Senin, 12 Juli 2021

PROTOKOL KESEHATAN DALAM PANDANGAN ISLAM

 

Sudah hampir 2 tahun terjadi pandemi Covid-19  dan belum ada tanda-tanda kapan  akan berakhir, bahkan saat ini muncul varian baru dan jumlah orang yang terinfeksi bertambah setiap hari. Kita menyaksikan dengan mata kita sendiri rumah sakit – rumah sakit penuh bahkan ada yang tak sanggup lagi menerima pasien, banyak jenazah yang tertunda pemakamannya karena harus mengantri petugas yang akan mengurusnya dan ambulan yang akan membawanya. Bahkan tidak sedikit orang-orang yang kita cintai, mulai dari orang tua, sahabat, tetangga dan guru-guru kita meninggal dunia menjadi korban keganasan virus ini.

Di Jakarta angka kasus positif Covid-19 begitu tinggi, sehingga demi keselamatan bersama Jakarta ditetapkan sebagai daerah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk menekan angka penyebaran Covid-19 yang sudah hampir tidak terkendali. Oleh karena itu Kebijakan pemerintah ini harus didukung, ditaati dan dilaksanakan oleh kita semua.

Pembatasan Kegiatan Masyarakat pada saat pandemi ini, baik itu namanya PSBB, PPKM, PPKM bersekala Mikro atau PPKM Darurat substansinya adalah sama yaitu  membatasi mobilitas masyarakat agar  tidak terjadi kerumunan dan kontak fisik antara  satu dengan yang lainnya  yaitu dengan  tetap berada di rumah, beraktivitas di rumah, beribadah di rumah, bekerja dari rumah, dan jika harus keluar rumah untuk keperluan yang mendesak harus dengan protokol kesehatan yang ketat. ini bukan kebijakan konspirasi , bukan pula untuk menyerang dan melemahkan pihak-pihak tertentu tetapi kebijakan ini ditetapkan pemerintah tidak lain dan tidak bukan semata-mata demi menyelamatkan rakyat, supaya tidak terjadi penyebaran dan penularan virus Corona yang semakin parah.  PPKM inipun dilakukan bukan untuk terus menerus, tetapi hanya untuk waktu tertentu. Jika kita semua patuh, disiplin, sabar dan konsisten melaksanakan aturan PPKM ini insya Allah kita akan bisa memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dan kita akan kembali hidup normal.

Apa yang ditetapkan oleh protokol kesehatan sudah sesuai dengan ajara agama Islam :

1. Berdiam di rumah.

    Hal ini sesuai sabda nabi saw :


إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah,  maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).

2. Salat Jumat diganti dengan salat Zuhur (empat rakaat) di rumah masing-masing.

Hal ini didasarkan kepada keadaan masyaqqah sebagaimana disebutkan dalam nabi saw hadis

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ [رواه مسلم]

Dari ‘Abdullāh Ibn ‘Abbās (diriwayatkan) bahwa ia mengatakan kepada muazinnya di suatu hari yang penuh hujan: Jika engkau sudah mengumandangkan asyhadu an lā ilāha illallāh (aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), asyhadu anna muḥammadan rasūlullāh (aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah), maka jangan ucapkan hayya ‘alaṣ-ṣalāh (kemarilah untuk salat), namun ucapkan ṣallū fī buyūtikum (salatlah kalian di rumah masing-masing). Rawi melanjutkan: Seolah-olah orang-orang pada waktu itu mengingkari hal tersebut. Lalu Ibn ‘Abbās mengakatan: Apakah kalian merasa aneh dengan ini? Sesungguhnya hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (maksudnya Rasulullah saw). Sesungguhnya salat Jumat itu adalah hal yang wajib (‘azmah), namun aku tidak suka memberatkan kepada kalian sehingga kalian berjalan di jalan becek dan jalan licin [HR Muslim].

Dalam hadits ini suatu hal (masyaqqah) yang kecil, yaitu hujan yang tidak menimbulkan bahaya dan mudarat, hanya menyebabkan sedikit ketidaknyamanan, dapat menjadi alasan untuk tidak menghadiri salat Jumat, maka keadaan (masyaqqah) yang jauh lebih berat, seperti penyebaran Covid-19 seperti sekarang yang sangat berbahaya, tentu lebih dapat lagi untuk menjadi alasan tidak menghadiri salat Jumat. Sehingga shalat Jum’t diganti dengan shalat Dhuhur di rumah untuk menghindari bahaya tersebut.

Sesuai kaidah Fiqh

. إذَا تَعَذَّرَ الْأَصْلُ يُصَارُ إلَى الْبَدَلِ

Apabila yang pokok tidak dapat dilaksanakan, maka beralih kepada pengganti [Syarḥ Manẓūmat al-Qawāʻid al-Fiqhiyyah].

3. Merenggangkan shaf ketika shalat

Para ulama  menjelaskan bahwa merapatkan shaf  itu hukumnya sunnah. Jika shaff renggang maka shalatnya dihukumi sah tapi makruh. Namun dalam situasi mewabahnya virus corona seperti saat ini,  yang diperlukan social distancing atau menjaga jarak untuk menghindari tertular virus dari orang lain, maka hal ini sudah masuk kategori hajat atau bahkan darurat yang membolehkan perenggangan shaff dalam shalat berjamaah yang tidak berhukum makruh lagi.

- Nihayatul Muhtaj :

نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج ج ٢ ص ١٩٧

إنْ كَانَ تَأَخُّرُهُمْ عَنْ سَدِّ الْفُرْجَةِ لِعُذْرٍ كَوَقْتِ الْحَرِّ بِالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ لَمْ يُكْرَهْ لِعَدَمِ التَّقْصِيرِ،


Jika para jamaah tidak merapatkan barisan karena udzur seperti waktu udara
begitu panas di masjidil haram maka tidak makruh sebab tidak ada unsur taqshir (kesembronoan).

4. Tidak Melaksanakan kegiatan ibadah berjamaah di masjid

Jumhur ulama berpendapat bahwa shalat berjamaah hukumnya sunnah muakkadah. Adapun menjaga jiwa dari tertular virus yang mematikan hukumnya wajib.

درء المفاسد مقدم علي جلب المصالح

Artinya : Menolak sesuatu yang mendatangkan kerusakan didahulukan atas sesuatu yang mendatangkan manfa’at.

Di satu sisi shalat berjamah bermanfaat tapi pada sisi lain saat pandemi Corona terdapat mudharat yang sangat berbahaya karena terkait dengan persoalan hidup. Al syatibi dalam al maqashid al syari’ah (tujuan penetapan syari’ah) menyebutnya, pemeliharaan atas jiwa (المحافظة علي النفس). Sumber dari al qaidah al kulliyah ini adalah QS. al Baqarah: 195

وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

Terjemahnya
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Penutup
Pandemi Covid-19 adalah realitas global yang menerjang tatanan kehidupan umat manusia dari level internasional, hingga rumah tangga. Kemunculannya menyerang siapa saja yang dapat terjangkiti, tanpa memandang negara, agama, suku, ataupun strata sosial lainnya. Ia menjadi musuh bersama yang harus dilawan dengan cara, salah satunya, memutus mata rantai penyebarannya.
Oleh karena itu mari kita putus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan melaksanakan protokol kesehatan. Istirahat yang cukup, makan makanan yang bergiji, berolah raga, rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas.