Kamis, 30 Mei 2013

Pengertian Surga

Surga dalam bahasa Arab disebut jannah.  Jannah dalam bahasa Indonesia berarti taman yang di dalamnya terdapat pohon-pohon. Kata jannah diambil dari lafazd janna yang artinya menutupi. Sebabnya disebut demikian adalah karena pohon-pohon yang ada didalamnya sangat rindang dan rimbun daunnya sedang cabang-cabang dari pohon yang satu saling bertautan dengan cabang pohon yang lainnya, sehingga bagian atasnya merupakan naungan yang dapat dipergunakan untuk berteduh di bawahnya.
Adapun yang dimaksud dengan surga menurut pengertian agama Islam adalah suatu tempat kediaman yang disediakan oleh Allah swt untuk hamba-hambaNya yang bertaqwa kepadaNya sebagai balasan kepada mereka itu atas keimanannya yang benar dan amal perbuatannya yang shalih.
Dalam ajaran agama kristen surga dan neraka memiliki pengertian sebagai berikut. Surga disebut sebagai kehidupan kekal yang dijanjikan oleh Yesus kepada orang-orang yang percaya kepadaNya. Tidak ada lagi pemisahan antara Allah dan manusia . Dalam Alkitab disebutkan, orang-orang beriman akan dibangkitkan dengan tubuh yang baru dan dijanjikan hidup dalam kemuliaan, tanpa penyakit tanpa kematian dan tanpa air mata. Surga juga disebut kerajaan Allah.
Adapun konsep surga dan Neraka secara ekplisit tidak terdapat dalam keyakinan Agama Hindu. Umat Hindu pada umumnya jarang membicarakan surga dan neraka karena mereka lebih mempercayai Kharmaphala dan reinkarnasi atau kehidupan kembali setelah kematian. Menurut mereka secara harfiah surga berasal dari bahasa sansekerta. “Svar” berarti cahaya dan “ga” berarti pergi. Ktab suci Weda menyebutkan bahwa surga merupakan “dunia ketiga” yang dipenuhi cahaya. Dengan demikian svarga berarti perjalanan menuju cahaya. Oleh karena itu bagi sebagian umat Hindu meyakini bahwa surga bukanlah tempat setelah kematian, melainkan suatu kondisi atau suasana. Surga yang sesungguhnya adalah kewtika berada dalam kondisi senang atau bahagia, dan Neraka adalah apabila berada dalam kond isi sedih atau menderita.
Sedangkan menurut ajaran agama Budha surga dan Neraka dibagi berdasarkan karma yang ditanggung seseorang. Berdasarkan karma tersebut ajaran Bhuda mengenal Neraka yang dibagi menjadi 15 jenis.Tujuan akhir hidup manusia dalam ajaran Agama Bhuda bukanlah surga atau neraka melainkan untuk mencapai pencerahan sejati yang disebut kebuddhaan (anuttara samyak sambbodhi).
(Sumber penulisan diambil dari beberapa postingan di internet).

Penghuni Surga


Mengenai para penghuni surga di jelaskan di dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
Surat Albaqarah ayat 25

وَبَشِّرِ الَّذِين آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقاً قَالُواْ هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ وَأُتُواْ بِهِ مُتَشَابِهاً وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
[Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang beriman dan beramal sholeh, bahwa bagi mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Setiap kali mereka diberi rezeki dari buah-buahan di dalamnya, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu (di dunia)." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan baginya di dalamnya ada pasangan yang suci, serta mereka kekal di dalamnya.]
Bahwa yang dimaksud orang beriman di sini ialah orang beriman kepada al-Qur’an; dan orang beramal sholeh yang dimaksud ialah beramal sholeh menurut tuntunan al-Qur’an. “Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka (ada) pahala yang besar.” (17:9)
Ayat ini juga menjelaskan hakikat surga. Yakni bahwa surga sebetulnya adalah perwujudan nyata dari seluruh harapan-harapan manusia di dunia, yang karena satu dan lain hal banyak yang tidak terpenuhi. Coba simak penggalan ini: كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقاً قَالُواْ هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ (kullamā ruziquw minhā min tsamaratin rizqā qāluw hādzal-ladziy ruziqnā min qablu); artinya: Setiap kali mereka diberi rezeki dari buah-buahan di dalamnya (maksudnya di dalam surga itu), mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu (di dunia)." Ayat ini tidak bisa difahami bahwa kalau begitu surga bukanlah hal yang luar biasa karena toh apa yang ditawarkan di sana itu juga yang kita temukan di dunia. Melalui ayat ini, Allah hendak menyampaikan beberapa pesan. Pertama, yang disebut manusia bukan hanya saya, Anda, atau mereka. Yang disebut manusia ialah sejak manusia pertama hingga manusia terakhir kelak. Usia manusia mungkin puluhan ribu tahun, atau bahkan jutaan tahun; dan selama itu terjadi perubahan terus menerus mengikuti irama perkembangan budaya, peradaban, dan ilmu pengetahuan manusia. Artinya sangat banyak yang dirasakan manusia sekarang tidak dirasakan manusia sebelumnya; begitu juga sebaliknya. Kalau usia saya, Anda dan mereka, paling banter 60 atau 70 tahun saja, lalu berapa banyak yang bisa kita rasakan dibanding usia manusia yang rentangannya puluhan ribu tahun itu? “Allah bertanya (kepada mereka yang baru meninggal): ‘Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal (di bumi, rasanya cuma) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung’.” (23:112-113)

Kedua, sebagai manusia materi, dalam kurun waktu sekarang pun kita dibatasi oleh ruang dan waktu. Dari jutaan jenis buah, yang bisa kita konsumsi tiap kali makan paling satu atau dua buah. Sehingga dengan usia yang ada rasa-rasanya tidak mungkin mengkonsumsi semua jenis buah tersebut sebelum kita diusung ke kuburan. Itu baru jenis buah, belum yang lain. Itu juga dengan asumsi kita memiliki kemampuan finansial untuk membelinya. Lantas bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan finansial, atau sakit sehingga dilarang memakan jenis makanan tertentu, atau memiliki kemampuan finansial tetapi tetap tidak bisa mendatangkannya dari penjuru dunia yang jauh? “…Kami berfirman: ‘Turunlah kalian (ke dunia)! sebagian kalian (kelak) menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan’.” (2:36 dan 7:24)

Ketiga, dari sisi hakikat (ontologi), semua jenis buah yang kita makan tidak lebih dari variasi bentuk-bentuk penampakan dari materi yang disimbolkan dengan tanah. Karena setiap jenis buah merupakan hasil kombinasi dari berbagai unsur yang membentuk dunia materi; misalnya: tanah, air, matahari, udara, temperature, iklim, mikroba, dan berbagai lingkungan pendukung mikro dan makro lainnya. Sehingga bisa dikatakan, semua itu bukanlah buah yang sesungguhnya. Meminjam istilah Plato, semua itu hanyalah duplikat-duplikat belaka saja. Aslinya ada di alam sana. “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, (hanyalah) perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (57:20, lihat juga 3:185)
Kesimpulannya, manusia membutuhkan dunia yang lain, dunia hakikat, dunia yang sesungguhnya, yang bisa menjadi tempat untuk memenuhi harapan-harapannya yang tidak terpenuhi di dunia materi ini. “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan permainan. Dan sungguh akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui.” (29:64)
). وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ (wa lahum fiyhā azwājun muthahharah, dan bagi penghuni surga, di dalamnya, ada pasangan yang suci). Siapakah gerangan pasangan yang suci ini? Bagi mereka yang meninggal sebelum berpasangan atau yang pasangannya tidak seiman dengannya, tentu Allah akan menyiapkan pasangan-pasangan bagi mereka di surga. Tetapi bagi mereka yang tidak masuk dalam dua kategori tersebut, Allah mempertemukan kembali mereka di suatu jenis surga yang bernama Surga Adn. “(Yaitu) Surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari orangtua-orangtua mereka, pasangan-pasangannya dan anak-anak keturunannya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.” (13:23 dan 40:8)

4). وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (wa hum fiyhā khaliduwn, serta mereka kekal di dalamnya). Bagaimana mereka bisa kekal di dalamnya; bukankah yang kekal itu hanya Allah. Kekalnya Allah menggunakan kata baqā (kekal secara hakiki), sementara kekalnya manusia di dalam surga atau neraka menggunakan kata khaliduwn atau khuld (kekal secara majazi). Maksudnya, kekalnya Allah adalah kekal dalam artian sejati dan primer, karena Dia-lah yang Awal dan Dia pula yang Akhir (57:3). Sementara kekalnya manusia adalah sekunder, yakni sejauh Allah menghendaki kekekalannya. Jadi kekalnya Allah karena memang itu yang menjadi sifat dari Zat-Nya, sedangkan kekalnya manusia di akhirat semata karena Jalal dan Ikram-Nya. “Semua yang ada di dunia akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai Jalāl dan Ikrām.” (55:26-27) Firman-Nya lagi: “Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sungguh Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (16:96)

4). وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (wa hum fiyhā khaliduwn, serta mereka kekal di dalamnya). Bagaimana mereka bisa kekal di dalamnya; bukankah yang kekal itu hanya Allah. Kekalnya Allah menggunakan kata baqā (kekal secara hakiki), sementara kekalnya manusia di dalam surga atau neraka menggunakan kata khaliduwn atau khuld (kekal secara majazi). Maksudnya, kekalnya Allah adalah kekal dalam artian sejati dan primer, karena Dia-lah yang Awal dan Dia pula yang Akhir (57:3). Sementara kekalnya manusia adalah sekunder, yakni sejauh Allah menghendaki kekekalannya. Jadi kekalnya Allah karena memang itu yang menjadi sifat dari Zat-Nya, sedangkan kekalnya manusia di akhirat semata karena Jalal dan Ikram-Nya. “Semua yang ada di dunia akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai Jalāl dan Ikrām.” (55:26-27) Firman-Nya lagi: “Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sungguh Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (16:96)
Sura Albaqarah ayat 82
وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ أُولَـئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
[Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.]
1). Huruf و (wawu) di awal ayat yang berfungsi sebagai ‘athaf (penyambung) menunjukkan bahwa ayat ini adalah sambungan dari ayat sebelumnya. Kalau ayat sebelumnya menegaskan siapa saja yang pantas masuk ke dalam neraka, maka ayat ini mengungkapkan sebaliknya, yakni siapa saja yang layak masuk ke dalam surga. Dan kriteria masuk surga ternyata tidak banyak. Cuma dua macam: beriman dan beramal saleh. Untuk memahami makna keberimanan di sini, mari kita kembali ke ayat yang lalu tentang orang-orang yang akan menjadi penghuni neraka. Dikatakan, seseorang akan menjadi penghuni neraka manakala kesalahannya telah meliputi dirinya: وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيـئَتُهُ (wa ahāthat bihi khathĭy’atuhu, dan dia telah diliputi oleh kesalah-kesalahannya). SALAH itu adalah hasil penilaian; dan penilaian itu berangkat dari keyakinan. Kita mengatakan sesuatu itu SALAH apabila kita yakin bahwa sesutu itu TIDAK BENAR. Kita menilai sesuatu itu BENAR jikalau kita yakin bahwa sesuatu tersebut TIDAK SALAH. Artinya, disebut SALAH manakala di dalam dirinya tidak mengandung kebenaran; dan disebut BENAR manakala di dalam dirinya tidak lagi mengandung kesalahan. Maka, orang yang telah diliputi oleh kesalahan-kesalahannya pada dasarnya telah diliputi oleh hal-hal yang tidak BENAR, yang menyebabkan dirinya pantas menjadi penghuni neraka. Sebaliknya, orang yang beriman adalah orang yang diliputi oleh hal-hal yang BENAR, yang menyebabkan dirinya pantas menjadi penghuni surga. Bisa disimpulkan, neraka ialah tempatnya orang yang SALAH, sementara surga ialah tempatnya orang yang BENAR.
Perhatikan, betapa pentingnya yang namanya “keyakinan” dalam menentukan nilai BENAR dan SALAH. Pertanyaannya, di pondasi manakah berdirinya keyakinan itu, sehingga kita memiliki keyakinan bahwa yang ini SALAH dan yang itu BENAR? Atau lebih tepatnya, apa dasar keyakinan kita itu sehingga berani mengatakan ini SALAH dan itu BENAR? Jawabannya: hukum aqal (yang berlaku universal dan karenanya sama pada semua orang). Dengan demikian, iman dikatakan benar apabila berangkat dari keyakinan yang bisa dipertanggungjawabkan secara aqliyah (rasional). Bahkan kebenaran dalil-dalil naqli (nas-nas keagamaan) pun harus bisa diverifikasi oleh hukum aqli ini. Kalau ada dalil-dalil naqli yang tidak lolos verifikasi hukum aqli, itu pasti أَمَانِيَّ (amanĭy, angan-angan kosong) yang dibuat-buat oleh manusia biasa, yang cepat atau lambat pasti akan mengalami kadaluarsa dan dekadensi. Iman yang benar tidak mungkin bersandar pada أَمَانِيَّ (amanĭy, angan-angan kosong). Karena yang BENAR sandarannya Allah, yang SALAH sandarannya Thaghut. “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); (karena) sungguh telah jelas (bahwa) jalan yang benar (lebih baik) daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (penilaian yang SALAH) kepada cahaya (penilaian yang BENAR). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya (penilaian yang BENAR) kepada kegelapan (penilaian yang SALAH). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (2:256-257)
2). Kriteria kedua ialah “amal saleh”. Penempatan amal saleh selalu di belakang kata “iman” menunjukkan bahwa disebut amal saleh apabila amal tersebut refleksi dari iman yang benar. Jika imannya salah, yang muncul ke permukaan juga “amal salah”. Karen iman ialah motor penggerak perbuatan, tukang perintah pelaksanaan eksekusi, sehingga corak perbuatan sangat tergantung pada corak iman. “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya berfirman): ‘Peganglah kuat-kuat apa yang Kami berikan kepadamu dan simaklah!’ Mereka menjawab: ‘Kami mendengarkan tetapi (kami) tidak (akan) mentaati’. Dan telah diresapkan ke dalam qalbu mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: ‘Alangkah buruknya perbuatan yang diperintahkan iman-mu kepadamu jika kalian benar-benar beriman (kepada Taurat)’.” (2:93) Amal yang didorong oleh iman yang benar inilah yang menyebabkan pelakunya mengarungi bahtera kehidupannya dengan penuh kesucian, ketenangan, dan kebahagiaan. Artinya, setiap tindakannya membawanya kepada kehidupan yang suci, tenang, dan bahagia. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang suci dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (16:97) Dan orang yang hidupnya seperti ini (suci, tenang, bahagia), kelak di saat wafatnya disambut oleh malaikat dengan ucapan “selamat” sebelum dimasukkan ke dalam surga. “Orang-orang yang diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan suci, (para malaikat tersebut) berkata (kepada mereka): ‘Salaamun ’alaikum, masuklah kalian ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kalian kerjakan (dulu di dunia)’.” (16:32)
3). Nilai iman dan amal saleh berbuntut pada nilai orang beriman dan orang saleh. Karena nilai iman di sisi Allah begitu tingginya (ingat, BENAR itu sandarannya Allah), maka nilai orang beriman juga begitu tingginya. Ini gampang difahami dengan pengertian bahwa tidak ada pembicaraan soal iman kalau tidak ada orang yang beriman. Sebagaimana tidak ada perbuatan saleh kalau tidak ada orang saleh. Maka masuk akal apabila menyakiti hati orang beriman, Allah mengihtungnya sebagai dosa besar. “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka (yang menyakiti) telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (33:58) Puncak keberimanan dan kesalehan—selain Nabi—ada pada wali-wali Allah. Maka kalau menyakiti hati orang mukmin saja begitu besar dosanya, lalau bagaimana pula jikalau menyakiti hati para wali ini. Saat menukil ayat ini di dalam Riyadhus Shalihin-nya, saat membahas dilarangnya menyakiti orang-orang saleh (para wali), Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits tentang masalah ini sangat banyak, diantaranya: “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Sesiapa memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang terhadapnya. Seorang hamba (yang saleh) senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan yang paling Aku cintai, yaitu apa-apa yang Aku wajibkan kepadanya. Juga hamba-Ku (tersebut) mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah hingga Aku mencintainya. (Maka) jika Aku mencintainya, Aku adalah pendengarannya yang digunakan untuk mendengar, (Aku adalah) penglihatannya yang digunakan untuk melihat, (Aku adalah) tangannya yang digunakan untuk berbuat, (Aku adalah) kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku, niscaya Aku memberinya. Dan jika dia berlindung kepada-Ku, niscaya Aku melindunginya’.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra) Di sinilah para wali menemukan karamah dan sakralitasnya. Begitu sakralnya, sampai Nabi bersabda kepada Abu Bakar ra, “Hai Abu Bakar, jika kamu membuat mereka (para wali-Ku itu) marah berarti kamu membuat Tuhanmu (juga) marah.” (dikutip dari Riyadhus Shalihin).
Attaubah 111-112
* ¨bÎ) ©!$# 3uŽtIô©$# šÆÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# óOßg|¡àÿRr& Nçlm;ºuqøBr&ur  cr'Î/ ÞOßgs9 sp¨Yyfø9$# 4 šcqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# tbqè=çGø)uŠsù šcqè=tFø)ãƒur ( #´ôãur Ïmøn=tã $y)ym Îû Ïp1uöq­G9$# È@ÅgUM}$#ur Éb#uäöà)ø9$#ur 4 ô`tBur 4nû÷rr& ¾ÍnÏôgyèÎ/ šÆÏB «!$# 4 (#rçŽÅ³ö6tFó$$sù ãNä3Ïèøu;Î/ Ï%©!$# Läê÷ètƒ$t/ ¾ÏmÎ/ 4 šÏ9ºsŒur uqèd ãöqxÿø9$# ÞOŠÏàyèø9$# ÇÊÊÊÈ   šcqç6ͳ¯»­F9$# šcrßÎ7»yèø9$# šcrßÏJ»ptø:$# šcqßsÍ´¯»¡¡9$# šcqãèÅ2º§9$# šcrßÉf»¡¡9$# tbrãÏBFy$# Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcqèd$¨Y9$#ur Ç`tã ̍x6YßJø9$# tbqÝàÏÿ»ysø9$#ur ÏŠrßçtÎ: «!$# 3 ÎŽÅe³o0ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÊÊËÈ  
111. Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.
112. mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat[662], yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat Munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.

[662] Maksudnya: melawat untuk mencari ilmu pengetahuan atau berjihad. ada pula yang menafsirkan dengan orang yang berpuasa.
(Sumber penulisan diambil dari beberpa postingan di internet).
Kenikmatan surga
ã@sW¨B Ïp¨Ypgø:$# ÓÉL©9$# yÏããr tbqà)­GßJø9$# ( !$pkŽÏù ֍»pk÷Xr& `ÏiB >ä!$¨B ÎŽöxî 9`Å#uä ֍»pk÷Xr&ur `ÏiB &ûtù©9 óO©9 ÷Ž¨tótGtƒ ¼çmßJ÷èsÛ Ö»pk÷Xr&ur ô`ÏiB 9÷Hs~ ;o©%©! tûüÎ/̍»¤±=Ïj9 ֍»pk÷Xr&ur ô`ÏiB 9@|¡tã y"|ÁB ( öNçlm;ur $pkŽÏù `ÏB Èe@ä. ÏNºtyJ¨V9$# ×otÏÿøótBur `ÏiB öNÍkÍh5§ ( ô`yJx. uqèd Ó$Î#»yz Îû Í$¨Z9$# (#qà)ßur ¹ä!$tB $VJŠÏHxq yì©Üs)sù óOèduä!$yèøBr& ÇÊÎÈ  
15. (apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada beubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak beubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya? ( Qs Muhammad : 15)
* ß$qäÜtƒur öNÍköŽn=tã ×bºt$ø!Ír tbrà$©#sƒC #sŒÎ) öNåktJ÷ƒr&u öNåktJö6Å¡ym #Zsä9÷sä9 #YqèVZ¨B ÇÊÒÈ   #sŒÎ)ur |M÷ƒr&u §NrO |M÷ƒr&u $\KÏètR %Z3ù=ãBur #·ŽÎ7x. ÇËÉÈ   öNåkuŽÎ=»tã Ü>$uÏO C¨ßZß ×ŽôØäz ×-uŽö9tGóÎ)ur ( (#þq=ãmur uÍr$yr& `ÏB 7pžÒÏù öNßg9s)yur öNåk5u $\/#tx© #·qßgsÛ ÇËÊÈ  
19. dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan.
20. dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.
21. mereka memakai pakaian sutera Halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. ( Qs Alinsa 19 -21)
ß$$sÜãƒur NÍköŽn=tã 7puÏR$t«Î/ `ÏiB 7pžÒÏù 5>#uqø.r&ur ôMtR%x. O#tƒÍ#uqs% ÇÊÎÈ   (#tƒÍ#uqs% `ÏB 7pžÒÏù $ydrâ£s% #\ƒÏø)s? ÇÊÏÈ   tböqs)ó¡çur $pkŽÏù $Uù(x. tb%x. $ygã_#zÏB ¸xŠÎ6pgUy ÇÊÐÈ   $YZøŠtã $pkŽÏù 4£J|¡è@ WxÎ6|¡ù=y ÇÊÑÈ  
15. dan Diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca,
16. (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya.
17. di dalam syurga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe.
18. (yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil.

(Sumber penulisan diambil dari beberpa postingan di internet).