=Yesus Kristus) pada awal abad ke 1 M untuk Bani Israil dan berbahasa Suryani.
Kandungan kitab Injil:
a.         Seruan tauhid kepada Allah SWT.
b.         Ajaran hidup zuhud dan menjauhi kerusakan terhadap dunia.
c.         Merevisi sebagian hukum Taurat yang sudah tidak sesuai.
d.         Berita tentang akan datangnya Nabi akhir zaman bernama Ahmad atau Muhammad.
         Al-Qur’an       
Nama lainnya adalah Adz-Dzikru, Al-Furqon, Al-Bayan, Al-Huda, dsb. Diturunkan kepada  Nabi Muhammad SAW (=Ahmad) pada abad 7 M mulai 6 Agustus 610 M untuk pedoman seluruh manusia dan berbahasa Arab.
Artinya:
“Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui”. (QS. Yusuf: 3)
Dan Rasulullah pula bersabda seperti apa yang di firmankan oleh Allah SWT.
  Artinya: “atas engkau membaca al-Quran adalah cahaya bagimu dibumi dan  simpananmu   dilangit.”(HR. Ibn Majah)
•           Menjadikan al-Quran sebagai sumber hukum dan pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak problem kehidupan yang tidak dapat diatasi oleh manusia.sepertinya:
- Berbagai macam jenis penyakit timbul tanpa diketahui cara pengobatannya,
- terjadinya bencana yang tidak disangka-sangka,
- terjadinya gejolak sosial,dsb.
Semuanya itu merupakan dampak sikap sikap manusia yang meninggalkan
al-Quran. Padahal Rasulullah saw. Telah berpesan dalam sabdanya yang berbunyi:

Artinya: “kutinggalkan untukmu dua perkara (pusaka), kalian tidak akan tersesat
selama berpegang kepada keduanya, yaitu (al-Quran) dan sunnnah rasulNya.”(al-Hakim)
5.         Shuhuf-shuhuf yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul.
Disamping menurunkan kitab suci, Allah SWT. juga telah menurunkan petunjuk-Nya dalam bentuk lembaran-lembaran yang disebut Shahifah atau Shuhuf.
            Artinya:
            “Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa”.   (QS. Al-A’la: 18-19)
            Shuhuf adalah wahyu yang diturunkan dari Allah SWT. kepada para utusan-Nya dalam bentuk lembaran (shahifah). Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Abu Dzar R.A., bahwa shuhuf itu hanya bersisi tentang AMTSAL (=perumpamaan).
            Diantara para Rasul yang telah menerima shuhuf dari Allah SWT. adalah:
            a. Nabi Adam AS.      :           10 shuhuf.
            b. Nabi Syits AS        :            50 shuhuf.
            c. Nabi Idris AS.         :           30 shuhuf.
            d. Nabi Musa AS.       :           10 shuhuf.
            e. Nabi Ibrahim AS.    :           10 shuhuf.
6.         Isi pokok dari kitab-kitab Allah
Pada dasarnya kitab-kitab suci memuat tentang beberapa hal, yakni:
a.         Hukum I’tiqodiyah; hukum tentang keyakinan, seperti iman kepada Allah SWT.,
Malaikat, Kitab, Rasul, Hari akhir dan Taqdir.
b.         Hukum Khuluqiyah; hukum tentang akhlaq, yakni kewajiban para mukallaf untuk memperhias diri dengan perilaku utama (akhlaqul karimah) dan menghindarkan diri dari perilaku tercela (akhlaqul madzmumah).
c.         Hukum ‘Amaliyah; hukum tentang amal perbuatan, yakni segala perkataan, perbuatan dan tindakan manusia.
7.         Fungsi kitab suci bagi kehidupan sehari-hari:
a.         Menenteramkan hati.
b.         Mempertebal keyakinan.
c.         Menambah ilmu pengetehuan.
d.         Mengetahui riwayat (sejarah) umat masa lampau.
e.         Memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
f.          Menanamkan sikap toleransi terhadap pemeluk agama lain.
8.         Faedah Iman Kepada Kitab Allah
Iman kepada kitab-kitab Allah akan membuahkan faedah yang agung, di antaranya :
Pertama :    Mengetahui perhatian Allah terhadap para hambanya dengan  menurunkan kitab kepada setiap kaum sebagai petunjuk bagi mereka.
   Kedua   :     Mengetahui hikmah Allah Ta’ala mengenai syariat-syariat- Nya, di mana Allah telah   menurunkan syariat untuk setiap kaum yang sesuai dengan kondisi mereka, sebagaimana yang   Allah firmankan.
Ketiga: Mensyukuri nikmat Allah berupa diturunkanya kitab-kitab(sebagai                         pedoman dan petunjuk)
9.         Fungsi beriman kepada kitab-kitab Allah SWT diantaranya, yaitu :
1.         Mempertebal keimanan kepada Allah SWT. Karena banyak hal-hal kehidupan manusia yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan dan akal manusia, maka kitab-kitab Allah manusia menjawab permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan manusia, baik yang tampak maupun yang gaib.
2.         Memperkuat keyakinan seseorang terhadap tugas Nabi Muhammad saw. Karena dengan meyakini kitab-kitab Allah, maka akan percaya terhadap kebenaran Al-Qur’an dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
3.         Menambah ilmu pengetahuan. Karena dalam kitab-kitab Allah, disamping berisi tentang perintah dan larangan Allah, juga menjelaskan tentang pokok-pokok ilmu pengetahuan untuk mendorong manusia mengembangkan dan memperluas wawasan sesuai dengan perkembangan zaman.
4.         Menanamkan sikap toleransi terhadap pengikut agama lain. Karena dengan beriman kepada kitab-kitab Allah, maka umat islam akan selalu menghormati dan menghargai orang lain.hal ini sesuai apa yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits.
 Sumber : Copy Faste dari tulisan di situs internet dengan alamat Tablodbloger.googlecode.com