الباب السادس
في آفات العلم وبيان علامات علما الآخرة
والعلماء السوء
Bab keenam: Tentang bahaya ilmu pengetahuan, penjelasan
tanda-tanda ulama akhirat dan ulama su '(ulama jahat).
Telah kami terangkan sebelumnya ayat dan hadits tentang
kelebihan ilmu dan ulama (ahli ilmu). Dan tentang ulama su 'telah datang
penegasan-penegasan yang tegas, yang menunjukkan bahwa mereka memperoleh' azab
yang sangat keras pada hari kiamat, dibandingkan dengan orang-orang lain.
Yang teramat penting, ialah mengetahui tanda-tanda yang
membedakan antara ulama dunia dan ulama akhirat.
Yang kami maksudkan dengan ulama dunia adalah ulama su 'yang
tujuannya dengan ilmu pengetahuan itu adalah untuk memperoleh kesenangan
duniawi, kemegahan dan posisi.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
إن أشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه
(Inna asyaddan naasi 'adzaaban yaumal qiaamati' aalimun lam yan-fa 'hullaahu bi'ilmihi).
"Manusia yang sangat memperoleh 'azab pada hari kiamat adalah orang yang berilmu yang tidak bermanfa' at dengan ilmunya (1)
أنه قال; لا يكون المرء عالما حتى يكون بعلمه عاملا
(Laa yakuunul mar-u 'aaliman hattaa yakuuna bi'ilmihi' aamilaa).
Artinya: "Tidaklah seorang itu bemama alim sebelum berbuat menuruti ilmunya (2)
(Inna asyaddan naasi 'adzaaban yaumal qiaamati' aalimun lam yan-fa 'hullaahu bi'ilmihi).
"Manusia yang sangat memperoleh 'azab pada hari kiamat adalah orang yang berilmu yang tidak bermanfa' at dengan ilmunya (1)
أنه قال; لا يكون المرء عالما حتى يكون بعلمه عاملا
(Laa yakuunul mar-u 'aaliman hattaa yakuuna bi'ilmihi' aamilaa).
Artinya: "Tidaklah seorang itu bemama alim sebelum berbuat menuruti ilmunya (2)
1) dirawikan Abi
Hurairah. Dan Al-Ghazali ra. telah menyebutkan hadits ini tiga kali
dengan ini.
2) dirawikan Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi dari Abid darda '.
2) dirawikan Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi dari Abid darda '.
Dan bersabda Nabi saw .: العلم علمان علم على
اللسان فذلك حجة الله تعالى على خلقه, وعلم في القلب فذلك العلم النافع "Ilmu pengetahuan itu ada dua: ilmu pada lisan, yaitu
ilmu yang menjadi alasan bagi Allah atas makhluk-Nya dan ilmu pada hati, yaitu
ilmu yang bermanfaat". (1)
Bersabda Nabi saw. lag i : يكون في آخر الزمان
عباد جهال وعلماء فساق "Adalah pada akhir zaman, orang-orang yang
beribadah yang bodoh dan orang-orang yang berilmu yang tidak beribadah (fasiq)
(2)
Bersabda Nabi saw . : لا تتعلموا العلم
لتباهوا به العلماء ولتماروا به السفهاء ولتصرفوا به وجوه الناس إليكم فمن فعل ذلك
فهو في النار "Janganlah engkau mempelajari ilmu pengetahuan
untuk bersombong-sombong dengan sesama berilmu, untuk bertengkar dengan
orang-orang yang berpikiran lemah dan untuk menarik perhatian orang banyak
kepadamu. Barang siapa berbuat demikian, maka dia dalam neraka (3)
Bersabda Nabi saw. : من كتم علما عنده ألجمه
الله بلجام من نار"Barang siapa menyembunyikan ilmu pengetahuan yang ada
padanya maka diberikan oleh Allah kekang pada mulutnya dengan kekang api
neraka". (4)
Dan bersabda Nabi saw. : لأنا من غير الدجال
أخوف عليكم من الدجال "Sesungguhnya aku lebih takut padamu, kepada yang
bukan dajal dari dajal '
Lalu orang
menanyakan: "Siapakah itu?"
Maka menjawab Nabi saw. : فقيل وما ذلك فقال من الأئمة المضلين" Imam-imam (pemuka-pemuka) yang menyesatkan "" (5)
Maka menjawab Nabi saw. : فقيل وما ذلك فقال من الأئمة المضلين" Imam-imam (pemuka-pemuka) yang menyesatkan "" (5)
Bersabda Nabi saw . : من ازداد علما ولم يزدد
هدى لم يزدد من الله إلا بعدا "Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak
bertambah petunjuk, niscaya dia tidak bertambah dekat kecuali bertambah jauh
dari Allah". (6)
Bersabda Nabi Isa as . : "Kapankah
kamu akan menerangkan jalan kepada orang-orang yang berjalan malam, sedang kamu
bertempat tinggal bersama. 'Sama orang-orang yang dalam keheranan?"
Dengan hadits ini dan lainnya, menunjukkan betapa besarnya
bahaya ilmu. Orang yang berilmu, adakalanya menderita kebinasaan abadi
atau kebahagiaan abadi. Dengan berkecimpung dalam ilmu pengetahuan, orang
yang berilmu itu tidak memperoleh keselamatan, jika tidak mendapat kebahagiaan.
1.Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Abdil-Birri
dari Al-Hasan.
2.Dirawikan Al-Hakim dari Anas, hadits dla'if. 3.Dirawikan Ibnu Majah dari Jabir dengan isnad shahih. 4.Kata-kata hadits ini, adalah pada sebagian jalan hadits Abi Hurairah, yang dirawikan Ibnu Juz * i. 5.Dirawikan Ahmad dari Abi Dzar dengan isnad baik. 6.Dirawikan Abu Manshur AdDailami dan Ibnu Hibban, mauquf pada Al-Hasan.
2.Dirawikan Al-Hakim dari Anas, hadits dla'if. 3.Dirawikan Ibnu Majah dari Jabir dengan isnad shahih. 4.Kata-kata hadits ini, adalah pada sebagian jalan hadits Abi Hurairah, yang dirawikan Ibnu Juz * i. 5.Dirawikan Ahmad dari Abi Dzar dengan isnad baik. 6.Dirawikan Abu Manshur AdDailami dan Ibnu Hibban, mauquf pada Al-Hasan.
Adapun atsar (kata-kata shahabat dan ulama-ulama terdahulu),
diantara lain mengatakan Umar ra. : "Yang paling saya
takutkan kepada ummat ini, adalah orang munafiq yang berilmu
Bertanya hadirin: "Bagaimana ada orang
yang munafiq berilmu?".
Menjawab Umar
ra. : Berilmu di lidah, bodoh di hati dan diperbuatan "
Berkata Al-Hasan ra.: "Janganlah
ada engkau bagian dari orang yang mengumpulkan ilmu ulama, katapilihan hukuma
dan terjadi dalam perbuatan seperti sufaha '(orang-orang bodoh)".
Mengatakan seorang laki-laki kepada Abu Hurairah ra. :
"Saya mau mempelajari ilmu, tetapi saya takut nanti ilmu itu
tersia-sia".
Menjawab Abu Hurairah ra. : "Dengan
meninggalkan saja, sudah cukup untuk dipandang menyia-nyiakan ilmu"
Ditanyakan Ibrahim bin Uyainah: "Manakah
manusia yang lama benar penyesalan nya?"
Menjawab Ibrahim: "Adapun pada waktu
dekat di dunia ini, adalah orang yang berbuat baik kepada orang yang tidak tahu
berterima kasih. Dan ketika mati nanti, adalah orang yang berilmu yang
menyianyiakan ilmunya".
Berkata Al-Khalil bin Ahmad: "Orang itu empat
macam. Semacam adalah orang yang mengetahui dan tahu ia mengetahui. Maka dia
itu adalah orang yang berilmu. Ikutlah dia! Semacam adalah orang yang
mengetahui dan tidak tahu ia mengetahui. Maka dia itu, adalah orang yang tidur.
Bangunkanlah dia! Semacam lagi adalah orang yang tidak mengetahui dan tahu dia
tidak mengetahui. Maka dia itu, adalah orang yang meminta petunjuk. Maka
tunjukilah dia! Dan semacam lagi adalah orang yang tidak mengetahui dan tidak
tahu dia tidak mengetahui. Maka dia itu, adalah orang yang jahil. Maka tolaklah
dia! "
Berkata Sufyan Ats-Tsuri ra. : "Disambut
ilmu dengan amal perbuatan. Kalau ada demikian, maka ilmu itu menetap. Kalau
tidak, maka dia berangkat".
Berkata Ibnul Mubarak: "Senantiasa
manusia itu berilmu selama ia menuntut ilmu. Ketika ia mengira sudah berilmu,
maka dia itu, telah bodoh".
Berkata Al-Fudhail bin Iyadh ra. : "Saya
menaruh belas kasihan kepada tiga orang yaitu orang mulia dalam kaumnya yang
menghinakan diri, orang kaya dalam kaumnya yang memiskinkan diri dan orang yang
berilmu yang dipermainkan dunia".
Berkata Al-Hasan: "Siksaan
bagi ulama adalah mati hatinya. Kema-tian hati adalah mencari dunia dengan
amalan akhirat".
Dan bermadahlah mereka:
Dan bermadahlah mereka:
Aku heran orang membeli kesesatan dengan petunjuk.
Lebih heran lagi, orang membeli dunia dengan agamanya.
Yang lebih heran dari yang dua itu ..................
Orang menjual agamanya dengan dunia.
Inilah yang paling ajaib dan yang.dua itu ...........
Lebih heran lagi, orang membeli dunia dengan agamanya.
Yang lebih heran dari yang dua itu ..................
Orang menjual agamanya dengan dunia.
Inilah yang paling ajaib dan yang.dua itu ...........
Bersabda Nabi saw. :
إن العالم ليعذب عذابا يطيف به أهل النار استعظاما لشدة عذابه
(Innal 'aalima layu'adz-dzabu' adzaaban yathiifu bihii ahlun naaris-ti'dhaaman lisyiddati 'adzaabih). = Artinya: "Bahwa orang yang berilmu itu di 'azabkan dengan suatu azab yang dikelilingi penduduk neraka dengan perasaan dahsyat, karena bersangatan azabnya "(1)
(Innal 'aalima layu'adz-dzabu' adzaaban yathiifu bihii ahlun naaris-ti'dhaaman lisyiddati 'adzaabih). = Artinya: "Bahwa orang yang berilmu itu di 'azabkan dengan suatu azab yang dikelilingi penduduk neraka dengan perasaan dahsyat, karena bersangatan azabnya "(1)
@ Dimaksudkan dengan orang yang berilmu tadi, ialah orang
berilmu yang dzalim.
Mengatakan usamah bin Zaid: "Aku mendengar Rasulullah saw.
Bersabda:
يؤتى بالعالم يوم القيامة فيلقى في النار فتندلق
أقتابه فيدور بها كما يدور الحمار بالرحى فيطيف به أهل النار فيقولون ما لك فيقول
كنت آمر بالخير ولا آتيه وأنهى عن الشر وآتيه
(Yu'-taa bil'aalimi yaumal qiaamati fayulqaa fin naari
fatandaliqu aqtaabuhu fayaduuru bihaa lrama »yaduurul himaaru birrahaa
fa-yathiifu bihii ahlun naari fayaquuluuna maa laka? Fayaquulu: Kuntu aamuru
tagihan khairi wa laa aatiihi wa anhaa 'anisy-syarri wa aatiih) . Artinya:
"Pada hari kiamat, dibawa orang yang berilmu lalu dilemparkan ke dalam
neraka. Maka keluarlah perutnya. Dia mengelilingi perut-nya itu seperti keledai
mengelilingi gilingan gandum. Penduduk neraka mengelilinginya, seraya
bertanya:" Mengapa engkau begini? ". Menjawab orang yang berilmu itu:
"Adalah aku menyuruh dengan kebaikan dan aku sendiri tidak mengerjakannya. Aku
melarang dari kejahatan dan aku sendiri mengerjakannya ". (2)
1.Manurut Al iraqi. dia tidak parnah
manjumpai hadits Ini dengan bunyi demikian.
2.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid.
2.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid.
Dilipatgandakan 'azab kepada orang yang berilmu, karena
ma'siat-nya. Karena ia mengerjakan ma'siat itu dengan ilmu.
Dari itu berfirman Allah Ta'ala:
إن المنافقين في الدرك
الأسفل من النار
(Innal munaafiqiina fiddarkil asfali minannaari).
Artinya: "Bahwa orang munafiq itu dalam tingkat yang paling bawah dari api neraka (S.Annisa ayat 145)
(Innal munaafiqiina fiddarkil asfali minannaari).
Artinya: "Bahwa orang munafiq itu dalam tingkat yang paling bawah dari api neraka (S.Annisa ayat 145)
Karena mereka ingkar sesudah berilmu. Dijadikan orang
Yahudi lebih jahat dari orang Nasrani, pada hal orang Yahudi tidak menga-ku
Allah memiliki anak dan tidak mengatakan bahwa Allah itu yang ke tiga dari
tiga, adalah disebabkan orang Yahudi itu ingkar sesudah tahu.
Berfirman Allah Ta'ala:
يعرفونه كما يعرفون
أبناءهم
"Mereka mengetahuinya (Kitab Suci) seperti mengetahui anaknya sendiri (S. Al-Baqarah, ayat 146).
"Mereka mengetahuinya (Kitab Suci) seperti mengetahui anaknya sendiri (S. Al-Baqarah, ayat 146).
Dan berfirman Allah Ta'ala:
فلما جاءهم ما عرفوا
كفروا به فلعنة الله على الكافرين
"Setelah datang kepada mereka apa yang mereka ketahui, mereka tidak percaya kepadanya. Sebab itu Allah Ta'ala mengutuki orang-orang yang kafir". (S. Al-Baqarah, ayat 89).
"Setelah datang kepada mereka apa yang mereka ketahui, mereka tidak percaya kepadanya. Sebab itu Allah Ta'ala mengutuki orang-orang yang kafir". (S. Al-Baqarah, ayat 89).
Berfirman Allah Ta'ala tentang kisah Bal'am bin Ba'-ura ': واتل عليهم نبأ الذي
آتيناه آياتنا فانسلخ منها فأتبعه الشيطان فكان من الغاوين "Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami
berikan deskripsi-deskripsi Kami kepadanya, lalu dibuangnya. Sebab itu, dia
didatangi setan dan termasuk orang-orang yang sesat jalan (S. Al-A'raaf, ayat
175),
Sampai Allah Ta'ala berfirman: فمثله كمثل الكلب إن
تحمل عليه يلهث"Orang itu adalah seumpama anjing, kalau engkau halau,
diulurkannya lidahnya dan kalau engkau biarkan, diulurkannya juga lidahnya (S.
Al-A'raaf, ayat 176).
Maka begitu jugalah orang berilmu yang dzalim. Kepada
Bal'am diberikan Kitab Allah, tetapi dia terus bergelimang dalam hawa
nafsu. Maka dia diserupakan dengan anjing. Artinya, sama saja antara
diberikan ilmu hikmah atau tidak diberikan, dia terus menjilat dengan lidahnya
pada hawa nafsu. Bersabda Isa as.: مثل علماء السوء كمثل
صخرة وقعت على فم النهر لا هي تشرب الماء ولا هي تترك الماء يخلص إلى الزرع ومثل
علماء السوء مثل قناة الحش ظاهرها جص وباطنها نتن ومثل القبور ظاهرها عامر وباطنها
عظام الموتى. "Orang berilmu yang jahat adalah seumpama batu
besar yang jatuh ke mulut sungai. Dia tidak mengisap air dan tidak menghalangi
air mengalir ke tanam-tanaman. Dan seumpama parit rumput, dzahimya yang
terlihat seperti di cat dan dalamnya yang tidak terlihat adalah bau. dan
seumpama kuburan, dzahimya yang terlihat adalah bangun-bangunan dan bathinnya
di dalam adalah tulang-belulang orang mati '
Itulah hadits-hadits dan kata-kata berhikmah yang menerangkan,
bahwa orang berilmu yang menjadi anak dunia adalah lebih buruk keadaannya dan
lebih sangat 'siksaan yang dideritanya dari orang bodoh.
Yang memperoleh kemenangan dan dekat dengan Tuhan adalah Ulama
akhirat. Tanda-tandanya banyak. Diantaranya ulama akhirat itu tidak
mencari dunia dengan ilmunya.
Sekurang-kurang tingkat seorang yang berilmu itu, mengetahui
kehinaan dunia, keburukan, kekotoran dan keseramannya. Kebesaran akhirat,
keabadian, kebersihan nikmat dan keluhuran keraja-annya. Dan mengetahui
bahwa antara dunia dan akhirat itu berlawanan. Keduanya seumpama dua
wanita yang bermadu, sementara dicari kerelaan yang seorang, maka yang lain
marah. Dan seumpama dua daun neraca, sedangkan berat yang satu, maka yang
lain ringan.
Dunia dan akhirat itu Iaksana Masyriq dan magrib. Sementara
dide-kati yang satu, maka pasti bertambah jauh dari yang lain. Atau
seumpama dua wadah, yang satu penuh dan yang lain kosong. Sebanyak yang
diambil dari yang berisi untuk dituangkan ke dalam yang kosong sampai penuh,
maka demikianlah kosong yang berisi itu.
Maka orang yang tidak tentang kehinaan dunia, kotoran dan
kecampur-bauran kelezatan dengan kesakitannya, kemudian ke-seraman apa yang
tampak bersih dari dunia itu, maka orang itu adalah manusia yang telah rusak
akal.
Sesungguhnya kesaksian dan pengalaman menunjukkan
demikian. Maka bagaimanakah termasuk golongan orang berilmu, orang yang
tak berakal? Orang yang tak mengetahui kebesaran kondisi akhirat dan
keabadiannya, maka orang itu telah tertutup hatinya dan tercabut
keimanannya. Maka bagaimanakah termasuk golongan orang berilmu, orang yang
tak beriman? Dan orang yang tak mengetahui berlawanannya dunia dengan
akhirat dan mengum-pulkan keduanya adalah satu harapan yang tak usah
diharapkan, maka orang itu bodoh dengan seluruh agama nabi-nabi. Bahkan
hatinya telah tertutup dari seluruh isi Al-Quran, dari awal sampai kepada
penghabisannya. Maka bagaimanakah dia dihitung termasuk dalam golongan
ulama?
Orang yang mengetahui ini seluruhnya tetapi tidak memilih
akhirat dari dunia, maka adalah tawanan setan. Telah dibinasakan oleh hawa
nafsunya dan dipaksakan oleh kecelakaannya. Maka bagaimanakah dihitung
termasuk dalam barisan ulama, orang yang ting-katanny a demikian?
Dalam warta berita nabi Daud as. yang merupakan firman dari
Allah Ta'ala, tersebut: "Sekurang-kurang perbuatanku dengan orang yang
berilmu ketika memilihkan hawa nafsunya dari men-cintai Aku, adalah
Kuharamkannya kelezatan bermunajah dengan Aku. Hai Daud! Jangan engkau tanyakan
kepada-orang yang berilmu yang telah dimabukkan oleh dunia, maka dicegahnya
engkau dari jalan kecintaanku. Mereka itulah penyamun-penyamun terhadap
hambaKu. Hai Daud! Bila engkau melihat seorang siswa untukKu, maka hendaklah
engkau menjadi pesuruhnya! Hai Daud! Barang siapa mengembaltkan kepadaKu orang
yang lari \ maka Kutuliskan dia orang yang tahu kebenaran. Barang siapa
Kutuliskan Sebagai orang yang tahu kebenaran, maka tidak Ku'azabkan dia
selamanya
Dari itu berkata Al-Hasan ra. : "Siksaan bagi orang
yang berilmu adalah mati hatinya. Mati hati adalah mencari dunia dengan amal
perbuatan akhirat". Karena itu berkata Yahya bin Ma'az:
"Sesungguhnya hilanglah keelokan ilmu dan hikmah, apabila dicari dunia dengan
keduanya". Berkata Sa'id bin Al-Muiayyab ra. : "Apabila
engkau melihat orang yang berilmu mendatangi amir-amir, maka itu adalah
pencuri".
Berkata Umar ra.: "Apabila engkau melihat orang yang
berilmu mencintai dunia, maka curigalah dia terhadap agama-nya! Karena
tiap-tiap orang yang mencintai sesuatu, ia akan berke-cimpung pada yang
dicintainya itu". Berkata Malik bin Dinar ra. : "Aku telah
membaca dalam beberapa kitab lama bahwa Allah Ta'ala berfirman:" Bahwa
yang paling mudah Aku perbuat dengan orang yang berilmu ketika ia mencintai
dunia, adalah Aku hapus dari hatinya kelezatan bermunajah dengan Aku ".
Seorang laki-laki menulis surat kepada saudaranya, yang
berbunyi: "Engkau telah diberikan ilmu, maka janganlah engkau padamkan nur
ilmu itu dengan kegelapan dosa. Nanti engkau tetap dalam ke-gelapan, pada hari
berjalan segala ahli ilmu dalam sinar ilmunya".
Berkata Yahya bin Ma'az Ar-Razi ra. : Kepada para ahli ilmu
duniawi: "Hai segala ahli ilmu! Istanamu seperti is tana kaisar Romawi,
rumahmu seperti rumah raja (ktsra) Persif pakaianmu seperti pakaian golongan
Dzahiriah, sepaturrtu seperti sepatu Jalut, kendaraan-mu seperti kendaraan
Qarun, tempat makanmu seperti tempat makan Fir'aun, perbuatanmu seperti
perbuatan orang jahiliyah dan madzhabmu seperti madzhab setan. Maka dimanakah
syari'at Muhammad itu? ".
Berkata seorang penyair:
Pengembala domba menjaga dari serigala.
Maka bagaimana pula .............................
ketika
................................................. ..
pengembala itu sendiri serigala ...........? "
Mengatakan penyair lain:
"Wahai para pembaca .........................
Wahai garam negeri ............................
Tidaklah garam dapat membuat perbaikan, ketika garam
itu sendiri busuk ..............
Ditanyakan kepada setengah 'arifin (orang yang memiliki
ma'-rifah kepada Allah Ta'ala): "Apakah tuan berpendapat bahwa orang yang
menempatkan pekerjaan ma'siat menjadi kecintaannya, tidak tentang Allah?"
Menjawab 'arifin itu: "Tak ragu aku bahwa orang yang
memilih dunia dari akhirat adalah tidak mengenai Allah Ta'ala".
Selain dari itu, amat banyak lagi kata-kata hikmah tentang itu.
Janganlah Anda mengira bahwa meninggalkan harta kekayaan saja
sudah cukup untuk menghubungkan diri dengan ulama akhirat. Sebab mencari
kemegahan itu, lebih lagi membawa kemelaratan dari harta. Dari itu berkata
Bisyr: "Berbicara dengan kami salah satu dari pintu dunia. Maka ketika aku
mendengar orang mengatakan:" Berbicaralah dengan kami! ", Maka
sebenarnya ia mengatakan:" Berilah kelapangan kepadaku ".
Bisyr bin Harts menanamkan lebih sepuluh buah buku antara lemari
buku dan lemari tempat penyimpanan tamar (kurma kering). Dia mengatakan:
"Saya ingin berbicara. Jikalau hilanglah keinginanku berbicara, maka aku
berbicara".
Berkata Bisyr dan lainnya: "Apabila ingin engkau
berbicara, maka diamlah! Bila tidak ingin, Maika berbicaralah!"
Pahamilah ini! Karena merasa kelezatan dengan kemegahan
membuat sesuatu jasa dan memperoleh posisi menunjuki orang, adalah kelezatan
yang terbesar dari seluruh kenikmatan duniawi. Barang siapa memperkenankan
hawa nafsunya membicarakan itu, maka adalah dia diantara anak-anak dunia.
Dari itu berkata Ats-Tsuri: "Fitnah pembicaraan,
adalah lebih hebat dari pada fitnah keluarga, harta dan anak. Bagaimana tidak
ditakuti fitnahnya? Dan telah dikatakan kepada Penghulu segala rasul saw.:
Jikalau tidaklah Kami tetapkan pendirian engkau, maka dekatlah engkau condong
sedikit kepada mereka ".
Mengatakan Sahl ra. : "Ilmu itu seluruhnya
dunia. Yang akhirat dari ilmu itu, adalah berbuat amal. Amal seluruhnya itu
hampa, kecuali dengan keikhlasanBerkata Sahl berikutnya:" Manusia
seluruhnya matit selain para ahli ilmu. Para ahli ilmu itu mabuk, selain
yang beramal. Orang yang beramal seluruhnya tertipu, selain yang ikhlas. Orang
yang ikhlas itu dalam ketakutan, sebelum diketahuinya apa kesudahan dari
amalnya itu ".
Berkata Abu Sulaiman Ad-Darani ra. : "Ketika
seseorang mempelajari hadits atau kawin atau merantau mencari penghidupan, maka
orang itu telah condong kepada dunia".
Maksud Abu Sulaiman dengan ucapannya itu adalah mencari
isnad-isnad hadits yang tinggi atau menemukan hadits yang tidak diperlukan pada
mencari akhirat.
Berkata Nabi Isa as. : "Bagaimana menjadi
ahli ilmu orang yang perjalanannya ke akhirat, sedang dia menghadap ke jalan
dunia?
Bagaimana menjadi ahli ilmu orang mencari ilmu kalam untuk
diceriterakan, tidak untuk diamalkan? "
Mengatakan Shaleh bin Kaisan Al-Bashari: "Aku
bertemu dengan beberapa orang syekh. Mereka itu berlindung dengan Allah dari
orang dzalim yang alim dengan sunnah Nabi saw.".
Berkata Abu Hurairah ra. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda:
من طلب علما مما يبتغي
به وجه الله تعالى ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة
(Man thalaba ilman mimmaa yubtaghaa bihii wajhullaahi Ta'aalaa liyushiiba bihii 'ardlan minad dun-yaa lam Yajid' arfal jannati yaumal Qiyaamah). (1 ) Artinya: "Barang siapa menuntut ilmu.diantara ilmu pengetahuan yang menuju kerelaan Allah untuk memperoleh harta benda duniawi, maka orang itu tidak akan mencium bau sorga pada hari kiamat". (1)
(Man thalaba ilman mimmaa yubtaghaa bihii wajhullaahi Ta'aalaa liyushiiba bihii 'ardlan minad dun-yaa lam Yajid' arfal jannati yaumal Qiyaamah). (1 ) Artinya: "Barang siapa menuntut ilmu.diantara ilmu pengetahuan yang menuju kerelaan Allah untuk memperoleh harta benda duniawi, maka orang itu tidak akan mencium bau sorga pada hari kiamat". (1)
Sudah dijelaskan oleh Allah akan ulama su 'dengan mencari dunia
dengan ilmunya dan ulama akhirat dengan khusu' dan zuhud. Berfirman Allah
'Azza wa Jalla tentang ulama dunia
وإذ أخذ الله ميثاق الذين أوتوا الكتاب لتبيننه للناس ولا تكتمونه
فنبذوه وراء ظهورهم واشتروا به ثمنا قليلا
Dan ketika Allah mengambil janji orang-orang yang diberi kan
Kitab: Bahwa mereka akan menjelaskan Kitab ttu kepada manusia dan tidak tikan
menyembunyikan; kemudian janji itu mereka buang kebelakang dan mereka
mengambil sedikit keuntungan untuk gantinya ". (S. Ali 'Imran, ayat 187).
Berfirman Allah Ta'ala tentang ulama akhirat :
وإن من أهل الكتاب لمن يؤمن بالله وما أنزل إليكم وما أنزل إليهم
خاشعين لله لا يشترون
بآيات الله ثمنا قليلا
أولئك لهم أجرهم عند ربهم
(Wa inna min ahlil kitaabi situs yu'minu billaahi wa maa unzila
ilaikum wa maa unzila ilaihim khaasyii'iina lillaahi laa yasytaruuna
biaayaatillaahi tsamanan qaliilan, ulaaika lahum ajruhum indarab-bihim).
1.Dirawikan Abu
Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah dengan isnad baik.
Artinya: "Bahwa diantara orang-orang yang diturunkan Kitab
itu ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada wahyu yang diturunkan kepada
kamu dan yang diturunkan kepada mereka, mereka tunduk kepada Allah, dengan
tidak mengganti keterangan-keterangan Allah itu dengan harga yang murah. Mereka
memperoleh pahala dari sist Tuhan ". (S. Ali 'Imran, ayat 199).
Mengatakan setengah ulama salaf: "Para
ulama itu dibangkitkan dalam rombongan nabi-nabi. Dan para kadli (hakim)
dibangkitkan dalam rombongan raja-raja.
Dimaksudkan dalam pengertian kadli, juga seluruh anggota fiqih,
yang tujuannya mencari dunia dengan ilmu pengetahuannya.
Hadits Abud-Darda 'dari Nabi saw. bahwa Nabi saw. bersabda: أوحى الله عز وجل إلى
بعض الأنبياء قل للذين يتفقهون لغير الدين ويتعلمون لغير العمل ويطلبون الدنيا
بعمل الآخرة يلبسون للناس مسوك الكباش وقلوبهم كقلوب الذئاب ألسنتهم أحلى من العسل
وقلوبهم أمر من الصبر إياي يخادعون وبي يستهزئون لأفتحن لهم فتنة تذر الحليم حيرانا
"Diwahyukan Allah kepada sebagian nabi-nabi, yaitu:"
Katakanlah kepada, mereka yang menuntut ilmu, bukan untuk agama, belajar bukan
untuk amal dan mencari dunia dengan amal perbuatan akhirat: "Bahwa mereka
memberi pakaian kulit kibas kepada manusia. Hati mereka seperti hati serigala.
Lidah mereka lebih manis dari madu. Hati mereka lebih pahit dari buah peria.
Aku dikicunkannya, namaKu dipermain-mainkannya. Sesungguhnya akan Aku buka bagi
mereka fitnah yang meninggalkan keheranan bagi orang yang penyantun
". (1)
Hadits Adl-Dlahhak الضحاك dari
Ibnu Abbas ra . bahwa Ibnu Abbas mendengar Rasulullah
saw. bersabda : " علماء هذه الأمة رجلان
رجل آتاه الله علما فبذله للناس ولم يأخذ عليه طمعا ولم يشتر به ثمنا فذلك يصلي
عليه طير السماء وحيتان الماء ودواب الأرض والكرام الكاتبون يقدم على الله عز وجل
يوم القيامة سيدا شريفا حتى يوافق المرسلين ورجل آتاه الله علما في الدنيا فضن به
على عباد الله وأخذ عليه طمعا واشترى به ثمنا فذلك يأتي يوم القيامة ملجما بلجام
من نار ينادي مناد على رؤوس الخلائق هذا فلان بن فلان آتاه الله علما في الدنيا
فضن به على عباده وأخذ به طمعا واشترى به ثمنا فيعذب حتى يفرغ من حساب الناس Ulama
ummat ini terbagi dua. Yang satu dianugerahi Allah ilmu pengetahuan lalu
diberikannya kepada orang lain dengan tidak mengharap apa-apa dan tidak
diperjual-belikan. Ulama yang seperti ini dido'akan kepadanya oleh burung
di udara, ikan dalam air, hewan di atas bumi dan para malaikat yang menuliskan
amal manusia. Dia dibawa kehadapan Allah Ta'ala pada hari kiamat, sebagai
seorang tuan yang mulia, sehingga menjadi teman para rasul Tuhan.Yang satu lagi
dianugerahi Allah ilmu pengetahuan dalam dunia ini dan kikir memberikannya
kepada hamba Allah, mengharap apa-apa dan memperjual-belikan.
·
1.Dirawikan Ibnu Abdil birr dari Abid darda dengan isnad dlaif
Ulama yang seperti ini datang pada hari kiamat, mulutnya
dikekang dengan kekang api neraka. Dihadapan manusia banyak,
tampil seorang penyeru, menyerukan: "Inilah sianu anak si
anu dianugerahi Allah ilmu pengetahuan. di dunia, maka ia kikir memberikannya
kepada hamba Allah, dia mengharap apa-apa dan memperjual-belikannya.Ulama tadi
di'azabkan sampai selesai manusia lain dihitung amalan-nya (dihisab)
". (1)
Yang lebih dahsyat dari itu lagi, adalah riwayat yang
menerangkan bahwa ada seorang laki-laki menjadi pesuruh Nabi Musa
as. Laki-laki itu selalu mengatakan: "diceriterakan kepadaku oleh
Musa Pilihan Allah. Diceriterakan kepadaku oleh Musa yang Dilepaskan Allah
(Najiullah نجي الله ). Diceriterakan
kepadaku oleh Musa yang berkalam dengan Allah (Kalimullah) ". Sehingga
orang itu menjadi kaya raya banyak hartanya. Kemudian orang itu hilang, tidak
diketahui oleh Musa as. Kemana perginya. Maka Musa as. Bertanya kesana kemari
tapi tidak mendapat berita apa-apa .
Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada Musa
as. membawa seekor babi dan pada letter babi itu tali hitam.Bertanya Musa
as. pada laki-laki itu: "Kenalkah engkau si anu?"
Menjawab
laki-laki itu: "Kenal! Dialah babi ini".
Maka berdo'a Musa as. : "Wahai
Tuhan ku! Aku bermohon kehadliratMu. Kembalikanlah orang ini ke keadaannya
semula, sehingga aku dapat menanyakan, apakah yang telah menimpa dirinya!
Maka Allah 'Azza wa Jalla mewahyukan kepada Musa
as. : "Jika engkau meminta kepadaKu dengan apa yang telah
dimintakan Adam atau lebih kurang lagi, tidak juga Aku perkenankan, Tapi Aku
kabarkan kepadamu, mengapa Aku berbuat begitu, adalah karena orang itu mencari
dunia dengan agama".
Yang lebih berat lagi dari ini, adalah yang diriwayatkan Ma'az
bin Jabal ra. suatu hadits mauquf dan marfu 'bahwa Nabi
saw. bersabda: من فتنة العالم أن يكون الكلام أحب إليه من الاستماع "Diantara
fitnah dari seorang yang berilmu adalah lebih suka ia berkata-kata dari pada
mendengar. Sebab dalam kata itu banyak bunga Dan tambahan dan belum ada jaminan
teipelihara dari kesalahan. Dalam keheningan timbul keselamatan dan tanda
berilmu pengetahuan. Diantara orang yang berilmu (ulama ), ada yang menyimpan
saja ilmunya, tidak suka ada pada orang lain. Orang yang semacam ini, dalam
lapisan pertama dari api neraka. Diantara
1.Dirawikan AtbThabranl dari Ibnu Abbas dengan
isnad dla'if.
orang yang berilmu, ada yang bersikap sebagai raja dengan
ilmunya. Jika ada pengetahuannya yang ditolak orang atau dipandang orang
lemah dan kurang benar, maka marahlah dia. Orang yang semacam ini dalam
lapisan kedua dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang
menyediakan ilmunya dan pembahasan ilmiahnya yang mendalam untuk orang yang
terkemuka dan yang kaya saja dan tidak mau melihat kepada orang yang
membutuhkan kepada ilmu pengetahuannya. Orang yang semacam ini dalam
lapisan ketiga dari api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang
mengangkat dirinya, untuk memberi fatwa, lalu ia berfatwa salah. Allah
Ta'ala memarahi orang-orang yang memberatkan dirinya dengan beban yang tidak
disanggupinya. Orang yang semacam ini dalam lapisan keempat dari api
neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang berbicara cara Yahudi dan
Nasrani untuk memperlihatkan ketinggian ilmu pengetahuannya. Orang yang
semacam ini dalam lapisan kelima dari api neraka. Diantara orang yang
berilmu, ada yang membuat ilmunya untuk prestige (kehormatan diri), kemuliaan
dan keharuman nama ditengah-tengah masyarakat.Orang yang semacam ini dalam
lapisan keenam dalam api neraka. Diantara orang yang berilmu, ada yang
menarik kebanggaan dan kesombongan dengan ilmunya. Bila ia memberi
nasehat, menghardik. Dan bila dinasehati, berkeras kepala. Orang yang
semacam ini dalam lapisan ketujuh dari api neraka.
Wahai saudaraku Hendaklah engkau berdiam diri! Dengan berdiam
diri, engkau dapat mengalahkan setan . Waspadalah dari tertawa
tanpa ada yang mena'jubkan dan dari berjalan tanpa ada maksud!
Pada hadits yang lain, tersebut: إن العبد لينشر له من
الثناء ما يملأ ما بين المشرق والمغرب وما يزن عند الله جناح بعوضة "Ada
orang yang berkumandang pujian terhadap dirinya memenuhi antara Masyriq dan
magrib, tetapi pada sisi Allah tidak ada timbangannya seberat sayap
lalat". (1)
Diceriterakan bahwa seorang laki-laki dari Khurasan membawa
kepada Al-Hasan suatu bungkusan sesudah Al-Hasan meninggalkan
majelisnya. Bungkusan tersebut berisi lima ribu dirham dan sepuluh potong
kain dari benang halus.
Mengatakan laki-laki itu: "Hai Abu Said! (Panggilan kepada
Al-Hasan) Inilah belanja dan inilah pakaian!"
1.kata al iraqi tidak pernah menjumpai hadis
demikian
Menjawab Al-Hasan: "Kiranya Allah
melimpahkan kesehatan kepadamu! Kumpulkanlah ini untuk belanjamu dan pakaianmu!
Kami tidak berhajat kepadanya. Sesungguhnya orang yang duduk seumpama majlisKu
itu dan menerima dari orang seperti ini, maka dia akan menemukan Allah Ta'ala
pada hari kiamat dan dia tidak berbudi ".
Diriwayatkan dari Jabir hadits mauquf dan marfu '(hadits tidak
kuat) bahwa Nabi saw. bersabda: لا تجلسوا عند كل عالم إلا إلى عالم يدعوكم من
خمس إلى خمس من الشك إلى اليقين ومن الرياء إلى الإخلاص ومن الرغبة إلى الزهد ومن
الكبر إلى التواضع ومن العداوة إلى النصيحة
"Janganlah engkau duduk pada setiap orang yang berilmu,
kecuali pada orang yang berilmu yang mengajak kamu dari lima ke lima: dari
keragu-raguan pada keyakinan, dari ria ke ke ikhlasan, dari favorit ke dunia
kepada zuhud, dari takabur kepada kerendahan diri dan dari permusuhan kepada
nasehat-menasehati ". (1)
Berfirman Allah Ta'ala:
رج على قومه في زينته قال الذين يريدون الحياة الدنيا يا ليت لنا
مثل ما أوتي قارون إنه لذو حظ عظيم وقال الذين أوتوا العلم ويلكم ثواب الله خير
لمن آمن
(Fakharaja
'alaa qaumihii fii ziinatihii qaalalladziina yuriiduunal hayaatad dun-yaa
yaalaita lanaa mitsla maa uutiya qaaruunu inna-huu ladzuu hadhdhin' adhiim wa
qaalalladziina uutul 'ilma waila-kum tsawaabullaahi khairun liman
aamana). Artinya: "Lalu dia keluar
kepada kaumnya dengan perhiasannya (yang indah-indah). Orang-orang yang
menghendaki kehidupan dunia ini berkata: Wahai! Kiranya kami memiliki seperti
apa yang diberikan kepada Qarun! Sesungguhnya dia beruntung yang besar
(beruntung)! Tetapi orang-orang yang berpengetahuan mengatakan: Malang nasibmu!
pahala dari Tuhan lebih baik untuk orang yang beriman (S. Al-Qashash, ayat 79 -
80).
Maka ahli ilmu itu tahu memilih akhirat atas dunia.
1.Dirawikan oleh Abu Na'im dan ibnul
juzitermasuk hadis maudhu.
Diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, tidak
bertentangan perbuatannya dengan perkataannya.Bahkan ia tidak menyuruh sesuatu
sebelum dia sendiri menjadi orang pertama yang mengerjakannya.
Berfirman Allah Ta'ala: "Apakah kamu menyuruh
manusia dengan kebaikan dan kamu lupakan akan dirimu sendiri?" (S.
Al-Baqarah, ayat 44).
Berfirman Allah Ta'ala:
كبر مقتا عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون
(Kabura maqtan
'indallaahi an taquuluu maa laa tafaluun). Artinya: "Amat besar kutuk dari
Allah Ta'ala bahwa kamu katakan apa yang tidak kamu kerjakan (S. Ash-Shaff,
ayat 3).
Berfirman Allah Ta'ala tentang kisah Nabi Syu'aib
as. : "Aku tidak menghendaki bertentangan dengan kamu
kepada apa yang Aku melarang kamu dan padanya". (S.Hudd Ayat 88)
Berfirman Allah Ta'ala: "Berbaktilah
kepada Allah dan Allah mengajarkan kamu" (Al-Baqarah, ayat 282).
Berfirman Allah Ta'ala: "Berbaktilah
kepada Allah dan tahulah! Dan berbaktilah kepada Allah dan dengarlah
Berfirman Allah Ta'ala kepada Isa as. : "Hai
Putera Maryam! Ajari-lah dirimu sendiri! Jika engkau telah memperoleh
pelajaran, maka ajarilah orang lain. Kalau tidak, maka malulah kepada-Ku!"
Bersabda Nabi saw. : مررت ليلة أسري بي
بأقوام تقرض شفاههم بمقاريض من نار فقلت"Aku lalui pada
malam isra'ku pada beberapa kaum yang disayat bibirya dengan gunting-gunting
dari api neraka. Maka aku tanyakan: من أنتم "Siapakah
kamu ini?" فقالوا Mereka menjawab: كنا نأمر بالخير ولا
نأتيه وننهى عن الشر ونأتيه "Kami adalah orang yang menyuruh dengan kebaikan dan
tidak kami kerjakan. Kami melarang dari kejahatan dan kami
kerjakan". (1)
1.Dirawikan Ibnu Hibban dari Anas.
Bersabda Nabi saw. : هلاك أمتي عالم فاجر
وعابد جاهل وشر الشرار شرار العلماء وخير الخيار خيار العلماء(Halaaku
ummatii 'aalimun faajirun wa' aabidun jaahilun wa syar-rusy-syiraari syiraarul
Ulamaa-i wa khairul khiyaari khiyaarul 'ula-maa'). Artinya: "Yang binasa
dari ummatku adalah orang berilmu yang dhalim dan orang yang beribadat yang
bodoh. kejahatan yang paling jahat adalah kejahatan orang berilmu dan kebaikan
yang paling baik adalah kebaikan orang yang berilmu ". (1)
Berkata Al-Auza'i ra. : "Diduga oleh pembuat
peti-peti mayat bahwa tak ada yang lebih busuk selain dari mayat orang-orang
yang tak beriman. Maka diwahyukan Tuhan kepadanya bahwa perut ulama su 'lebih
busuk dari itu".
Berkata Al-Fudlail bin 'Iyadl ra. : "Sampai
kepadaku bahwa orang berilmu yang fasiq didahulukan penyiksaannya pada hari
kiamat, dari penyembah-penyembah berhala".
Mengatakan Abud-Darda 'ra. : "Siksaan
neraka bagi orang yang tidak berilmu, satu kali dan bagi orang yang berilmu
yang tidak menga-malkan tujuh kali".
Berkata Asy-Sya'bi: "Muncul pada hari
kiamat suatu golongan dari penduduk sorga, berhadapan dengan suatu golongan
dari penduduk neraka. Maka bertanya penduduk sorga:" Apakah sebabnya maka
tuan dimasukkan ke dalam neraka?Adapun kami ini, maka dimasukkan Allah ke dalam
sorga adalah karena kelebihan pengajaran dan pelajaran tuan
Maka menjawab penduduk. neraka: "Karena
kami menyuruh dengan kebajikan dan tidak kami kerjakan, melarang dari kejahatan
dan kami kerjakan".
Berkata Hatim Al-Ashamm ra. : "Tidak
adalah kerugian yang paling besar pada hari kiamat, selain dari orang yang
mengajari manusia ilmu pengetahuan lalu diamalkan mereka, sedang dia sendiri
tidak mengamalkannya. Maka mereka memperoleh kemenangan dengan sebabnya dan dia
sendiri binasa"
Berkata Malik bin Dinar: "Bahwa orang yang berilmu apabila
tidak berbuat sepanjang ilmunya, maka lenyaplah pengajarannya dari hati manusia
seperti lenyapnya embun pagi dari bukit Shofa".
1.Dirawikan AdDarimi dari AtAhwash bin Hakim
hadits mursal.
Maka berpantunlah mereka:
"Wahai pengajar manusia!
Engkau tertuduh ........................
Engkau larang mereka beberapa hal,
Engkau sendiri mengerjakannya ...............
Engkau rajin menasehati mereka ...............................
tetapi, segala yang terlarang, engkau yang mengerjakannya itu.
Engkau hinakan dunia dan orang yang suka kepadanya,
sedang engkau sendiri paling suka kepada dunia itu ............
"
Mengatakan penyair lain:
"Janganlah engkau melarang sesuatu perilaku
dan engkau sendiri mengerjakannya,
Amat sangat memalukan kamu,
ketika engkau sendiri memperbuatkannya ".
Berkata Ibrahim bin Adham ra. : "Aku
melewati batu besar di Makkah yang tertulis diatasnya Balikkanlah aku, engkau
akan dapat mengambil ibarat (suatu pemandangan) Maka aku balikkan lalu aku
lihat tertulis padanya:" Dengan yang engkau ketahui tidak engkau kerjakan,
maka bagaimana engkau mencari ilmu tentang sesuatu yang belum engkau ketahui!
"
Mengatakan Ibnus-Sammak ra. : "Berapa
banyak orang yang memperingatkan orang lain kepada Allah, yang lupa kepada
Allahi Berapa banyak orang yang memberi peringatan agar takut kepada Allah,
yang berani menentang Allah! Berapa banyak orang yang mengajak orang lain
mendekatkan diri kepada Allah, yang jauh dari Allah! Berapa banyak orang yang
menyerukan orang lain kepada AUah; yang lari dari Allah! Dan berapa banyak
orang yang membaca Kitab Allah, terhapus hatinya dan ayat-ayat Allah! ".
Berkata Ibrahim
bin Adham ra. : "Kami perbaiki bahasa kata kami, maka kami tidak
salah. Dan kami telah salah pada perbuatan kami tetapi tidak kami
perbaiki".
Berkata Al-Auza'i: "Bila diperhatikan
benar perbaikan bahasa, maka hilanglah khusu '".
Diriwayatkan Makhul dari Abdur Rahman bin Ghanam bahwa Abdur
Rahman mengatakan: "berceritera kepadaku sepuluh orang shahabat Nabi saw.
Dengan katanya:" Kami sedang belajar ilmu di masjid Quba tiba-tiba masuk
Rasulullah saw. lalu bersabda:
تعلموا ما شئتم أن تعلموا فلن يأجركم الله حتى تعملوا
(Ta'aUamuu
maa syi'tum an ta'allamuu falan ya'jarakumullaahu hattaa ta'maluu).
Artinya: "Pelajarilah apa yang engkau kehendaki mempelajarinya. Tetapi engkau tidak diberi pahala oleh Allah Ta'ala, sebelum engkau amalkari". (1)
Artinya: "Pelajarilah apa yang engkau kehendaki mempelajarinya. Tetapi engkau tidak diberi pahala oleh Allah Ta'ala, sebelum engkau amalkari". (1)
Bersabda Nabi Isa as. : "Orang yang
mempelajari ilmu dan tidak mengamalkannya adalah seumpama wanita yang berbuat
serong dengan sembunyi, maka ia hamil. Setelah bersalin, maka, pecahlah kabar
tentang perbuatan jahat wanita tersebut.
Maka begitu pulalah orang yang tidak berbuat menurut ilmunya,
akan disiarkan Allah pada hari kiamat dihadapan orang banyak ".
Berkata Mu'adz ra. ; "Jagalah
tergelincirnya orang berilmu, karena kedudukannya tinggi di mata orang banyak!
Maka dia diikuti mereka, meskipun dia telah tergelincir".
Berkata Umar ra. : "Ketika tergelincir
orang yang berilmu, maka tergelincirlah alam makhluk".
Berkata Umar ra.: "Dengan tiga alasan
hancurlah zaman. Salah satu dari padanya, tergelincirnya orang berilmu"
Berkata Ibnu Mas'ud: "Akan datang pada
manusia suatu saat, yang terbalik kemanisan hati menjadi asin. Sehingga pada
hari itu, orang yang berilmu dan yang mempelajari ilmu tak dapat mengambil
manfaat dari ilmunya. Maka hati orang-orang yang berilmu, dari mereka seumpama
tanah kosong yang bergaram, yang turun kepadanya hujan dari langit, maka tidak
juga diperoleh rasa tawar padanya. Yaitu, ketika miring hati orang berilmu ke
mencintai dunia dan melebihkannya dari akhirat. Maka pada saat itu, dicabutkan
Allah sumber-sumber hikmah dan dipadamkanNya lampu petunjuk dari hati mereka.
Maka akan diceriterakan kepadamu oleh orang yang berilmu dari mereka itu ketika
engkau menemukannya, bahwa dia takut akan Allah dengan lisannya. Dan kedzaliman
jelas terlihat pada amal-perbuatannya. Alangkah suburnya lidah mereka ketika
itu dan tandusnya hati mereka! Demi Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia!
Tidaklah terjadi yang demikian itu selain karena para guru mengajar bukan
karena Allah dan para siswa belajar bukan karena Allah ".
1.Dirawtkan Alqamah bin AbdulBarr dari Mu'adz
dengan sanad dla'if.
Dalam Taurat dan Injil tertulis: "Janganlah
engkau mencari ilmu yang belum kamu ketahui, sebelum engkau amalkan apa yang
telah engkau ketahui".
Berkata Hudzaifah ra. : "Sesungguhnya engkau
sekarang berada pada zaman, di mana orang yang meninggalkan sepersepuluh dari
yang diketahuinya, menjadi binasa. Dan akan datang suatu zaman, di mana orang
yang mengerjakan padanya sepersepuluh dari apa yang diketahuinya, niscaya ia
selamat. Alasannya, adalah karena banyaknya orang yang berbuat batil ".
Ketahuilah bahwa orang berilmu itu adalah mirip dengan kadli
(hakim). Nabi صلى الله عليه وسلم.. Bersabda:
القضاة ثلاثة قاض قضى بالحق وهو يعلم فذلك في الجنة وقاض قضى
بالجور وهو يعلم أو لا يعلم فهو في النار وقاض قضى بغير ما أمر الله به فهو في
النار
(Al-Qudlaatu tsalaateatun qaadlin qadlaa bil haqqi wa huwa
yalamu fadzaalika fil jannah, wa qaadlin qadlaa tagihan jauri wa huwa yalamu
aulaa yalamu fahuwa finnaari wa qaadlin qadlaa bighairi maa amarallaahu bihii
fahuwa finnaar). Artinya: "Kadli itu tiga macam: semacam menghukum dengan
yang benar dan dia itu tahu, maka dia itu dalam surga. Semacam menghukum dengan
kedzaliman dan dia itu tahu atau tidak tahu yang demikian maka dia itu dalam
neraka. Dan semacam lagi menghukum di luar dari perintah Allah, maka dia itu
dalam neraka ". (1)
Mengatakan Ka'ab ra. : "Adalah pada akhir
zaman, orang-orang yang berilmu, menyuruh manusia zuhud dari dunia dan mereka
sendiri tidak zuhud. Menyuruh manusia takut kepada Tuhan dan mereka sendiri
tidak takut. Melarang manusia mendatangi wali-wali negeri dan mereka sendiri
datang kepada wali-wali negeri itu. Mereka memilih dunia dari akhirat, mereka
makan hasil usaha lidah mereka. Mereka mendekati orang-orang kaya, tidak
orang-orang mtsfiin. Mereka cemburu kepada ilmu pengetahuan seperti kaum wanita
cemburu kepada kaum laki-laki. Ia marah kepada teman duduknya ketika ia duduk
dengan orang lain.Orang-orang yang berilmu semacam itulah, orang-orang yang
keras hati, musuh Tuhan Yang Maha Pengasih ".
1.Dirawikan penulis kitab
"AsSunan" dari Buraidah dan ini hadits shahih.
Bersabda Nabi saw. : Terkadang
setan itu menangguhkan kamu dengan ilmu
Lalu bertanya yang hadlir: "Ya Rasulullah Cara yang
demikian itu?
Menjawab Nabi
saw. : إن الشيطان ربما يسوفكم بالعلم, فقيل يا رسول الله وكيف ذلك,: صلى
الله عليه وسلم: يقول اطلب العلم ولا تعمل حتى تعلم فلا يزال للعلم قائلا وللعمل
مسوفا حتى يموت وما عمل
"Yaitu, setan itu mengatakan:" Tuntutlah ilmu dan jangan beramal dulu sebelum tahu benar. Maka senantiasa-lah setan itu berkata demikian bagi ilmu dan menangguhkan terhadap amal perbuatan, sehingga mati yang belajar itu dan tidak beramal ". (1)
"Yaitu, setan itu mengatakan:" Tuntutlah ilmu dan jangan beramal dulu sebelum tahu benar. Maka senantiasa-lah setan itu berkata demikian bagi ilmu dan menangguhkan terhadap amal perbuatan, sehingga mati yang belajar itu dan tidak beramal ". (1)
Mengatakan Sirri As-Suqthi: "Adalah seorang
laki-laki memisahkan diri pergi beribadah, di mana tadinya sangat rajin
mempelajari ilmu dhahir. Maka aku bertanya kepadanya, lalu ia menjawab:"
Saya bermimpi bertemu dengan orang yang mengatakan kepadaku: "Berapa
banyak engkau menyia -nyiakan ilmu, maka sebanyak itu pulalah engkau
disia-siakan Allah ". Aku menjawab bahwa aku memelihara ilmu itu,
maka berkata orang yang dalam mimpi tadi: "memelihara ilmu adalah
mengamalkan ilmu itu". Maka aku tinggalkan belajar dan pergi beramal
".
Berkata Ibnu Mas'ud ra. : "Tidaklah ilmu itu
dengan banyak ceritera, tetapi ilmu itu takut kepada Tuhan".
Berkata Al-Hasan: "Pelajarilah
apa yang kamu mau mempelajarinya! Demi Allah! Kamu tidak akan diberi pahala
oleh Allah sebelum beramal. Sebab orang-orang bodoh itu, cita-citanya
meriwayatkan ilmu dan orang-orang yang berilmu itu cita-citanya memelihara ilmu
itu dengan amal ".
Mengatakan Malik ra. '"Menuntut
ilmu itu baik dan mengembangkannya baik apabila niat itu benar. Tetapi
perhatikanlah, apa yang harus bagimu dari pagi sampai petang! Maka janganlah
engkau lebihkan sesuatu itu dari ilmu".
Berkata Ibnu Ma'ud ra. : "Di
turunkan Al-Quran untuk diamalkan. Maka ambillah mempelajarinya menjadi
praktek. Dan akan datang suatu kaum yang membersihkan Al-Quran seperti
membersihkan selokan. Mereka itu tidaklah termasuk orang baik. Orang berilmu
yang tidak mengamalkan, adalah seumpama orang sakit yang menerangkan tentang
obat dan seumpama orang lapar yang menjelaskan tentang kelezatan makanan dan
makanan itu tidak diperolehnya ".
1.Dirawikan dari Anas dansan sanad dla'if.
Searah dengan yang diatas tadi, firman Allah Ta'ala:
ولكم الويل مما تصفون
(Wa lakumul wailu mimmaa tashifuun). Artinya: "Bagi kamu neraka wailun dari apa yang kamu terangkan (S. Al-Anbia, ayat 18).
(Wa lakumul wailu mimmaa tashifuun). Artinya: "Bagi kamu neraka wailun dari apa yang kamu terangkan (S. Al-Anbia, ayat 18).
Dalam hadits tersebut
إنما أخاف على أمتي زلة
عالم وجدال منافق في القرآن
(innamaa akhaafu 'alaa ummatii zillatu' aalimin wa jidaalu munaa-fiqin fil Qur-an).
Artinya: "Diantara yang aku takuti atas umatku adalah tergelincirnya orang berilmu dan pertengkaran orang munafiq tentang Al- Quran ". (1)
(innamaa akhaafu 'alaa ummatii zillatu' aalimin wa jidaalu munaa-fiqin fil Qur-an).
Artinya: "Diantara yang aku takuti atas umatku adalah tergelincirnya orang berilmu dan pertengkaran orang munafiq tentang Al- Quran ". (1)
Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, adalah
kesungguhannya mencari ilmu yang berguna tentang akhirat, yang menggembirakan
pada ta'at, menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang sedikit manfa'atnya dan
banyak padanya bentrokan, kata ini dan kata itu (qil dan qal) .
Orang yang mengenyampingkan pengetahuan untuk beramal dan sibuk
dengan pertengkaran adalah seperti orang sakit, yang pada tubuhnya
bermacam-macam penyakit dan ia bertemu dengan seorang dokter yang ahli, pada
waktu yang sempit yang hampir habis. Maka si sakit tadi menggunakan waktu
yang sedikit itu untuk menanyakan penggunaan resep, obat dan
keganjilan-keganjilan dalam ilmu kedokteran dan meninggalkan kepentingannya
yang mendesak untuk memperoleh pengobatan.
Orang yang semacam itu adalah bodoh sekali.
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
saw. seraya berkata: "Ajarilah hamba ilmu yang aneh-aneh!".
1.Dirawikan AthThabrani dari AbidDarda 'dan
Ibnu Hibban dari Imran bin Hushain.
Maka menjawab Nabi صلى الله عليه
وسلم. : "Apakah yang engkau perbuat tentang pohon
pengetahuan?".
Bertanya orang
itu: "Yang manakah pohon pengetahuan itu?".
Menjawab Nabi saw.:
هل عرفت الرب تعالى "Kenalkah engkau akan Tuhan?". قال نعم "Kenal", menjawab orang itu.
"Apakah yang engkau perbuat tentang hak Allah Ta'ala?".
"Masya Allah banyak!!! jawab orang itu.
"Kenalkah engkau akan mati? tanya Nabi saw.
"Kenal, ya Rasulullah! ' jawabnya.
"Apakah yang engkau sediakan untuk mati? ' tanya Nabi saw, lagi. "
Masya Allah banyak! jawabnya.
Kemudian, maka bersabda Nabi saw.: إذهب فأحكم ما هناك ثم تعال نعلمك من غرائب العلم
"Pergilah, kemudian kuat-kanlah apa yang ada di Sana, Sudah itu datanglah ke mari, akan kami ajarkan engkau ilmu yang aneh-aneh! ". (1)
Menjawab Nabi saw.:
هل عرفت الرب تعالى "Kenalkah engkau akan Tuhan?". قال نعم "Kenal", menjawab orang itu.
"Apakah yang engkau perbuat tentang hak Allah Ta'ala?".
"Masya Allah banyak!!! jawab orang itu.
"Kenalkah engkau akan mati? tanya Nabi saw.
"Kenal, ya Rasulullah! ' jawabnya.
"Apakah yang engkau sediakan untuk mati? ' tanya Nabi saw, lagi. "
Masya Allah banyak! jawabnya.
Kemudian, maka bersabda Nabi saw.: إذهب فأحكم ما هناك ثم تعال نعلمك من غرائب العلم
"Pergilah, kemudian kuat-kanlah apa yang ada di Sana, Sudah itu datanglah ke mari, akan kami ajarkan engkau ilmu yang aneh-aneh! ". (1)
Tapi sewajarnyalah hendaknya, siswa itu sejenis dengan apa yang
diriwayatkan dari Hatim Al-Ashamm - murid dari Syaqiq AI-Balakhi ra. Bahwa
Syaqiq bertanya kepada Hatim "Sejak kapan engkau bersama
aku?".
Menjawab Hatim: "Sejak tiga puluh tiga tahun!".
Bertanya lagi
Syaqiq: "Apakah yang engkau pelajari padaku selama itu?".
Menjawab Hatim: "Delapan masalah!".
Berkata Syaqiq dengan terperanjat: إنا لله وإنا إليه راجعون"Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun! Terbuanglah saja umurku bersamamu. Dan engkau tidak pelajari kecuali delapan masalah saja".
Menyela Hatim: "Wahai guruku! Aku tidak pelajari yang lain dan aku tidak ingin berdusta".
Maka menghubungkan Syaqiq: "Terangkanlah masalah yang delapan itu supaya aku dengar! ".
Menjawab Hatim: "Delapan masalah!".
Berkata Syaqiq dengan terperanjat: إنا لله وإنا إليه راجعون"Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun! Terbuanglah saja umurku bersamamu. Dan engkau tidak pelajari kecuali delapan masalah saja".
Menyela Hatim: "Wahai guruku! Aku tidak pelajari yang lain dan aku tidak ingin berdusta".
Maka menghubungkan Syaqiq: "Terangkanlah masalah yang delapan itu supaya aku dengar! ".
Berkata Hatim: "Aku
memandang ke makhluk ini, maka aku melihat masing-masing memiliki kekasih dan
ingin bersama dengan kekasihnya sampai ke kubur. Maka ketika telah sampai ke
kubur, niscaya ia berpisah dengan kekasih itu. Maka aku mengambil perbuatan
baik menjadi kekasihku. Maka ketika aku masuk kubur, masuk pulalah kekasihku
bersama aku "
1.Diriwayatkan Ibus-Slnni dan Abu Na'im dan
Ibnu Abdil Barrdari Abdullah bin AI-Munawwar dan hadits ini dla'if
Maka berkata Syaqiq: "Benar sekali, ya Hatim! Dan yang
kedua? * '. Menghubungkan Hatim:" Aku perhatikan firman Allah Ta'ala:
وأما من خاف مقام ربه ونهى النفس عن الهوى, فإن الجنة هي المأوى
(Wa ammaa man
khaafa maqaama rabbihii wa nahannafsa 'anil hawaa fainnal Jannata hiyal ma'waa)
Artinya: "Dan adapun orang yang takut dihadapan kebesaran
Tuhannya dan menahan jiwanya dari keinginan yang rendah (hawa nafsu), maka
sesungguhnya taman (sorga) tempat tinggalnya". (S.An-Nazi 'at, ayat 40 -
41).
Maka yakinlah aku bahwa firman Allah Ta'ala itu benar. Lalu
aku perjuangkan diriku menolak keinginan itu, sehingga tetaplah aku ta'at
kepada Allah Ta'ala.
Yang ketiga, aku memandang ke makhluk ini, maka aku melihat,
bahwa tiap-tiap orang yang ada padanya sesuatu benda, menghargai, mehilai dan
memeliharai benda itu. Kemudian aku perhatikan firman Allah Ta'ala:
ما عندكم ينفد وما عند الله باق
(Maa 'indakum
yanfadu wa maa'indallaahi baaq). Artinya: "Apa yang di sisi kamu itu akan
hilang tetapi apa yang ditisi Allah itulah yang kekal". (S. An-Nahl, ayat
96).
Maka tiap kali jatuh ke dalam tanganku sesuatu yang berharga dan
bernilai, lalu kuhadapkan dia kepada Allah, semoga tetap dia ter-pelihara di
sisiNya.
Yang keempat, aku
memandang ke makhluk ini, maka aku melihat masing-masing mereka kembali kepada
harta, kebangsawan-an, kemuliaan dan keturunan. Lalu aku memandang pada
semuanya itu, tiba-tiba tampaknya tak ada apa-apa. Kemudian aku perhatikan
firman Allah Ta'ala:
إن أكرمكم عند الله أتقاكم
(Inna akramakum
'indallaahi atqaakum). Artinya: "Yang termulia dari kamu di sisi Allah
adalah yang kuat taqwanya (baktinya)" (S. Al-Hujurat, ayat 13).
Maka berbuat taqwalah aku, sehingga adalah aku menjadi orang
mulia di sisi Allah.
Yang kelima, aku memandang ke makhluk ini, di mana mereka itu
tusuk-menusuk satu sama Iain, kutuk-mengutuk satu sama lain. Dan asli ini
semuanya, adalah dengki Kemudian aku perhatikan firman Allah Ta'ala:
نحن قسمنا بينهم
معيشتهم في الحياة الدنيا
(Nahnu qasamnaa bainahum ma'iisyatahum fil hayaatid-dunya). Artinya: "Kamilah yang membagi-bagikan penghidupan diantara mereka dalam kehidupan di dunia ini". (S. Az-Zukhruf, ayat 32).
(Nahnu qasamnaa bainahum ma'iisyatahum fil hayaatid-dunya). Artinya: "Kamilah yang membagi-bagikan penghidupan diantara mereka dalam kehidupan di dunia ini". (S. Az-Zukhruf, ayat 32).
Maka aku tinggalkan dengki itu. Dan aku jauhkan diri dari
orang banyak. Dan aku tahu bahwa pembagian rezeki itu, adalah dari sisi
Allah Ta'ala. Maka aku tinggalkan permusuhan orang banyak kepadaku.
Yang keenam, aku memandang ke makhluk ini, berbuat
kedurhakaan satu sama lain dan berperang satu sama lain.
Maka kembalilah aku ke firman Allah Ta'ala:
إن الشيطان لكم عدو
فاتخذوه عدوا
(Innasy-syaithaana lakum 'aduwwun fattakhidzuuhuAduwwaa).
Artinya: "Sesungguhnya setan itu musuh kamu. Sebab itu perlakukanlah dia sebagai musuh!". (S. Al-Fathir, ayat 6).
(Innasy-syaithaana lakum 'aduwwun fattakhidzuuhuAduwwaa).
Artinya: "Sesungguhnya setan itu musuh kamu. Sebab itu perlakukanlah dia sebagai musuh!". (S. Al-Fathir, ayat 6).
Maka aku pandang setan itu musuhku satu-satunya dan dengan
sungguh-sungguh aku berhati-hati dari padanya, karena Allah Ta'ala. Aku mengaku
bahwa setan itu musuhku. Dan aku tinggalkan permusuhan makhluk dengan
lainnya.
Yang ketujuh, aku memandang ke makhluk
ini, maka aku melihat masing-masing mereka menemukan sepotong dari dunia
ini. Lalu ia menghinakan diri padanya dan ia masuk pada yang tidak halal
dari padanya. Kemudian aku perhatikan firman Allah Ta'ala:
وما من دابة في الأرض إلا على الله رزقها
(Wa maa min
daabbatin fil-ardli illaa 'alallaahi rizquhaa).
Artinya: "Dan tidak adalah dari yang merangkak di bumi ini melainkan rezekinya pada Allah (S. Hud, ayat 6).
Artinya: "Dan tidak adalah dari yang merangkak di bumi ini melainkan rezekinya pada Allah (S. Hud, ayat 6).
Maka tahulah aku bahwa aku ini salah satu dari yang
merangkak-rangkak, yang rezekinya pada Allah Ta'ala. Dari itu aku kerjakan
apa yang menjadi hak Allah atasku dan aku tinggalkan yang menjadi hakku pada
sisi-Nya. "
Yang ke delapan, aku memandang ke makhluk
ini, maka aku melihat masing-masing mereka bersandar kepada makhluk.Yang ini ke
bendanya, yang itu ke bisnisnya, yang itu kepada perusahaannya dan yang itu
lagi kepada kesehatan badannya. Dan masing-masing makhluk itu bersandar
kepada makhluk, yang seperti dia.
Lalu aku kembali kepada firman Allah Ta'ala:
ومن يتوكل على الله فهو
حسبه
(Wa man yatawak-kal 'alallaahi fahuwa hasbuh).
Artinya : "Dan barangsiapa menyandarkan dirinya kepada Allah, maka Allah mencukupkan kebutuhannya (S. Ath-Thalaq, ayat 3 ). Maka akupun menyandarkan diriku (bertawakkal) kepada Allah Ta 'ala. Dan Allah Ta'ala mencukupkan kebutuhanku ".
(Wa man yatawak-kal 'alallaahi fahuwa hasbuh).
Artinya : "Dan barangsiapa menyandarkan dirinya kepada Allah, maka Allah mencukupkan kebutuhannya (S. Ath-Thalaq, ayat 3 ). Maka akupun menyandarkan diriku (bertawakkal) kepada Allah Ta 'ala. Dan Allah Ta'ala mencukupkan kebutuhanku ".
Mengatakan Syaqiq: "Ya Hatim! Kiranya
Allah Ta'ala memberikan taufiq kepadamu! Aku telah memperhatikan segala ilmu
pengetahuan Taurat, Injil, Zabur dan Al-Quran yang mulia, maka aku peroleh, bahwa
segala macam kebajikan dan keagamaan, berkisar diatas delapan masalah tersebut
. Barang siapa memakainya, maka berarti dia telah memakai kitab empat itu
".
Maka bagian ini dari ilmu pengetahuan, tidaklah dipentingkan
mengambilnya dan memperhatikannya selain oleh ulama akhirat, Adapun ulama
dunia, maka dikerjakannya yang memudahkan mencari harta dan kemegahan. Dan
disiasiakannya ilmu yang seperti ini, yang diutus oleh Allah para Nabi
as. Membawanya.
Mengatakan Adl-Dlahhakbin Muzahim "Aku
dapati para ulama dan tidak dipelajari oleh sebagian mereka dari yang lain,
melainkan tentang wara '(menjaga diri dari dosa dan harta syubhat). Tapi ulama
sekarang tidak dipelajarinya selain dari ilmu kalam".
Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, tidak ingin untuk
kemewahan, pada makanan, minuman dan pakaian. Tidak ingin untuk
kecantikan, pada perabot rumah tangga dan tempat tinggal. Tapi memilih
kesederhanaan pada semuanya itu.Mirip kondisi-nya dengan ulama salaf,
diberi Allah kiranya rakhmat kepada mereka sekalian. Dan
ingin mencukupkan dengan sedikit-dikitnya dalam segala hal.
Semakin bertambah keinginannya ke arah sedikit, semakin
bertambah dekatnya dengan Allah Ta'ala dan tinggi kedudukannya dalam barisan
ulama akhirat.
Dibuktikan kepada yang demikian oleh suatu ceritera dari Abu
Abdillah Al-Khawwash. Dia termasuk diantara teman sejawat Hatim
Al-Ashamm. Berceritera Abu Abdillah: "Aku pergi bersama Hatim ke
Arrai dan bersama kami tiga ratus dua puluh orang laki-laki. Kami bermaksud
mengerjakan ibadah hajji. Pada mereka itu kan-tong bulu. Tidak ada bersama
mereka kopor pakaian dan makanan. Maka kami masuk ke tempat seorang saudagar
yang sederhana, yang memiliki belas kasihan kepada fakir miskin. Pada malam itu
kami menjadi tamunya.
Pada keesokan harinya, bertanya tuan rumah kepada Hatim:
"Apakah saudara memiliki kebutuhan apa-apa? Sebab saya tidak mau
mengunjungi seorang ahli fiqih kami, yang sedang sakit sekarang".
Menjawab Hatim: "Mengunjungi orang sakit ada kelebihannya
dan memandang wajah ahli fiqih itu suatu ibadah. Saya pun pergi bersama
tuan!".
Adalah yang sakit itu Muhammad bin Muqatil kadli negeri Arral
Ketika sampai kami di pintu, rupanya suatu istana yang mulia dan
cantik. Hatim termenung, seraya berkata: "Beginikah pintu rumah
seorang yang berilmu (seorang alim)?".
Kemudian diizinkan, lalu mereka masuk. Rupanya sebuah rumah
yang indah, cukup luas, bersih, berpemandangan indah dan bertirai. Maka
Hatim termenung.
Kemudian mereka masuk ke tempat di mana orang sakit itu
berada. Disitu orang sakit berbaring diatas kasur yang
empuk. Dikepalanya seorang cowok dengan memegang alat pemukul lalat.
Maka duduklah yang berkunjung tadi (saudagar itu) di samping
kepala si sakit, menanyakan keadaan sakitnya, sedang Hatim berdiri
saja. Lalu Ibnu Muqatil (orang sakit itu) mempersilakan Hatim
duduk. Hatim menjawab: "Tak usah, tuan!".
Ibnu Muqatil bertanya: "Barangkali ada perlu?".
"Ada jawab Hatim.
"Apa? ' tanya Ibnu Muqatil.
"Ada suatu masalah yang ingin saya tanyakan kepada tuan!
',' Sambung Hatim.
"Tanyalah!".
"Bangunlah tuan! '; Kata Hatim." Duduklah, sehingga
aku tanyakan! ".
Maka bangunlah Ibnu Muqatil dan duduk. Lalu Hatim bertanya:
"Ilmu tuan ini, dari mana tuan ambil?".
"Dari orang-orang yang dapat dipercaya, yang menjelaskan
ilmu itu kepada saya".
"Orang-orang itu, dari siapa?".
"Dari para shahabat Rasulullah saw.".
"Para shahabat itu, mengambil dari siapa?".
"Dari Rasulullah saw.".
"Rasulullah saw. Mengambil dari siapa?".
"Dari Jibril as. Dan Jibril mengambil dari pada Allah
Ta'ala".
Maka berkata Hatim: "Menurut apa yang
dibawa Jibril as. dari Allah Ta'ala kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah saw.
membawanya kepada para shahabatnya dan para shahabat kepada orang-orang yang
terpercaya dan Orang-orang yang terpercaya membawanya ke Tutan ma'siat ,
seumpama bermanis muka, menjaga hati orang banyak dan kehormatan mereka serta
hal-hal lain yang terlarang. Untuk perawatan diri harus menjauhkan yang
demikian. Karena orang yang berkecimpung dalam dunia, tidaklah sekali-kali
selamat terpelihara dari padanya.
Menjawab Ibnu Muqatil:
"Tidak!".
Berkata Hatim:
"Bagaimana yang tuan dengar?".
Menjawab Ibnu Muqatil: "Yang saya dengar bahwa orang yang zuhud di dunia, gemar ke akhirat, mencintai orang miskin dan mendahulukan untuk akhiratnya, maka memperoleh posisi yang tinggi di sisi Allah Ta'ala".
Menjawab Ibnu Muqatil: "Yang saya dengar bahwa orang yang zuhud di dunia, gemar ke akhirat, mencintai orang miskin dan mendahulukan untuk akhiratnya, maka memperoleh posisi yang tinggi di sisi Allah Ta'ala".
Berkata Hatim: "Tuan sekarang, siapa
yang tuan ikut, nabikah serta para shahabat ra. dan orang-orang shalih ra.
Fir'aun dan Namruz, orang pertama yang mendirikan gedung dengan batu marmer dan
batu merah?.
Wahai ulama su '(ulama jahat)! Orang yang seperti tuan,
bila dilihat oleh orang bodoh, yang berburu dan gemar kepada dunia, akan
berkata: "Orang yang berilmu sudah begitu, apakah tidak patut aku lebih
jahat lagi dari padanya?".
Maka keluarlah Hatim dari sitti dan bertambahlah penyakit Ibnu
Muqatil.
Peristiwa yang terjadi antara Hatim dan Ibnu Muqatil, sampai
kepada penduduk Arrai, lalu berkatalah mereka kepada Hatim: "Bahwa
Ath-Thanafisi di Qazwin lebih mewah lagi dari Ibnu Muqatil".
Maka sengajalah Hatim pergi ke sana, lalu masuk ke rumah
Ath-Thanafisi seraya berkata: "Kiranya tuan diberi rakhmat oleh Allah.
Saya ini orang bodoh, ingin benar tuan ajarkan saya permulaan pelajaran agama
dan anak kunci shalat, bagaimana saya berwudlu untuk shalat!" .
Menjawab Ath-Thanafisi: "Bisa, dengan segala senang hati!
Hai! Ambillah kendi yang berair".
Lalu dibawakan kepadanya. Maka duduklah Ath-Thanafisi
mengambil wudlu tiga-tiga kali, kemudian berkata: "Beginilah cara
berwudlu! Cobalah berwudlu!".
Maka berkata Hatim: "Biarlah di tempat tuan, sehingga saya
berwudlu dihadapan tuan! Sehingga benar-benar tercapai apa yang saya
maksudkan".
Maka bangunlah Ath-Thanafisi, dan duduklah Hatim berwudlu.
Dibasuhnya ke dua lengannya empat-erapat kali. Lalu menegur
Ath-Thanafisi: "Hai, mengapa engkau memboros?".
Menjawab Hatim: "Apa yang saya boroskan?".
"Kau basuhkan lenganmu empat kali".
Subhanallah! Maha Suci Tuhan Yang Maha Besar! ".
Menjawab Hatim." Hanya setapak tangan air, sudah memboros.Tuan dengan ini
seluruhnya, apakah tidak memboros? ".
Maka tahulah Ath-Thanafisi, bahwa maksud Hatim bukanlah
belajar. Lalu masuklah ia ke dalam rumahnya dan tidak muncul-muncul di
muka umum selama empat puluh hari.
Ketika Hatim datang di Bagdad, maka berkerumunlah penduduk
mengelilinginya seraya berkata: "Hai Bapak Abdurrahman! Tuan seorang yang
sulit mengeluarkan kata-kata, lagi bodoh. Siapa saja yang berbicara dengan
tuan, tuan potong".
Menjawab Hatim: "Padaku ada tiga hal, yang ingin aku
lahir-kan kepada lawan kit: Aku senang ketika lawanku benar, aku bersedih hati
ketika lawanku salah dan aku jaga diriku jangan sampai tidak mengetahui tentang
lawan itu".
Berita ini sampai kepada Imam Ahmad bin Hanbal, maka berkatalah
Imam Ahmad: "Subhanallah! Maha Suci Allah! Alangkah cerdasnya Hatim! Nah,
mari kita pergi menjumpai Hatim! Sewaktu telah sampai ke tempat Hatim, maka
bertanya Imam Ahmad:" Hai Bapak Abdurrahman! Manakah keamanan itu di
dunia? ".
Menjawab Hatim: "Hai Bapak Abdullah! Tak ada keselamatan di
dunia sebelum ada padamu empat hal: Engkau ma'afkan orang karena kebodohannya,
engkau cegah kebodohan engkau terhadap orang lain, engkau berikan sesuatu
kepada orang dan engkau tidak mengharup sesuatu dari orang. Bila ada demikian,
maka selamatlah engkau ".
Kemudian Hatim berangkat ke Madinah. Tiba di situ dia
dikeru-muni penduduk Madinah. Maka Hatim bertanya: "Kota manakah
ini?".
Menjawab orang banyak: "Kota (Madinah) Rasulullah
saw.".
"Dimanakah istana Rasulullah saw.? Saya hendak mengerjakan
shalat di dalamnya!".
Rasulullah saw. tak memiliki istana! ", menjawab orang
banyak." Hanya memiliki sebuah rumah yang rendah diatas tanah ".
Mana istana shahabat-shahabatnya? ", Tanya Hatim pula.
"Tak ada juga! Mereka hanya memiliki rumah-rumah yang
rendah di atas tanah".
"Kalau begitu" - kata Hatim. "Hai kaumku Ini
adalah kota Fir'aun!".
Lalu Hatim diambil penduduk dan dibawanya ke tempat Sultan
(penguasa), seraya mengatakan: "Orang 'Ajam (bukan Arab) ini
mengatakan:" Ini kota Fir'aun! ".
Bertanya Sultan: "Mengapa begitu?".
Menjawab Hatim: "Janganlah lekas marah kepadaku! Aku ini
orang bodoh yang asing di sini. Saya masuk negeri ini seraya bertanya:"
Kota siapakah ini? '.' Mereka menjawab: kota (Madinah) Rasulullah
saw. Lalu saya bertanya: "Manakah istananya? ',' Dan Hatim
melanjutkan ceriteranya.
Kemudian berkata Hatim: "Telah berfirman Allah Ta'ala:
لقد كان لكم في رسول
الله أسوة حسنة
(Laqad kaana lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanah). Artinya:
"Sesungguhnya Rasul Allah itu menjadi ikutan (teladan) yang baik untuk kamu"
(S. Al-Ahzab, ayat 21).
(Laqad kaana lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanah). Artinya:
"Sesungguhnya Rasul Allah itu menjadi ikutan (teladan) yang baik untuk kamu"
(S. Al-Ahzab, ayat 21).
Maka tuan-tuan, siapakah yang tuan-tuan ikut, Rasulullah صلى الله عليه وسلم. atau
Fir'aun orang yang pertama-tama membangun dengan batu marmer dan batu merah?
".
Lalu mereka biarkan dan tinggalkan Hatim.
Inilah ceritera Hatim Al-Ashamm-kiranya Allah memberikan rakhmat
kepadanya. Dan akan dijelaskan tentang kesederhanaan perjalanan hidup
ulama salaf dan ketidak-sukaan mereka terhadap kecantikan dengan bukti-bukti
yang menunjukkan kepada yang demikian, pada tempat-tempatnya nanti.
Sebenarnya, menghiasi diri dengan yang mubah (yang dibolehkan)
tidak haram. Tapi berkecimpung dengan yang mubah itu, meng-haruskan suka
kepadanya, sehingga sulit meninggalkannya.
Terus-terusan menghiasi diri itu, menurut biasanya tidak mungkin
bila tidak langsung memperoleh sebab-sebabnya.Untuk menjaga keutuhan
sebab-sebabnya itu, terpaksa melakukan perbuatan ma'siat, seumpama bermanis
muka, menjaga hati orang banyak dan kehormatan mereka serta hal-hal lain yang
terlarang. Untuk perawatan diri harus menjauhkan yang demikian. Karena
orang yang berkecimpung dalam dunia, tidaklah sekali-kali selamat terpelihara
dari padanya.
Jikalau keamanan diri itu dapat diperoleh serta berkecimpung di
dalam dunia, maka!! لا يبالغ في ترك الدنيا
حتى نزع القميص المطرز بالعلم
Tidaklah
Rasulullah saw. dengan tegas membelakangi dunia dengan membuka baju
kemejanya yang bersulamkan bendera. (1)
ونزع خاتم الذهب في أثناء الخطبة
Dan
menanggalkan cincin emas ketika sedang pidato. (2).
Dan lain-lain contoh lagi yang akan dijelaskan. ----------------------------------
Dan lain-lain contoh lagi yang akan dijelaskan. ----------------------------------
Menurut ceritera, Yahya bin Yazid An-Naufali menulis surat
kepada Malik bin Anas ra. seperti berikut:
==================================================
====
بسم الله الرحمن الرحيم
"Bismillaahir rahmaanir rahiim.
وصلى الله على رسوله
محمد في الأولين والآخرين
Wa shallallaahu 'alaa Rasuulihi Muhammadin fil azywaalin wal aahiriin.
Wa shallallaahu 'alaa Rasuulihi Muhammadin fil azywaalin wal aahiriin.
Dari Yahya bin Yazid bin Abdil Malik kepada Malik bin Anas.
Ammaaba'du, kemudian dari itu, sesungguhnya telah sampai
kepadaku, bahwa tuan memakai pakaian halus, memakan roti tipis, duduk di tempat
yang empuk dan menempatkan pada pintu seorang penjaga.
Sesungguhnya tuan duduk dalam majelis ilmu pengetahuan,
kendaraan berkerumun ke rumah tuan, manusia datang kepada tuan. Diambilnya
tuan menjadi imam dan disukai mereka kata tuan.
Maka bertaqwalah kepada Allah Ta'ala wahai Malik! Harus
tuan merendahkan diri!.
Aku tuliskan kepada tuan nasehatku ini, dalam suatu surat yang
tidak terlihat, selain Allah Subkhanahu wa Ta'ala ".
والسلام
W assa I am,
1.Dlrawikan AlBakhari dan Muslim dari Aisyah
ra.
2.Dirawlkan AlBukhari dan Muslim dari Ibnu Umar.
2.Dirawlkan AlBukhari dan Muslim dari Ibnu Umar.
Lalu Malik ra. membalas surat Yahya sebagai berikut:
-------------------------
بسم الله الرحمن الرحيم
"Bismillaahir
rahmaanir rahiim.
Wa shallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa aalihii wa
shah-bihii wa sallam.
Dari Malik bin Anas kepada Yahya bin Yazid. Kesejahteraan
dari Allah kiranya kepada tuan!.
Ammaaba'du,
kemudian dari itu, telah sampai surat tuan kepadaku, maka aku pandang surat itu
menjadi nasehat, tanda kasih mesra dan ketinggian budi. Kiranya Allah
mengaruniai tuan dengan ke taq-waan dan memberi balasan kepada tuan dengan
kebajikan, karena nasehat itu.
Aku bermohon, kiranya Allah menganugerahkan taufiq wa laahau-la
wa laa quwwata illaa billaahil 'aliyyil adhiim.
Apa yang tuan sebutkan tentang saya, bahwa saya memakan roti
tipis, memakai pakaian halus, memakai penjaga pintu dan duduk di atas tempat
yang empuk, maka benarlah kami berbuat dimikian. Dan bermohonlah kami akan
keampunan dari pada Allah Ta'ala. Berfirman Allah Ta'ala:
قل من حرم زينة الله التي أخرج لعباده والطيبات من الرزق
(Qul man harrama ziinatallaahil-latii akhraja li'ibaadihii
wath-thay-yibaati minar rizqi).
Artinya:
"Katakanlah! Siapakah yang melarang (memakai) perhiasan Allah dan
(memakan) rezeki yang baik yang diadakannya untuk hambaNya?". (S.
Al-A'raf, ayat 32).
Sesungguhnya saya mengetahui, bahwa meninggalkan yang demikian
itu adalah lebih baik dari pada masuk ke dalamnya.Janganlah tuan meninggalkan
kami dengan tidak mengirim-ngirimkan surat, sebagaimana kamipun tidak akan
meninggalkan tuan dengan tidak mengirim ngirimkan surat ".
والسلام
W assa I am,
Lihatlah kepada
keinsyafan Malik, karena ia mengakui bahwa meninggalkan yang demikian itu
adalah lebih baik dari pada masuk ke dalamnya. Dan ia berfatwa bahwa
perbuatan tersebut itu diper-bolehkan.
Sesungguhnya benarlah Imam Malik pada keduanya itu!
Dan seumpama Imam Malik dalam posisinya, ketika dirinya telah
memungkinkan dengan keinsyafan dan pengakuan tentang nasehat yang seperti itu,
maka kuat puialah dirinya untuk berdiri di atas batas-batas yang
diperbolehkan.Sehingga kondisi yang demikian tidaklah membawa dia ke ria,
berminyak-minyak air dan melampaui kepada perbuatan yang makruh.
Adapun orang lain, maka tidaklah menyanggupi yang
demikian. Meningkatkan diri untuk bersenang-senang dengan yang
diperbolehkan adalah besar bahayanya. Dan itu adalah jauh dari takut dan
kuatir. Dan kekhususan ulama Allah itu, adalah takut. Dan kekhusus-an
dari takut itu, menjauhkan diri dari tempat-tempat yang disangka berbahaya.
Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, menjauhkan diri dari
sultan-sultan (penguasa-penguasa). Maka tidaklah dia sekali-kali masuk ke
sultan-sultan itu, selama masih ia memperoleh jalan untuk lari dari pada
mereka. Tapi seyogialah ia menjaga diri dari pada bercampur-baur dengan
sultan-sultan itu, meskipun mereka itu datang kepadanya.
Sesungguhnya dunia itu manis menghijau, tali-temalinya di tangan
sultan-sultan. Orang yang bercampur-baur dengan mereka, tidaklah terlepas
dari kerepotan mencari kerelaan dan menarik hati mereka, sedang mereka itu
adalah orang dzalim.
Maka haruslah diatas tiap-tiap orang yang beragama, menantang
mereka dan menyempitkan dada mereka, dengan melahirkan kedzaliman dan
menjelekkan perbuatan mereka.
Orang yang masuk ke dalam kalangan sultan-sultan itu, adakalanya
menolehkan kepada berbaik-baik dengan mereka, lalu ia menodai nikmat Allah
kepadanya. Atau berdiam diri dari menantang sultan-sultan itu, lalu ia
berminyak-minyak air dengan mereka. Atau gangguan dalam perkataannya
mencari kata-kata untuk kesenangan dan membaguskan hal ikhwal sultan-sultan
itu.
Yang demikian itu adalah kebohongan yang nyata. Atau
mengharap akan memperoleh apa-apa dari dunia mereka. Dan itu adalah palsu.
Dan akan datang nanti pada "Kitab Halal dan Haram",
apa yang bisa diambil dari pada harta sultan-sultan dan apa yang tidak bisa
dari barang-barang yang berharga, hadiah dan lainnya.
Kesimpulannya, bercampur-baur dengan sultan-sultan itu adalah
kunci kejahatan. Dan ulama akhirat, jalan yang ditempuh mereka, adalah
menjaga diri.
Nabi صلى الله عليه وسلم. Bersabda : من بدا جفا
Artinya:
"Barang siapa berdiam di kampung, niscaya kosonglah dia".
ومن اتبع الصيد غفل ومن أتى السلطان افتتن
(Wa manit taba'ash shaida ghafala wa man atas sulthaanaftatana).
Artinya: "Dan barang siapa mengikuti binatang buruan, niscaya lalailah dia. dan barang siapa mendatangi setan niscaya Terpesonalah dia ". (1)
ومن اتبع الصيد غفل ومن أتى السلطان افتتن
(Wa manit taba'ash shaida ghafala wa man atas sulthaanaftatana).
Artinya: "Dan barang siapa mengikuti binatang buruan, niscaya lalailah dia. dan barang siapa mendatangi setan niscaya Terpesonalah dia ". (1)
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
وقال صلى الله عليه
وسلم: سيكون عليكم أمراء تعرفون منهم وتنكرون فمن أنكر فقد برىء ومن كره فقد سلم
ولكن من رضي وتابع أبعده الله تعالى قيل أفلا نقاتلهم
"Akan ada padamu amir-amir yang kamu kenal dan kamu tantang. Maka barang siapa menantangnya, sesungguhnya lewatlah dia. Dan barang siapa benci kepadanya, maka sesungguhnya selamatlah dia. Tetapi barang siapa menyetujui dan mendukungnya, niscaya ia dijauhkan Allah Ta'ala ".
"Akan ada padamu amir-amir yang kamu kenal dan kamu tantang. Maka barang siapa menantangnya, sesungguhnya lewatlah dia. Dan barang siapa benci kepadanya, maka sesungguhnya selamatlah dia. Tetapi barang siapa menyetujui dan mendukungnya, niscaya ia dijauhkan Allah Ta'ala ".
Lalu ada yang bertanya: "Apakah kami perangi
mereka?".
Nabi صلى الله عليه وسلم. Menjawab: لا ما صلوا "Jangan,
selama mereka itu mengerjakan shalat!". (2)
Sufyan berkata : "Dalam neraka
jahannam, ada sebuah lembah, yang tidak ditempati selain oleh qurra '(ahli
pembaca Al-Quran), yang mengunjungi raja-raja".
1.Dirawikan dari Abu Dawud dan At Tirmidzi dan
di pandangnya baik dari AnNasai dari ibnu Abbas
2.Dirawikan Muslim dari Ummi Salmah
2.Dirawikan Muslim dari Ummi Salmah
Berkata Hudzaifah: "Berhati-hatilah kamu
dari tempat fitnah!".
Lalu ada yang bertanya: "Manakah tempat fitnah itu?".
Hudzaifah menjawab: "Pintu rumah
amir-amir, di mana seseorang dari kamu masuk ke tempat amir itu, lalu
membenarkannya dalam hal bohong dan mengatakan tentang sesuatu tidak menurut
sebenarnya".
Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata: العلماء أمناء الرسل
على عباد الله تعالى ما لم يخالطوا السلاطين فإذا فعلوا ذلك فقد خانوا الرسل
فاحذروهم واعتزلوهم "Ulama itu adalah pemegang amanah Rasul di atas
hamba Allah Ta'ala, selama mereka tidak bercampur-baur dengan sultan-sultan.
Apabila mereka berbuat yang demikian, maka sesungguhnya mereka telah
mengkhianati rasul-rasul. Maka berhati-hatilah kamu dan menjauhkan dirilah kamu
dari pada mereka! ". Hadits ini dirawikan Anas. (1)
Orang menanyakan A'masy: "Tuan telah menghidupkan ilmu
pengetahuan, karena banyaklah orang yang mengambil ilmu pengetahuan itu dari
pada tuan".
Maka A'masy menjawab: "Janganlah Iekas benar mengatakan
yang demikian! Sepertiga dari mereka yang mengambil ilmu padaku itu, meninggal
sebelum mengerti, sepertiga selalu ke rumah sultan-sultan, maka mereka ini
adalah orang jahat dan yang sepertiga sisanya tidak memperoleh kemenangan,
kecuali sedikit saja ". Dan karena itulah berkata Sa'id bin
Al-Musayyab ra. : "Apabila kamu melihat orang alim, datang menipu
amir-amir, maka waspadalah dari padanya, karena dia itu pencuri".
Al-Auza'i berkata: "Tak adalah sesuatu yang lebih dimarahi
Allah Ta'ala, dari orang alim yang mengunjungi pekerja (yang bekerja pada
amir)".
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: شرار العلماء الذين
يأتون الأمراء وخيار الأمراء الذين يأتون العلماء (Syiraarul
'Ulamaa-i lladziina ya'tuunal umaraa-a wa khiyaarul umaraa-il ladziina
ya'tuunal' Ulamaa ').
Artinya: "Ulama yang jahat, ialah yang datang kepada amir-amir.
Amir yang baik, adalah yang datang kepada ulama-ulama" (2)
Mengatakan Makhul Ad-Dimasyqi ra. : "Barang siapa
mempelajari Al-Qur'an dan memahami Agama, kemudian bergabung sultan, karena
bermanis muka kepadanya dan mengharap sesuatu padanya, niscaya masuklah ia ke
dalam laut dari neraka jahannam menurut bilangan langkahnya".
1.Hadis ini dirawikan oleh Aluqoaili dan
dijelaskan oleh Ibnu Jauzi dalam Hadis Maudhu
2.Dirawikan Ibnu Majah dari Abi Hurairah dengan Sanad dlaif
2.Dirawikan Ibnu Majah dari Abi Hurairah dengan Sanad dlaif
Samnun berkata: "Alangkah kejinya orang alim, yang
didatangi ke tempatnya, lalu tidak ditemukan. Maka ditanyakan tentang orang
alim tadi, lalu mendapat penjawaban:" Dia itu pada amir ".
Menghubungkan Samnun: "Aku pernah mendengar orang
mengatakan:" Apabila kamu melihat orang alim mencintai dunia, maka
curigailah dia terhadap Agamamu! Sampai aku sendiri mencoba yang
demikian. Karena tidaklah sekali-kali aku masuk ke tempat sultan itu,
melainkan aku mengoreksi diriku sesudah keluar dari padanya. Maka aku
dapati di atas diriku bekas dan kamu dapat melihat apa yang aku peroleh
itu. Yaitu: kekerasan, kekasaran dan banyaknya pertentangan untuk hawa
nafsu. Sesungguhnya aku ingin dapat melepaskan diri dari pada masuk ke
tempat sultan itu untuk perawatan diri. Sedang aku tidak pernah mengambil
sesuatu dari padanya atau meminum seteguk air miliknya ".
Kemudian Samnun menghubungkan: "Ulama zaman kita ini,
adalah lebih jahat dari ulama Bani Israil, yang berbicara dengan sultan dengan
murah saja dan dengan yang sesuai dengan keinginan sultan. Dan kalau mereka
berbicara dengan sultan dalam hal yang menjadi tanggungan sultan dan dalam hal
itu dapat melepaskan sultan, niscaya sultan itu merasa berkeberatan. Dan tidak
suka lagi ulama itu masuk ke tempatnya. Dan adalah yang demikian itu melepaskan
bagi ulama di sisi Tuhannya ".
Al-Hasan berkata: "Adalah diantara orang yang sebelum kamu,
seorang laki-laki yang sebelumnya dalam Islam dan menjadi shahabat bagi
Rasulullah saw. Berkata Abdullah bin Al-Mubarak: yang dimaksud dengan orang
tadi, adalah Sa'ad bin Abi Waqqash ra - , Al-Hasan berkata sfeterusnya:
"Orang itu tak pernah mendatangi sultan-sultan dan melarikan diri dari
mereka".
Lalu anak-anaknya berkata kepadanya: "Datangnya kepada
sultan-sultan itu, orang yang tidak seperti ayah tentang pershahabatan dengan
Nabi saw. Dan lamanya dalam Islam. Kalau ayah datang kepada sultan-sultan itu,
bagaimana?".
Orang itu menjawab: "Hai anakkuf Apakah aku datang ke
bangkai yang telah dilingkungi orang banyak? Demi Allah, sesungguhnya, jikalau
aku sanggup,. Niscaya tidaklah aku bersekutu dengan mereka pada bangkai
itu".
Menjawab anak-anaknya: "Wahai ayah kami! Jadi binasalah
kami ini kekurusan!".
Menjawab orang itu: "Hai anak-anakku! Aku lebih suka mati
sebagai mu'min yang kurus, dari pada aku mati sebagai munafiq yang gemuk".
Berkata Al-Hasan: "Orang itu memusuhi sultan-sultan itu,
karena demi Allah ia mengetahui, bahwa tanah memakan daging dan minyak, tidak
memakan iman".
Dan ini suatu petunjuk, bahwa orang yang memasuki tempat sultan
tidak akan selamat sekali-kali dari nifaq (bermuka dua). Dan nifaq itu
adalah berlawanan dengan iman.
Abu Dzar berkata kepada Salmah: "Wahai Salmah, janganlah
engkau mendatangi pintu sultan-sultan! Sesungguhnya engkau tidak akan
memperoleh sesuatu dari pada dunia mereka, melainkan mereka memperoleh dari
agama engkau yang lebih utama dari padanya".
Inilah suatu fitnah besar bagi ulama dan jalan yang sulit bagi
setan untuk memperdayakan ulama. Lebih-lebih bagi ulama yang memiliki cara
berbicara yang mudah diterima orang dan memiliki kata yang manis. Karena
senantiasalah setan membisikkan kepada ulama itu bahwa: "Nasehatmu kepada
sultan-sultan dan kedatanganmu kepadanya, adalah hal yang menakutkan mereka
dari berbuat dhalim dan menegakkan syiar-syiar Agama". Sampai menjadi
khayalan kepada ulama itu, bahwa masuknya ke rumah sultan-sultan itu adalah
setengah dari agama.
Kemudian, ketika telah masuk, lalu senantiasalah ia bersikap
lemah-lembut dalam pembicaraan, berminyak-minyak air dan berkecimpung dengan
memuji dan menyanjung. Dan pada inilah terletaknya kebinasaan
Agama. Dan ada dikatakan: "Ulama itu ketika telah berilmu, niscaya
berbuat (beramal). Ketika berbuat, niscaya sibuk. Ketika telah sibuk, lalu
hilang. Bila telah hilang, lalu dicari. Dan ketika dicari lalu lari".
Umar bin Abdul 'Aziz ra. menulis surat kepada Al-Hasan:
"Am-maaba'du, kemudian dari itu, maka tunjukkanlah kepadaku
golong-an-golongan yang dapat aku meminta tolong padanya, untuk menegakkan
perintah Allah Ta'ala!".
Maka Al-Hasan membalas surat Khalifah Umar bin Abdul 'Aziz tadi:
"Adapun kaum agama, maka mereka tidak berkehendak kepadamu. Dan adapun
kaum dunia, maka engkau tidak berkehen-dak kepada mereka. Akan tetapi, haruslah
engkau dengan orang-orang mulia, karena mereka menjaga kehormatan dirinya dari
pada menodainya dengan pengkhianatan ".
Ini adalah tentang Umar bin Abdul 'Aziz ra. dan adalah ia
yang paling zuhud pada zamannya.
Maka ketika adalah syarat bagi kaum Agama lari dari Umar, maka
bagaimanakah memperoleh perbandingan untuk menemukan orang lain dan bercampur-baur
dengan dia? Dan selalu ulama-ulama terdahulu, seperti: Al-Hasan,
Ats-Tsuri, Ibnul-Mubarak, Al-Fudlail, Ibrahim bin Adham dan Yusuf bin Asbath,
mengatakan tentang ulama dunia, dari penduduk Makkah, negeri Syam dan
lain-lain, Adakalanya karena mereka itu cenderung kepada dunia dan adakalanya
karena bercampur-baur dengan sultan-sultan.
Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat, adalah tidak
terburu-buru memberi fatwa. Tapi berdiri teguh menjaga diri dari memberi
fatwa selama masih ada jalan untuk melepaskan diri.
Jikalau ia ditanyakan tentang apa yang diketahuinya benar-benar
dengan dalil (nash) Kitabullah atau Hadits atau ljma 'atau qiyas yang nyata,
niscaya berfatwalah dia. Dan jikalau ditanyakan tentang sesuatu yang
diragukannya, maka ia menjawab: "Saya tidak tahu (Laa adrii)" Dan
jikalau ditanyakan suatu persoalan yang hampir diyakininya (dhan), berdasarkan
ijtihadnya dan terkaannya, maka dalam hal ini ia berhati-hati, mempertahankan
diri dan menyerahkan penjawabannya kepada orang lain jikalau ada pada orang
lain itu kemampuan:
Inilah hati-hati (al-hazmu) namanya, kereka ikut-ikutan
berijtihad adalah besar sekali bahayanya.
Dalam hadits tersebut:
العلم ثلاثة كتاب ناطق
وسنة قائمة ولا أدري
(Al-'ilmu tsalaatsatun: kitaabun naathiqun wa sunnatun qaaimatun walaa adrii).
Artinya: "Ilmu itu tiga: Kitab yang berbicara, Sunnah yang berdiri tegak dan لا أدري Laa adrii
(Al-'ilmu tsalaatsatun: kitaabun naathiqun wa sunnatun qaaimatun walaa adrii).
Artinya: "Ilmu itu tiga: Kitab yang berbicara, Sunnah yang berdiri tegak dan لا أدري Laa adrii
(Saya tidak tahu) ". (1)
1.Dirawikan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dari
Abdullah Bin Omar-Hadis Marfu
Asy-Sya'bi berkata: لا أدري Laa adrii
"adalah setengah ilmu.Barang siapa berdiam diri dimana yang tidak
diketahuinya karena Allah Ta'ala, maka tidaklah kurang pahalanya dari pada
orang yang berkata-kata. Karena mengaku bodoh adalah amat berat bagi jiwa
". Begitulah adanya kebiasaan para shahabat dan ulama salaf ra.
Adalah Ibnu Umar ketika ditanyakan kepadanya tentang fatwa maka
menjawab: "Pergilah kepada amir itu yang menerima pikul-an tanggung jawab
segala urusan manusia. Maka letakkanlah urusan itu ke atas pundaknya!".
Berkata Ibnu Mas'ud ra. : "Orang yang memberi fatwa
kepada manusia tentang segala persoalan yang diminta mereka fatwa-nya, adalah
gila". Dan berikutnya beliau berkata: "Benteng orang alim itu,
adalah" Laa adrii "( لا أدري saya
tidak tahu). Jikalau ia menyalah-kan benteng itu, maka sesungguhnya telah
mendapat bencanalah tempat-tempat ia berperang ".
Berkata Ibrahim bin Adham ra. : "Tidak adalah yang
lebih menyu-litkan bagi setan, selain dari orang alim yang berkata dengan
ilmunya dan berdiam diri dengan ilmuhya. Setan itu berkata:" Lihatlah
kepada orang alim ini! Diamnya lebih sulit bagiku dari pada perkataannya
".
Setengah mereka menggambarkan الأبدال al-abdal (1),
dengan mengatakan: "Orang shaleh itu makannya seberapa perlu, tidurnya
kalau terpak-sa dan kata-katanya kalau sudah penting. Artinya: mereka tidak
berbicara sehingga ditanya. Dan ketika ditanya, lalu mendapatkan orang-orang
yang memadai , niscaya mereka berdiam diri. Dan kalau diperlukan, baru mereka
menjawab ".
Orang-orang shaleh itu memandang bahwa memulai berbicara sebelum
ditanya, adalah termasuk hawa nafsu yang tersembunyi untuk berbicara.
Ali ra. dan Imam Abdullah ra. melewati seorang
laki-laki yang sedang berbicara dihadapan orang banyak, lalu berkata Ali
ra. : "Orang itu akan mengatakan nanti:" Kamu kenallah aku!
".
Mengatakan setengah mereka bahwa orang berilmu itu ketika
ditanyakan sesuatu masalah, maka seakan-akan dicabut gusinya. Ibnu Umar
berkata: "Kamu berarti membuat kami jembatan, yang akan kamu lalui di atas
kami ke neraka jahannam".
# (1) Al Abdal الأبدال
adalah orang Shaleh yang selalu ada di dunia ini yang di gantikan oleh tuhan
bila ada yang meninggal (peny).
Abu Hafash An-Naisaburi berkata: "Orang alim itu, ialah
yang takut pada pertanyaan, dim ana ditanyakan kepadanya pada hari kiamat
nanti:" Dari manakah penjawaban itu kamu peroleh? ".
Adalah Ibrahim At-Taimi ketika ditanyakan sesuatu masalah, lalu
menangis, seraya berkata: "Apakah tuan-tuan tidak mendapatkan orang lain,
maka tuan-tuan mendesak saya?",
Adalah Abul 'Aliyyah Ar-Rayyahi, Ibrahim bin Adham dan Ats-Tsuri
berbicara dihadapan dua orang, tiga orang dan dihadapan jumlah yang
kecil. Ketika orang sudah banyak lalu mereka itu pergi.
Nabi saw. bersabda:
وقال صلى الله عليه وسلم: ما أدري أعزير نبي أم
لا وما أدري أتبع ملعون أم لا وما أدري ذو القرنين نبي أم لا
(Maa adrii a'uzairun nabiyyun am laa. Wa maa adrii a-tubba'un
mal-'uunun am laa. Wa maa adrii dzulqarnaini nabiyyun am laa).
Artinya:
"Saya tidak tahu, 'Uzair itu nabi atau bukan, saya tidak tahu, Tub-ba' itu
terkutuk atau tidak. Dan saya tidak tahu, Dzulqarnain itu nabi atau
bukan". (1)
رسول الله صلى الله عليه وسلم عن خير البقاع في الأرض وشرها قال:
لا أدري, حتى نزل عليه جبريل عليه السلام فسأله فقال: لا أدري, إلى أن أعلمه الله
عز وجل أن خير البقاع المساجد وشرها الأسواق
Tatkala Rasulullah صلى الله عليه وسلمditanyakan
tentang tempat yang terbaik dan yang terburuk di bumi, maka Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab:
"Laa adrii - Saya tidak tahu". Sampai datanglah Jibril
sa. kepadanya, maka ditanyakannya. Lalu Jibril as. menjawab:
"Laa adrii - Saya tidak tahu"! Sehingga ia diberitahukan oleh
Allah 'Azza wa Jalla, bahwa tempat yang terbaik, adalah masjid dan tempat yang
terburuk adalah pasar ". (2)
Adalah Ibnu Umar ra. ditanyakan sepuluh masalah, maka
dijawabnya satu dan berdiam diri dari sembilan. Dan Ibnu Abbas
ra. menjawab sembilan dan berdiam diri dari satu.
Dalam kalangan ulama fiqh (Fuqaha ') ada yang menjawab "Laa
adrii", lebih banyak dari pada menjawab ". Adrii - saya
tahu". Diantaranya: Sufyan Ats-Tsuri, Malik bin Anas, Ahmad bin
Hanbal, Al-Fudlail bin 'Iyadl dan Bisyr bin Al-Harits.
1.Dirawikan Abu Dawud Dan Alhakim Dari Abu
Hurairah, Tubba 'orang suku Himyar, Orang pertama yang menutupi Ka'bah dengan
Kain
2.Dirawikan Ahmad Abu Ya'ala Al Bazzar Dan Al Hakim dari Ibnu Umar
2.Dirawikan Ahmad Abu Ya'ala Al Bazzar Dan Al Hakim dari Ibnu Umar
Abdur-Rahman bin Ali Laila berkata: "Aku merasa dalam
masjid ini seratus dua puluh orang shahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم Tidak
seorangpun dari mereka yang ditanyakan tentang hadits atau fatwa, melainkan
lebih menyukai bahwa temannya saja cukup menjawabnya ".
Pada kata-kata yang lain dari Abdur-Rahman bin Ali Laila itu
berbunyi: "Adalah suatu masalah diserahkan kepada salah seorang dari
mereka, lalu ia mengembalikannya kepada yang lain. Dan yang lain itu
mengembalikannya kepada yang Iain pula, sehingga masalah itu kembali kepada
orang yang pertama ". Diriwayatkan bahwa teman-teman الصفة Shuffah
(1), dihadiahkan orang kepala kibasy goreng kepada salah seorang dari mereka,
dimana ia sedang melarat benar. Maka dihadiahkannya hadiah tadi kepada
teman yang lain dan teman yang lain itu menghadiahinya kepa-dan yang lain
pula.Dan begitulah beredar diantara mereka, sehingga kembalilah ke yang
pertama.
Lalu lihatlah sekarang, bagaimana terbaliknya pekerti
ulama!. Maka jadilah yang harus ditinggalkan, dicarinya dan yang harus
dicarikan, ditinggalkannya!.
Dibuktikan tentang baiknya berhati-hati dari pada turut-turutan
memberi fatwa, adalah apa yang diriwayatkan dari setengah mereka sebagai hadits
musnad, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: "Tidaklah berfatwa kepada manusia, selain
oleh tiga: أمير أو مأمور amir atau Ma'mur (orang yang disuruh amir) atau
orang yang menanggung sendiri untuk berfatwa
Berkata setengah mereka: "Adalah para shahabat Nabi saw.
Tolak-menolak pada empat hal: menjadi imam, memegang wasiat (testament),
menyimpan tabungan dan memberi fatwa".
Berkata setengah mereka: "Adalah yang paling lekas memberi
fatwa, adalah orang yang ilmunya paling sedikit. Dan yang paling menolak
memberi fatwa, adalah orang yang paling wara '(menjaga diri dari
kesalahan)".
Adalah para shahabat ra. dan tabi'in ra. itu sibuk
pada lima hal, yaitu: membaca Al-Qur'an, meramaikan (memakmurkan) masjid,
berdzikir kepada Allah Ta'ala, beramar ma'ruf dan bemahi munkar ".
1) Teman-teman Shuffah. yaitu segolongan shahabat Nabi saw. yang miskin. Mereka selalu di Shuffah masjid (tempat berteduh dekat masjid Nabi saw. Di Madinah). (Peny).
Yang demikian itu adalah karena mereka mendengar dari sabda Nabi
saw. :
كل كلام ابن آدم عليه
لا له إلا ثلاثة أمر بمعروف أو نهي عن منكر أو ذكر الله تعالى
(Kullu kalaamibni aadama 'alaihi laa lahu illaa tsalaatsatun: Amrun bima'-ruufin au nahyun' an munkarin au dzikrullaahi Ta'aalaa).
(Kullu kalaamibni aadama 'alaihi laa lahu illaa tsalaatsatun: Amrun bima'-ruufin au nahyun' an munkarin au dzikrullaahi Ta'aalaa).
Artinya: "Tiap-tiap perkataan anak Adam (manusia), adalah
memberatkan atas dirinya, tidak menguntungkan kepadanya, selain tiga: amar
ma'ruf atau nahi munkar atau berdzikir kepada Allah Ta'ala". (1)
Berfirman Allah Ta'ala:
لا خير في كثير من
نجواهم إلا من أمر بصدقة أو معروف أو إصلاح بين الناس
(Laa khaira fii katsiirin min najwaahum illaa man amara bishada-qatin au ma'ruufin au-ishlaahin bainannaas).
(Laa khaira fii katsiirin min najwaahum illaa man amara bishada-qatin au ma'ruufin au-ishlaahin bainannaas).
Artinya: "Tidak ada kebaikan pada banyaknya bisikan-bisikan
mereka, tetapi yang mendatangkan kebaikan, adalah orang-orang yang menyuruh
berbuat baik atau menyuruh mendamaikan manusia. (S. An-Nisa ', ayat 114).
Setengah ulama bermimpi bertemu dengan beberapa anggota pikir
dari penduduk Kufah, lalu bertanya: "Apakah yang tuan jumpai tentang
pekerjaan tuan mengeluarkan fatwa dan pendapat?". Maka berobahlah warna
muka orang yang dimimpikan itu dan berpaling dari padanya, seraya mengatakan:
"Tak adalah kami memperoleh sesuatu dari padanya, dan tidaklah kami
memujikan akan akibatnya".
Berkata Ibnu Hushain: "Bahwasanya salah seorang dari mereka
berfatwa tentang suatu masalah, masalah mana, jikalau dibawa kepada Umar bin
Al-Khath-thab ra., Niscaya akan dikumpulkannya seluruh shahabat yang turut
dalam perang Badar untuk membahas-nya".
Maka senantiasalah diam itu menjadi sifat ahli ilmu, kecuali
ketika diperlukan.
1.Dirawikan At-Tirmidzi
dari Ibnu Majjah dari ummu habibah kata Attirmidzi Hasdis Gharib
Pada Hadits tersebut:
إذا رأيتم الرجل قد
أوتي صمتا وزهدا فاقتربوا منه فإنه يلقن الحكمة
(Idzaa ra-aitumurrajula qad uutiya sham ton wa zuhdan faqtaribuu minhu fainnahu yulaqqinul hikmah). Artinya: "Apabila kamu melihat orang bersifat pendiam dan zuhud, maka dekatilah dia sesungguhnya orang itu akan mengajarkan ilmu hikmah". (1)
(Idzaa ra-aitumurrajula qad uutiya sham ton wa zuhdan faqtaribuu minhu fainnahu yulaqqinul hikmah). Artinya: "Apabila kamu melihat orang bersifat pendiam dan zuhud, maka dekatilah dia sesungguhnya orang itu akan mengajarkan ilmu hikmah". (1)
Ada yang mengatakan, bahwa orang alim itu, adakalanya: seorang
alim umum, yaitu mufti dan mereka ini adalah teman sultan. Atau seorang
alim khusus. Dan itulah orang alim dengan ilmu tauhid dan amal perbuatan
hati. Dan mereka itu adalah teman-teman di pondok pesantren yang terpisah
sendirian.
Ada yang mengatakan, bahwa seperti Imam Ahmad bin Hanbal itu,
adalah seperti sungai Tigris (Dajlah), dimana tiap-tiap orang menyauk air dari
padanya. Dan seperti Bisyr bin Al-Harits, adalah seperti sumur berair
tawar yang tertutup, tak ada yang menuju kepadanya, selain seorang demi
seorang. Dan orang banyak itu mengatakan, bahwa si Anu itu berilmu, si Anu
itu ahli ilmu kalam, si Anu itu banyak bicara, dan si Anu itu banyak kerja.
Berkata Abu Sulaiman: "Ma'rifah ke diam, adalah lebih dekat
dari pada ma'rifah kepada berkata-kata". Dan ada yang mengatakan,
bahwa ketika banyak ilmu, maka sedikitlah bicara dan ketika banyak bicara, maka
sedikitlah ilmu.
Salman Al-Farisi ra. menulis surat kepadaAbi'd Darda 'ra.,
dimana keduanya telah dipersaudarakan (2) oleh Rasulullah saw. Surat itu
antara lain berbunyi: يا أخي بلغني أنك قعدت طبيبا تداوي المرضى فانظر فإن كنت طبيبا
فتكلم فإن كلامك شفاء وإن كنت متطببا فالله الله لا تقتل مسلما "Wahai
saudaraku! Telah sampai kepadaku berita bahwa engkau duduk menjadi tabib
mengobati orang-orang sakit. Maka perhatikanlah bahwa jikalau benarlah engkau
tabib, maka berbicaralah, karena pembicaraanmu itu adalah obat! Dan jikalau
engkau berbuat-buat sebagai tabib, Allah - Allah -, janganlah engkau membunuh
orang muslim! ".
Sesudah itu, maka Abi'd Darda 'berhenti-henti berbicara ketika
ditanyakan.
1. Dirawikan Ibnu
Majah dari Ibnu Khallad dengan isnad Dla 'if
2.Hal Ini Hadits Al Bukhari dari Abi Ja'afah.
2.Hal Ini Hadits Al Bukhari dari Abi Ja'afah.
Adalah Anas ra. ketika ditanyakan, maka menjawab:
"Tanya-kanlah kepada penghulu kita Al-Hasan! Dan Ibnu Abbas ra. ketika
ditanyakan, menjawab:" Tanyakanlah kepada Haritsah bin
Zaid! "Dan Ibnu Umar ra. Menjawab!" Tanyakanlah kepada Sa'id bin
Al-Musayyab! ".
Diriwayatkan, bahwa seorang shahabat Nabi saw. meriwayatkan
dua puluh hadits dimuka Al-Hasan; Lalu ditanyakan kepadanya tentang
penafsiran hadits-hadits itu, maka shahabat itu menjawab: "Tak ada padaku
selain meriwayatkan saja".
Lalu Al-Hasan menafsirkan hadits itu satu persatu. Maka
heranlah segala yang hadlir, tentang kebagusan penafsiran dan
hafalannya. Maka shahabat tadi mengambil segenggam kerikil dan
melem-parkan orang-orang itu, sambil berkata: "Kamu menanyakan kepadaku
tentang ilmu, sedang yang ahli ini adalah dekat pung-gungmu"
Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, ialah banyak
perha-tiannya dengan ilmu bathin, dengan muraqabah hati, dengan tentang jalan
akhirat, cara menempuh nya, mengharapkan benar-benar untuk menyingkapkan yang
demikian itu dengan mujahadah dan muraqabah, (1)
Sesungguhnya mujahadah menyebabkan musyahadah dan ilmu hati yang
halus-halus, dimana dengan ilmu-ilmu itu menyembur segala sumber hikmah dari
hati.
Adapun kitab-kitab dan pengajaran, maka tidaklah cukup dengan
itu saja. Tapi hikmah yang diluar hinggaan dan tak terhi-tung itu,
sesungguhnya terbuka dengan mujahadah, muraqabah, langsung mengerjakan amalan
dhahir dan praktek bathin dan duduk beserta Allah 'Azza wa Jalla dalam khilwah
(persembunyian), serta menghairkan hati (jiwa) dengan pikiran yang putih
bersih, terputus dari yang lain, langsung kepada Allah Ta'ala.
Itulah kunci ilham dan sumber kasyaf (terbuka hijab)!.
Berapa banyak
siswa yang sudah lama belajar, tetapi tidak sanggup dengan sepatah katapun
melewati dari pada yang didengarya. Dan berapa banyak siswa, memilih yang
penting saja dalam pelajarannya, menyempurnakan amal dan muraqabah hati, yang
dibukakan Allah kepadanya ilmu hikmah yang halus-halus yang mengherankan akal
orang-orang yang bermata hati.
1) Mujahadah =
Berjihad menumpas hawa nafsu yang menghalangi jiwa dekat kepada tuhan
2.Muraqabah-memperlihat gerak gerak hati jangan sampai terpengaruh kepada dunia dan Hawa nafsu.
3.Musahadah-Menyaksikan dengan jiwa akan kebesaran Allah dan Alam Gharib yang penuh dengan keajaiban kebesaran Allah SWT
2.Muraqabah-memperlihat gerak gerak hati jangan sampai terpengaruh kepada dunia dan Hawa nafsu.
3.Musahadah-Menyaksikan dengan jiwa akan kebesaran Allah dan Alam Gharib yang penuh dengan keajaiban kebesaran Allah SWT
Dan karena itulah Nabi صلى الله عليه وسلم. Bersabda:
من عمل بما علم ورثه
الله علم ما لم يعلم
(Man amila bimaa 'alima warratsahullaahu' ilma maa lam yalam).
Artinya: "Barang siapa mengerjakan dengan apa yang diketahuinya, niscaya dipusakakan Allah kepadanya ilmu pengetahuan yang belum diketahuinya (1)
(Man amila bimaa 'alima warratsahullaahu' ilma maa lam yalam).
Artinya: "Barang siapa mengerjakan dengan apa yang diketahuinya, niscaya dipusakakan Allah kepadanya ilmu pengetahuan yang belum diketahuinya (1)
Pada setengah kitab-kitab lama tersebut: "Hai Bani Israel.
Janganlah kamu mengatakan: ilmu itu di langit, siapakah yang
menurunkannya ke bumi? Janganlah kamu mengatakan ilmu itu dalam perut
bumi, siapakah yang mengeluarkannya ke atas bumi? Dan jangan kamu
mengatakan di seberang lautan, siapakah yang membawanya? Ilmu itu
dijadikan dalam hatimu. Beradablah diha-dapanKu dengan adab ruhaniawan
(ruhaniyyin)! Berbudi-pekertilah kepadaKu dengan budi-pekerti
shiddiqin. Niscaya Aku lahirkan ilmu itu dalam hatimu, sehingga menutupkan
kamu dengan kebaikan dan kelebihan ilmu ".
Mengatakan Sahl bin Abdullah At-Tustari ra. :
"Keluarlah orang-orang berilmu (ulama), orang-orang beribadah (ubbad) dan
orang-orang zuhud (zuhhad) dari dunia ini. Hati mereka terkunci dan tidak
terbuka, selain hati orang-orang shiddiqin dan syuhada (orang-orang syahid )
".
Kemudian Sahl membaca firman Allah Ta'ala:
وعنده مفاتح الغيب لا
يعلمها إلا هو
(Wa 'indahuu mafaatihul ghaibi laa ya'-lamuhaa illaa huwa).
Artinya: "Dan di sisi Allah kunci-kunci yang gaib, tidak ada yang tahu, selain Allah (S. Al-An'am, ayat 59).
(Wa 'indahuu mafaatihul ghaibi laa ya'-lamuhaa illaa huwa).
Artinya: "Dan di sisi Allah kunci-kunci yang gaib, tidak ada yang tahu, selain Allah (S. Al-An'am, ayat 59).
Jikalau tidaklah pengetahuan hati dari orang yang berhati dengan
nur bathin, yang menjadi hakim atas ilmu dhahir, tentu tidaklah
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah
Nabi صلى الله عليه وسلم. Bersabda
استفت قلبك وإن أفتوك
وأفتوك وأفتوك
(Istafti qalbaka wa in aftauka wa aftauka wa aftauka).
Artinya: "Mintalah fatwa kepada hatimu, meskipun orang lain telah berfatwa kepadamu, telah berfatwa kepadamu, telah berfatwa kepadamu!".
(Istafti qalbaka wa in aftauka wa aftauka wa aftauka).
Artinya: "Mintalah fatwa kepada hatimu, meskipun orang lain telah berfatwa kepadamu, telah berfatwa kepadamu, telah berfatwa kepadamu!".
Nabi صلى الله عليه وسلم. Bersabda akan wahyu yang diriwayatkannya dari Tuhannya Yang
Maha Tinggi:
لا يزال العبد يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه
الذي يسمع به ... الحديث
(Laa yazaalul 'abdu yataqarrabu ilayya bin nawaafili hattaa
uhibba-hu fa-idzaa ahbabtuhu kuntu sam-' ahul ladzii yasma'u bihi). Artinya:
"Senantiasalah hambaKu mendekatkan dirinya kepadaKu dengan amal ibadah
sunnah, sampai Aku sayang kepadanya. Bila Aku telah sayang kepadanya, maka
adalah Aku pendengarannya, dimana ia mendengar dengan pendengaran itu (1)
Berapa banyak pengertian-pengertian yang halus dari
rahasia-rahasia Al-Qur'an yang tergores dalam hati orang-orang yang berdzikir
dan berpikir kepada Tuhan semata-mata, yang tidak disebutkan dalam kitab-kitab
tafsir dan tidak sampai kepadanya pandangan ahli-ahli tafsir yang utama.
Bila terbukalah yang demikian itu bagi murid yang المراقب bermuraqabah
dan dikemukakannya kepada ulama-ulama tafsir, niscaya mereka itu akan
menerimanya dengan baik. Dan mereka itu mengetahui bahwa yang demikian
adalah diantara pemberitahuan hati yang suci dan rakhmat Allah Ta'ala dengan
cita-cita yang tinggi, yang dicurahkan kepada murid tersebut.
Dan begitu pula tentang ilmu mukasyafah المكاشفة dan segala rahasia ilmu mu'amalah serta bisikan-bisikan
hati yang halus-halus. Maka tiap-tiap ilmu dari ilmu-ilmu ini adalah
ibarat lautan yang tak terduga dalamnya. Masing-masing siswa hanya
berkecimpung sekedar yang diberikan dan diberikan taufiq kepadanya dari praktek
baik.
1.Dirawikan Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah.
Tentang penyifatan ulama akhirat itu, berkatalah Ali
ra. pada suatu pembicaraan yang panjang: "Hati itu adalah wadah. Hati
yang paling baik adalah hati yang paling menjaga kebajikan. Manusia itu
tiga: عالم
رباني 'Alim rabbani (yang berilmu Ketuhanan); yang
belajar ke jalan kelepasan dan yang bertualang rendah budi, mengikuti semua
orang yang pandai berteriak, condong kemana dibawa angin, tak memperoleh sinar
ilmu dan tidak bersandar pada tiang yang teguh. Ilmu adalah lebih baik
dari harta. Ilmu itu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu
adalah bertambah dengan dibelanjakan dan harta berkurang dengan
dibelanjakan. Ilmu itu agama yang diperpegangi. Dengan ilmu
diusahakan ta'at dalam hidup dan elok sebutan sesudah mati. Ilmu itu hakim
dan harta itu yang dihukum-Kegunaan harta itu hilang dengan
hilangnya. Matilah penjaga-penjaga gudang harta, meskipun mereka itu masih
hidup. Dan ulama itu terus hidup, tetap sepanjang zaman ".
Kemudian Ali ra. menarik nafas panjang, seraya
berkata: هاه "Ah, sesungguhnya di sini banyak ilmu, jikalau
kiranya aku memperoleh orang-orang yang membawanya! Tapi aku memperoleh siswa
yang tidak amanah. Ia menggunakan agama untuk menjadi alat mencari dunia.
Dipandangnya lama-lama akan ni'mat Allah kepada aulia-AuliaNya dan
dilahirkannya menjadi alasan kepada orang banyak. Atau aku memperoleh orang
yang patuh kepada anggota kebenaran. Tapi tertanamlah keragu-raguan dalam
hatinya dengan kedatangan syubhat yang pertama saja. Ia tidak bermata-hati.
Tidak yang ini (orang yang patuh tadi) dan tidak yang itu (siswa yang tidak am
an ah yang tersebut di atas)!. Atau aku memperoleh orang yang terpesona dengan
kesenangan, mudah terlibat dalam pelukan hawa nafsu. Atau aku memperoleh orang
yang Terpe-daya dengan mengumpulkan harta dan penyimpanan, mengikuti hawa
nafsunya, sehingga mereka menyerupai hewan yang mencari rumput di padang luas
.......... Wahai Tuhan! Begitulah kiranya,
Ilmu itu mati, apabila mati
pendukung-pendukungnya. Kemudian, bumi ini tidak akan sunyi dari orang
yang menegakkan kebenaran Allah. Adakalanya yang dhahir terbuka dan
adakalanya yang takut terpaksa. Sehingga tidaklah batal segala hujjah dan
keterangan-kete-rangan Allah Ta'ala.
Berapa orangkah dan dimanakah mereka itu? Mereka adalah
sedikit jumlahnya, tinggi kedudukannya. Diri mereka itu tidak
ada.Orang-orang yang seperti mereka itu, berada di dalam hati. Allah
Ta'ala menjaga hujjah (keterangannya) dengan mereka, Sehingga mereka menyimpan
hujjah itu di belakangnya dan menanamkannya dalam hati orang-orang yang mirip
dengan mereka. Ilmu itu menyerbu orang-orang tadi dalam keadaan yang
sebenarnya. Maka mereka memperoleh secara langsung ruh-keyakinan
(ruhul-yaqin). Lalu mereka memperoleh lunak apa yang diperoleh keras oleh
orang-orang yang merusakkan dan memperoleh jinak apa yang di pandang liar oleh
orang-orang yang lalai.Mereka bergabung dunia dengan tubuh, sedang ruhnya
tergantung di tempat tertinggi. Mereka itu adalah aulia Allah 'Azza wa
Jalla dari makhlukNya, pemegang amanahnya, karyawan, di bumiNya dan
penyeru-penyeru kepada agamanya ".
Kemudian, Ali ra. menangis, seraya berkata: "Alangkah
rindu hatiku ingin melihat mereka ...........!".
Apa yang disebutkan Ali ra. yang terakhir itu, adalah sifat
ulama akhirat. Yaitu: ilmu "yang sebagian besar diperoleh manfaat
dari praktek dan rajin bermujahadah.Dan diantara tanda-tanda ulama akhirat itu,
adalah sangat bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu
adalah modal Agama.
Rasulullah saw. Bersabda: اليقين الإيمان كله
(Al-yaqiinulumaanu kulluh).
Artinya: '"Keyakinan (al-yaqin) itu adalah iman
seluruhnya". (1)
Maka tak dapat tidak mempelajari ilmul-yaqin (ilmu keyakinan),
yakni: bagian yang permuiaannya. Kemudian, terbukalah bagi hati jalannya.
Dan karena itulah Nabi صلى الله عليه وسلم.
Bersabda: تعلموا اليقين
(Ta'allamul yaqiin).
Artinya: "Pelajarilah keyakinan (2)
Maksudnya: duduklah bersama orang-orang yang berkeyakinan
(al-muqinin) dan dengarlah dari mereka ilmul-yaqin.Biasakanlah mengikuti mereka,
sehingga kuatlah keyakinanmu, sebagaimana kuatnya keyakinan mereka.
1.Dirawikan Al Baihaqi
dan Al Khotib dari ibnu mas'ud dengan isnad Hasan
2.Dirawikan Abu Na'im dari Tsaur bin Yazid, Hadis Mursal
2.Dirawikan Abu Na'im dari Tsaur bin Yazid, Hadis Mursal
Sedikit dengan yakin, adalah lebih baik dari banyak
amal. Nabi saw. bersabda, tatkala dikatakan kepadanya tentang: orang
yang baik yakinnya, banyak dosanya dan orang yang rajin beribadah, sedikit
yakinnya, dimana beliau lalu bersabda:
ما من آدمي إلا وله ذنوب
(Maa min
Aadamiyyin illaa wa lahu dzunuub).
Artinya: "Tak adalah anak Adam melainkan memiliki dosa". (1)
Artinya: "Tak adalah anak Adam melainkan memiliki dosa". (1)
Tetapi orang yang tabiatnya berakal dan sifatnya yakin, maka
dosanya tidaklah mendatangkan kemelaratan kepadanya.Karena tiap kali ia berdosa
lalu bertobat, meminta ampun dan menyesal. Maka tertutuplah (terhapuslah)
semua dosanya dan tinggallah baginya prioritas, dimana ia akan masuk ke sorga
dengan prioritas itu.
Karena itulah, Nabi saw. bersabda:
من أقل ما أوتيتم اليقين وعزيمة الصبر ومن أعطى حظه منهما لم يبال
ما فاته من قيام الليل وصيام النهار
(Min aqalli maa uutiitumul yaqiina wa 'aziimatash-Shabri wa man
u'-thiya hadhdhahu minhumaa lam yubaali maa faatahu min qiyaamil laili wa
shiyaamin nahaar).
Artinya:
"Sesungguhnya dari yang paling sedikit diberikan kepada kamu, ialah; yakin
dan teguh kesabaran. Barang siapa diberi bagian dari yang dua itu, niscaya tak
perdulilah itu apa yang tertinggal, dari shalat malam dan puasa siang".
(183)
Dalam wasiat Luqman kepada putranya, tersebut: "Hai anakku!
Tak sangguplah amal perbuatan itu di kerjakan, selain dengan yakin. Tidaklah
manusia itu bekerja, melainkan sekedar keyakinannya. Dan tidaklah yang beramal
itu mempersingkat amalannya, kecuali telah kurang yakinnya".
1 .. dirawikan At-Tirmidzi dari
Anas.
183 حديث: ((من أولى ما أوتيتم اليقين وعزيمة الصبر ... الحديث)) لم أقف له على أصل وروى ابن عبد البر من حديث معاذ: ((ما أنزل الله شيئا أقل من اليقين ولا قسم شيئا بين الناس أقل من الحلم ... الحديث)).
183 حديث: ((من أولى ما أوتيتم اليقين وعزيمة الصبر ... الحديث)) لم أقف له على أصل وروى ابن عبد البر من حديث معاذ: ((ما أنزل الله شيئا أقل من اليقين ولا قسم شيئا بين الناس أقل من الحلم ... الحديث)).
Yahya bin Ma'az berkata: "Sesungguhnya tauhid itu memiliki
nur (cahaya) dan syirik itu memiliki nar (api). Dan nur tauhid itu lebih
membakar segala kejahatan orang-orang yang bertauhid, dari api syirik yang
membakar segala kebajikan orang-orang musyrik ".
Yahya berarti dengan yang demikian, adalah "yakin".
Allah Ta'ala telah menunjukkan dalam Al-Qur'an kepada
menyebutkan orang-orang yang yakin (al-muqinin) - pada beberapa tempat, yang
menunjukkan, bahwa "yakin" itu adalah ikatan untuk kesejahteraan dan
kebahagiaan.
Jikalau Anda bertanya "Apakah artinya yakin itu? Apakah
artinya kuat dan lemahnya yakin?", Maka harus terlebih dahulu memahami
"yakin" itu, kemudian berusaha mencari dan
mempelajarinya. Sesuatu yang tidak dipahami bentuknya, niscaya tidak
mungkin mencarinya.
Ketahuilah, bahwa yakin itu suatu kata yang berserikat, yang
dipakai oleh dua orang untuk dua pengertian yang berbeda.
Adapun golongan pengamat dan ulama ilmu kalam, memakai kata-kata
"yakin" itu dari ke-tidak-raguan (tidak diragukan), karena condongnya
hati kepada mengizinkan sesuatu, memiliki empat lantai:
Pertama: bahwa seimbanglah antara membenarkan dan
mendustakan. Dan untuk itu, dikatakan: syak (ragu) .. seumpama: ketika
Anda ditanyakan tentang seorang yang tertentu, apakah ia disiksa-kan oleh Allah
Ta ala atau tidak, sedang kondisi orang itu, Anda tidak
mengetahuinya. Maka hati Anda tidak condong ke mengatur, dengan: ya atau
tidak, tetapi bersamaanlah pada Anda kemungkinan dua hal tadi. Maka ini
dinamakan diragukan.
Kedua: bahwa condonglah jiwa Anda ke salah satu dari dua hal
itu, serta merasa dengan kemungkinan sebaliknya. Tapi kemungkinan tadi,
tidak mencegah untuk menguatkan yang pertama. Seumpama ketika Anda
ditanyakan tentang orang yang Anda kenal dengan shalih dan taqwa, bahwa orang
itu jikalau meninggal dunia dalam keadaan yang demikian, apakah ia
disiksa? Maka jiwa Anda condong ke pendapat: bahwa orang itu tidak akan
disiksa, lebih banyak dari condongnya jiwa Anda kepada ia disiksa.
Yang demikian itu, adalah karena jelasnya tanda-tanda
keshalehannya. Dalam pada itu, Anda dapat saja memandang ada sesuatu hal
yang tersembunyi pada bathin dan rahasia orang itu, yang mengharuskan ia
disiksa.
Ke-dapat-sajaan itu adalah menyamai dengan kemiringan tadi,
tetapi tidaklah menolak kuatnya miring itu. Maka kondisi ini disebut:
dhan.
Ketiga: bahwa condonglah hati untuk mengizinkan sesuatu, dimana
keraslah membenarkan itu pada hati dan tidak terguris yang lain di
hati. Dan kalaupun teiguris yang lain pada hati itu, tapi hati enggan
menerimanya.
Tapi tidaklah yang demikian itu disertai pengetahuan yang
diya-kini. Karena jikalau orang yang beiada pada tingkat ini mempergunakan
dengan sebaik-baiknya penelitian dan perhatian kepada yang meragu-ragukan dan
keboleh-sajaan, maka meluaslah hatinya kepada keboleh-sajaan (at-taj-wiz). Dan
ini disebut: i'tiqad yang mendekati kepada yaqin. Dan itu adalah: i'tiqad
orang awwam tentang agama seluruhnya, ketika i'tiqad itu telah terhunjam dalam
jiwa-nya dengan mendengarkan semata-mata. Sehingga setiap firqah
(golongan) percaya bahwa alirannya (madzhabnya) yang shah, imamnya dan pengikut
firqahnya saja yang benar. Jikalau dijelaskan kepada salah seorang mereka
kemungkinan imamnya salah, niscaya larilah ia dari pada menerima.
Keempat: ma'rifat yang sebenarnya
(ma'rifah haqiqiah) yang diperoleh dengan jalan dalil yang tidak diragukan dan
tidak tergambar keraguan lagi padanya.
Bila tak ada lagi keraguan dan kemungkinan adanya keraguan itu,
maka disebutlah: yaqin pada mereka (golongan pengamat dan ulama ilmu kalam).
Misalnya: ketika ditanyakan kepada orang yang berakal:
"Apakah pada yang ada itu (al-wujud), SESUATU yang qadim? Maka tidaklah
mungkin bagi orang itu membenarkannya dengan tanpa berpikir (bil-badihah),
karena Yang Qadim itu tidak dapat diketahui dengan pancaindera . Tidak seperti
matahari dan bulan. Maka orang itu dapat memungkinkan adanya matahari dan bulan
itu dengan pancaindera. Dan tidaklah mengetahui adanya Suatu Yang Qadim Azali
itu dengan mudah (dlaruri), seperti mengetahui bahwa dua lebih banyak dari
satu. Bahkan seperti mengetahui terjadinya yang baru (haadits), dengan tanpa
sebab itu mustahil. Maka ini juga dlaruri.
Maka berhaklak bagi akal tidak langsung membenarkan adanya Yang
Qadim itu dengan jalan spontan dan tanpa berpikir.Kemudian, setengah manusia
mendengar yang demikian dan mengizinkan dengan mendengarkan itu secara yaqin
dan terus-menerus kepada yang demikian.
Dan itulah yang disebut: i'tiqad (aqidah). Dan yang
demikian itu adalah kondisi sekalian orang awwam.
Setengah manusia membenarkannya dengan dalil. Dan dalil itu,
adalah dikatakan kepadanya: jikalau tidak ada pada al-wujud (yang ada ini)
qadim, maka yang ada itu (al-maujudat) seluruhnya baru (haadits). Jikalau
seluruhnya itu baru, maka adalah ia itu baru dengan tanpa sebab. Atau ada
padanya baru yang dengan tanpa sebab. Dan yang demikian itu adalah
mustahil Maka yang menyebabkan mustahil itu adalah mustahil.
Dari itu, maka haruslah menurut akal, membenarkan adanya Suatu
Yang Qadim dengan dlarurah. Karena bagian-bagian itu tiga:
Yaitu, seluruh al-maujudat itu. qadim atau seluruhnya
haadits (baru) atau setengahnya qadim dan setengahnya baru.
Jikalau seluruhnya qadim, maka berhasillah yang
dicari. Karena secara keseluruhan sudah ada yang qadim. Dan jikalau
seluruhnya baru, maka itu mustahil. Karena menyebabkan adanya kejadian,
tanpa sebab. Maka tetaplah bagian ketiga atau pertama.
Dan tiap-tiap ilmu yang diperoleh dengan cara ini, disebut:
yaqin pada golongan pemeihati dan ahli ilmu kalam. Sama saja berhasilnya
dengan memperhatikan contoh yang telah kami sebutkan atau berhasilnya dengan
pancaindera atau gharizah akal, seperti mengetahui mustahilnya yang baru dengan
tanpa sebab. Atau dengan berita yang mutawatir (berita yang berturut-turut
dari orang banyak, yang tak mungkin sepakat membohong), seperti mengetahui adanya
kota Makkah. Atau dengan percobaan, seperti mengetahui, bahwa sakmunia
yang dimasak menjadi menceret. Atau dengan dalil, seperti yang telah kami
sebutkan di atas tadi.
Maka syarat pemakaian nama ini pada mereka itu adalah: tidak
diragukan. Setiap ilmu yang tak diragukan lagi, pada mereka disebut:
yaqin.
Berdasarkan ini, maka "yaqin" itu tidak ditandai
dengan "lemah", karena tak ada berlebih-kurang tentang
"tidak-ragu" itu.
Istilah kedua, ialah istilah ulama-ulama fiqih, ahli tasawuf dan
kebanyakan ulama lainnya. Yaitu: tidak menoleh pada kata-kata
"yaqin" itu kepada segi "pembolehan dan
keraguan". Tetapi kepada penguasaan dan kerasnya atas akal.Sehingga
dikatakan: si Anu lemah keyakinannya kepada mati, sedang ia tidak ragu untuk
mati itu. Dan dikatakan: si Anu itu kuat keyakinannya tentang kedatangan
rezeki, pada hal bisa jadi rezeki itu tidak datang kepadanya.
Sementara hati telah condong kepada mengizinkan sesuatu dan yang
demikian itu telah keras atas hati dan menguasainya. Sehingga sesuatu itu
menjadi yang mengatur dan yang menentukan pada hati dengan pembolehan dan
pelarangan. Maka dinamakanlah yang demikian itu
"yaqin". Dan tak diragukan lagi, bahwa manusia bersama-sama
meyakini mati dan tak ada keraguan padanya. Tapi dalam kalangan manusia
itu, ada orang yang tidak memiliki perhatian dan persiapan untuk menghadapi
mati. Seolah-olah ia tidak yaqin dengan kedatangan mati. Ada pula
diantara manusia, yang demikian itu menguasai benar pada hatinya, sehingga
seluruh perhatiannya ditumpahkannya kepada persiapan menghadapi
mati. Tidak ditinggalkannya kesempatan untuk yang lain. Maka kondisi
yang seperti ini, dikatakan: kuat keyakinan.
Dari itu berkata setengah ulama: "Tidaklah aku melihat
suatu keyakinan yang tak ada keraguan lagi padanya, yang menyerupai dengan
keraguan yang tak ada keyakinan padanya, selain dari: mati.
Berdasarkan istilah inilah, maka keyakinan itu disebut: lemah
dan kuat. Dan kami maksudkan dengan kata kami, bahwa setengah dari kondisi
ulama akhirat, adalah menyerahkan seluruh kesungguh-annya kepada menguatkan
keyakinan, adalah dengan kedua pengertian yang di atas tadi. Yaitu: tidak
diragukan (tidak ragu), kemudian menguatnya keyakinan itu di dalam
hati. Sehingga keyakinan-lah yang memenangkan, yang mengatur dan yang berbuat
pada hati.
Apabila ini telah dipahami, niscaya Anda mengetahui bahwa yang
dimaksud dari perkataan kami, adalah yaqin itu terbagi tiga: kuat dan lemah,
banyak dan sedikit, tersembunyi dan terang.
Adapun yang dimaksud dengan kuat dan lemah, maka didasarkan pada
istilah yang kedua. Yang demikian itu, adalah menurut keras dan
berkuasanya atas hati. Derajat pengertian yaqin tentang kuat dan lemahnya,
tidaklah berkesudahan.Berlebih-kurang persediaan manusia untuk mati, adalah
menurut berlebih-kurangnya keyakinan sepanjang pengertian-pengertian itu.
Adapun berlebih-kurang tentang tersembunyi dan terangnya
keyakinan pada istilah yang pertama, maka tidak pula dapat
dibantah. Adapun pada yang menyelusup kepadanya ke-bisa-saja-an
(at-taj-wiz), maka tidaklah dapat dibantah.Yakni: istilah yang kedua. Dan
juga pada yang tak ada keraguan padanya, tak ada jalan untuk membantahnya.
Sesungguhnya Anda dapat membedakan antara Anda mengizinkan
adanya Makkah dan adanya Fadak o> umpamanya dan antara Anda mengizinkan
adanya Musa as. dan adanya Yusya 'as., sedang Anda sebenarnya tidak ragu
tentang kedua hal itu.
Yang menjadi sandaran keduanya itu, ialah berita
mutawatir. Tapi Anda melihat yang satu lebih terang dan lebih jelas pada
hati Anda dari pada yang kedua. Karena sebab pada salah satu dari pada
keduanya adalah lebih kuat. Yaitu: banyaknya orang yang memberita-kan.
Dan begitu pula orang yang memperhatikan ini akan memperoleh
pada teori-teori yang dikenal dengan dalil-dalil. Maka tidaklah jelas apa
yang ditunjukkan dengan satu dalil, seperti jelasnya apa yang ditunjukkan
dengan banyak dalil, meskipun keduanya sama, tidak diragukan.
Dan ini kadang-kadang di ban tali oleh ahli ilmu kalam, yang
mengambil ilmu dari kitab-kitab dan pendengaran dan tidak mendasarkan
pendapatnya pada kondisi yang berlebih-kurang.
Tentang sedikit dan banyaknya keyakinan, maka yang demikian itu
adalah disebabkan banyaknya tempat-tempat tersangkutnya
keyakinan. Seumpama dikatakan; Si Anu adalah lebih banyak ilmunya
dari si Anu. Artinya: yang diketahuinya lebih banyak.
Karena itulah, kadang-kadang seorang alim itu kuat keyakinannya
tentang semua yang dibawa Agama dan kadang-kadang kuat keyakinannya pada
sebagian saja.
Jika Anda berkata: "Aku telah memahami akan" yakin
", kuat dan lemahnya, banyak dan sedikitnya, terang dan tersembunyinya,
dengan pengertian: tidak ragu atau dengan pengertian: telah menguasai hati,
maka apakah artinya: tempat-tempat tersangkutnya keyakinan dan tempat- tempat
yang dilaluinya? Dan pada apa yang diklaim adanya keyakinan? Karena saya,
selama tidak menge-tahui apa yang dituntut adanya keyakinan padanya, maka
belumlah sanggup saya mencarinya ".
1.Fadak, adalah nama suatu desa dari desa
Khaibar (Al-i thaf, hal 415, jilid 1}. (Peny).
Maka katahuilah bahwa sekalian yang dibawa nabi-nabi as. dari awal sampai kepada kesudahannya, adalah menjadi tempat lalunya keyakinan itu.
Maka sesungguhnya yakin itu, adalah ibarat dari ma'rifah
tertentu. Dan tempat hubungannya adalah segala ilmu pengetahuan yang
dibawa agama. Dan janganlah kiranya diharapkan menghinggainya. Tapi
aku akan menunjukkan kepada sebagian saja. Yaitu induk-induknya.
Diantaranya adalah TAUHID. Yaitu melihat segala sesuatu
dari yang menyebabkan alasan. Dan tidak menoleh kepada
perantara-perantara. Tapi, melihat perantara-perantara itu dijadikan untuk
kepentingannya. Tak ada hukum apa-apa pada perantara-perantara
itu. Orang yang memungkinkan ini adalah orang yang berkeyakinan penuh.
Maka kalau tak ada kemungkinan ragu dalam hatinya serta
keimanan, niscaya orang itu memiliki keyakinan dengan salah satu dari dua
pengertian itu. Jikalau mengalahkan atas hatinya serta keimanan, oleh
sesuatu kemenangan yang menghilangkan kemarahannya kepada perantara dan rela
serta berterima kasih kepada perantara-perantara itu dan menempatkan perantara-perantara
tadi dalam hatinya sebagai pena dan tangan terhadap orang yang memperoleh
kenikmatan dengan menurunkan tanda tangannya, maka sesungguhnya orang tadi
tidak berterima kasih kepada pena dan tangannya dan tidak marah kepada keduanya
(kalau tanda tangan itu membahayakan kepadanya), tetapi melihat kedua benda
tadi dua macam alat yang digunakan dan menjadi perantara belaka.
Maka jadilah dia, orang yang yakin dengan pengertian yang kedua.
Dan itu yang lebih mulia (pada tingkat-tingkat keyakinan). Yaitu:
buah, jiwa dan manfaatnya keyakinan pertama.
Sementara telah diyakini benar-benar, bahwa matahari, bulan,
bintang, benda keras (Jamad), tumbuh - tumbuhan, hewan dan makhluk seluruhnya
dijadikan untuk kemanfa'atan bagi manusia dengan kehendakNya, seperti dijadikan
pena untuk kemanfa'atan dalam tangan seorang penulis dan bahwa qudrah yang
azali, adalah sumber bagi seluruhnya, maka berkuasalah dalam hatinya kemenangan
tawakkal, rela dan menyerah diri. Dan jadilah dia seorang yang yakin,
bebas jiwanya dari marah, dengki, busuk hati, dan perilaku buruk.
Inilah salah satu dari pintu-pintu yakin! Dan sebagian dari
padanya adalah percaya kepada jaminan Allah Ta'ala dengan rezeki, yang tersebut
dalam firmannya:
وما من دابة في الأرض إلا على الله رزقها
(Wa maa min
daabbatin fil ardli illaa 'alallaahi rizquhaa).
Artinya: "Tidak adalah yang merangkak-rangkak di bumi ini, melainkan rezekinya ada pada Allah Ta'ala". (S. Hud, ayat 6).
Artinya: "Tidak adalah yang merangkak-rangkak di bumi ini, melainkan rezekinya ada pada Allah Ta'ala". (S. Hud, ayat 6).
Yakin bahwa rezeki itu akan datang kepadanya dan apa yang
ditaqdirkan, akan sampai kepadanya. Dan sementara yang demikian itu telah
memenangkan dalam qalbunya, niscaya adalah ia dengan jalan tidak terurai pada
mencari rezeqi. Dan akan tidak bersangatan lobanya, rakusnya dan sedihnya
atas sesuatu yang tidak diperolehnya.
Keyakinan tersebut membuahkan juga sejumlah ta'at kepada Allah
Ta'ala dan budi pekerti yang terpuji.
Sebagian dari buah yakin itu, ialah bahwa mengerasi atas
qalbunya, bahwa orang yang melakukan praktek baik meskipun seberat kuman yang
halus, niscaya akan dilihatnya. Dan siapa berbuat praktek buruk meskipun
seberat kuman yang halus niscaya akan dilihatnya. Yaitu keyakinan dengan
pahala dan siksa, sehingga ia melihat hubungan t & 'at kepada pahala
sebagai hubungan roti kepada kenyang. Dan hubungan ma'siat kepada siksa,
sebagai hubungan racun dan ular berbisa kepada kebinasaan.
Maka sebagaimana ia berusaha benar-benar menghasilkan roti untuk
memperoleh kekenyangan, lalu dijaganya sedikit dan banyaknya roti itu, maka
demikian pulalah ia berusaha berbuat ta'at sedikit dan
banyaknya. Sebagaimana ia menjauhkan sedikit racun dan banyaknya, maka
demikian pula ia menjauhkan perbuatan ma'siat sedikitnya dan banyaknya,
kecilnya dan besarnya.
Maka keyakinan dengan pengertian yang pertama itu, kadang-kadang
ada pada kaum mu'min umumnya. Tetapi dengan penger-tian yang kedua, adalah
tertentu bagi orang-orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah
Ta'ala. Dan buah dari keyakinan ini, adalah benarnya muraqabah dalam
segala gerak dan diam, dalam segala yang terlintas di dalam hati, dalam
bersangatan bertaqwa kepada Tuhan dan dalam memelihara diri dari segala
kejahatan.
Semakin keyakinan bertambah keras, maka menjaganya dan
mengaturnya pun semakin bertambah berat dan sulit.
Sebagian dari pintu yakin itu, ialah yakin bahwa Allah Ta'ala
melihat kita dalam segala hal, menyaksikan segala yang terbisik dalam lubuk
hati kita dan yang tersembunyi dalam gurisan hati dan pikiran kita.
Inilah keyakinan bagi setiap mu'min dengan pengertian yang
pertama itu, yaitu: tidak ragu. Adapun dengan pengertian yang kedua dan
itulah yang dimaksud, maka adalah sulit, tertentu bagi orang-orang shiddiq
(orang-orang yang membenarkan segala yang datang dari agama). Buahnya,
adalah bahwa manusia yang demikian dalam kesunyiannya, beradab bersopan santun
dalam segala hal-ikhwalnya, sebagai seorang yang duduk menghadap seorang kaisar
yang melihat kepadanya. Maka senantiasalah dia menundukkan kepala beradab
dalam segala amal perbuatannya, menahan, memelihara dari segala gerak yang
menyalahi adab kesopanan.
Dia dalam pemikiran kebathinannya, adalah seperti dengan segala
perbuatan dhahirnya. Sebab ia yakin benar-benar bahwa Allah Ta'ala melihat
ke isi hatinya, sebagaimana orang banyak melihat ke dhahirnya. Maka
bersangatannya pada mengembangkan batinnya, membersihkan dan menghiaskannya
pada pandangan Allah Ta'ala, adalah lebih bersangatan dari pada menghiasi tubuh
dhahirnya pada pandangan manusia.
Keyakinan yang seperti ini mewarisi malu, takut, rendah hati,
hina diri, tenang, tunduk dan sejumlah lagi dari budi pekerti yang terpuji.
Budi pekerti yang terpuji ini, mewarisi berbagai macam ta'at
yang tinggi kepada Tuhan.
Maka yakin dalam masing-masing pintu dari pintu-pintu yang
tersebut di atas, adalah seumpama pohon kayu. Dan budi pekerti yang
terpuji tadi dalam hati adalah seumpama ranting-rantingnya yang bercabang
merindang. Amal perbuatan ini dan ta'at yang menon-jol dari budi pekerti
itu, adalah Iaksana buah dan bunga yang tersebar pada ran ting-ran ting.
Maka yakin adalah pokok dan sendi, memiliki tempat berlalu dan
pintu, lebih banyak dari yang dapat kita perkirakan.Dan akan dijelaskan nanti,
pada Bagian Yang Melepaskan Dan Bahaya insya Allah Ta'ala. Dan sekedar
ini, mencukupilah sekarang untuk memberi pengertian kata "yakin".
Juga diantara sifat-sifat ulama akhirat itu, adalah ia selalu
merasa sedih, hancur hati, menunduk kepala dan berdiam diri.Bekas takut-nya
kepada Allah Ta'ala tampak atas kondisi, pakaian, perjalanan, gerak dan diam,
berbicara dan tidak berbicara, siapa saja yang memandang kepadanya, maka
pandangan itu mengingatkan dia kepada Allah Ta'ala. Rupanya menunjukkan
kepada amal perbuatannya.
Kuda tunggang, matanya adalah kacamatanya. Ulama akhirat
dikenal dengan tanda-tanda yang ada padanya, tentang ketenangan diri, kehinaan,
dan kerendahan.
Ada ulama yang mengatakan bahwa tak ada pakaian yang
dianugerahkan Tuhan kepada hambaNya, yang lebih baik dari khusyu 'dalam
ketenangan bathin. Itulah pakaian para nabi, tanda orang-orang shalih,
shiddiq dan para alim ulama.
Adapun kata batil, bersenda-gurau yang tidak dijaga, tertawa
terbahak-bahak, bergerak semberono dan berbicara tajam, semuanya itu adalah
bekas-bekas dari kesombongan, merasa am an dan lengah dari siksaan Tuhan Yang
Maha Besar dan kesangatan amarah-Nya.
Sifat yang tersebut ini adalah kebiasaan anak-anak dunia yang
lupa kepada Allah. Bukan kebiasaan ulama-ulama.
Pahamilah ini! Karena ulama seperti kata Sahl At-Tusturi
ada tiga: Ulama yang mengetahui dengan suruh Allah, tidak mengetahui dengan hari-hari
Allah. Yaitu mereka yang berfatwa tentang halal dan haram. Ilmu ini
tidak mewariskan takut kepada Allah. Ulama yang mengetahui akan Allah dan
tidak mengetahui akan suruh Allah dan hari-hari Allah. Yaitu orang mu'min
umumnya. Dan ulama yang mengetahui akan Allah Ta'ala, suruhnya dan
hari-hari Nya. Yaitu orang-orang shiddiq. Takut dan khusyu ', telah
menang atas mereka.
Dimaksudkan dengan hari-hari Allah adalah segala macam
siksaanNya yang tidak diketahui batasnya dan segala macam nikmat yang tersembunyi
yang dilimpahkanNya pada abad-abad yang lampau dan abad-abad yang akan datang.
Orang yang luas pengetahuannya tentang itu, maka sangatlah
ta-kutnya dan lahirlah khusyu'nya.
Berkata Umar ra. : Pelajarilah ilmu! Pelajarilah untuk
ilmu itu ketentraman, ketetapan hati dan kelembutan jiwa!Tunduklah dengan
merendahkan diri kepada orang tempat kamu belajar! Begitu pula, harus
tunduk kepadamu orang yang belajar pada-mu! Janganlah kiranya kamu menjadi
ulama yang bertabi'at kasar! Maka tidaklah ilmumu itu tegak dengan alasan
kejahilahmu itu ".
Ada dikatakan, bahwa Allah Ta'ala tidakmenganugerahkan kepada
hambaNya bersama ilmu itu kelembutan hati, kerendahan diri, kebaikan budi dan
kekasih sayangan kepada makhluk IlahL
Itulah ilmu yang bermanfaat. Dan pada atsar (ucapan
orang-orang terdahulu), ada yang mengatakan bahwa orang yang dianugerahi ilmu
oleh Allah Ta'ala, zuhud, tawadlu 'dan kebaikan budi, maka adalah dia imam dari
orang-orang yang bertaqwa kepadaNya. Dalam hadits Nabi صلى الله عليه وسلمtersebut: إن من خيار أمتي قوما
يضحكون جهرا من سعة رحمة الله ويبكون سرا من خوف عذابه أبدانهم في الأرض وقلوبهم
في السماء أرواحهم في الدنيا وعقولهم في الآخرة يتمشون بالسكينة ويتقربون بالوسيلة "Diantara umatku yang terbaik, adalah suatu kaum yang
tertawa terang-terangan dari luas rakhmat Allah dan menangis secara
sembunyi-sembunyi karena takut 'akan' azab Allah. Badannya dibumi jiwanya di
langit. Rohnya di dunia dan akalnya di akhirat. Berjalan mereka dengan tenang
dan mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan wasilah (jalan yang
menyampaikan kepada ". (1)
Berkata Al-Hasan: "Lembut hati itu wazir ilmu. Kasih sayang
itu bapak ilmu. Merendahkan diri itu pakaian ilmu".
Berkata Bisyr bin Al-Harts: "Barang siapa mencari menjadi
kepala dengan ilmu, maka dia telah mendekatkan dirinya kepada Tuhan dengan
kemarahan Tuhan. Orang itu tercela di langit dan di bumi".
Diriwayatkan dalam ceritera-ceritera Bani Israil bahwa seorang
ahli hikmah telah mengarang tiga ratus enam puluh karangan tentang ilmu hikmah,
sehingga dia dipanggil al-hakim (ahli ilmu hikmah). Maka diwahyukan Tuhan
kepada Nabi mereka, yang isinya:
1.Dirawikan Al-Hakim dan At-Baihaqi dan
'Ijattl bin Sulaiman dan dipandangnya dla'if.
"Katakanlah kepada si Anu! Telah engkau penuhkan bumi ini
dengan kemunafikan (nifaq), Dan sedikitpun tidak engkau kehen-daki akan Aku
dengan perbuatan itu. Sesungguhnya Aku tidak menerima suatu pun dari
kemunafiqanmu itu".
Maka orang itu menyesal dan meninggalkan perbuatamya. Lalu
pergi bergaul dengan orang awwam, berjalan di pasar-pasar, tolong-dengan kaum
Bani Israil dan merendahkan diri. Maka diwahyukan Allah kepada Nabi
mereka, yang berbunyi: "Katakanlah kepadanya! Sekarang telah Aku berikan
taufiq kerelaanKu".
Berceritera Al-Auza'i ra. dari Bilal bin Sa'ad bahwa Bilal
berkata: "Seseorang kamu bila memandang ke polisi, lalu berlindung dengan
Allah dari padanya. Dan bila ia memandang kepada ulama duniawi yang
membuat-buat budi baik, yang memburu menjadi kepala, maka ia tidak mengutuk
mereka, pada hal merekalah yang lebih berhak dikutuk dari pada polisi itu
".
Diriwayatkan bahwa ada orang bertanya kepada Nabi saw. :
"Wahai Rasulullah! Amalan apakah yang lebih utama?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم : "Tinggal
yang haram dan mulutmu senantiasa basah dari berdzikir kepada Allah
Ta'ala".
Bertanya lagi orang kepadanya: "Shahabat manakah yang lebih
baik?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم: "Yaitu seorang
shahabat jika engkau berdzikir kepada Allah niscaya dia menolong engkau. Dan
jika engkau lupa berdzikir, niscaya diperingatinya engkau".
Lalu bertanya lagi orang itu kepada Nabi saw.: "Shahabat
manakah yang jahat?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم: "Yaitu shahabat
jikalau engkau lupa, tidak diperingatinya akan engkau. Dan jika engkau teringat
mengingat akan Allah, maka dia tidak menolong akan engkau".
Bertanya orang itu lagi: "Manusia manakah yang lebih
berilmu?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم "Yang
paling takut kepada Allah Ta'ala".
Kemudian bertanya lagi orang itu kepada Nabi saw. :
"Terangkan-lah kepada kami, orang-orang kami yang baik, yang akan kami
ambil untuk teman duduk berceritera".
Nabi saw. صلى الله عليه وسلمmenjawab: قيل يا رسول الله أي
الأعمال أفضل قال اجتناب المحارم ولا يزال فوك رطبا من ذكر الله .. الحديث "Yaitu
mereka yang selalu terlihat berdzikir kepada Allah Ta'ala".
Orang itu bertanya lagi: "Manusia manakah yang paling
jahat?".
Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab: "Wahai Tuhan! Ampunilah!".
Mereka meminta: "Terangkanlah kepada kami wahai
Rasulullah!".
Maka jawablah Nabi صلى الله عليه وسلم: العلماء إذا فسدوا "Yaitu
ulama ketika membuat kerusakan". (1)
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلمsaw. : إن أكثر الناس أمانا
يوم القيامة أكثرهم فكرا في الدنيا وأكثر الناس ضحكا في الآخرة أكثرهم بكاء في
الدنيا وأشد الناس فرحا في الآخرة أطولهم حزنا في الدنيا "Yang lebih
banyak memperoleh keamanan pada hari kiamat, adalah orang yang lebih banyak
berpikir selama di dunia. Yang lebih banyak tertawa di akhirat, adalah orang
yang lebih banyak menangis saat di dunia. Dan yang lebih banyak bergembira di
akhirat, adalah orang yang lebih lama gundah selama di dunia ". (2)
Berkata Ali ra. dalam salah satu pidatonya: "Diriku
ini tergadai. Aku adalah pemimpin. Sesungguhnya tidak menaruh hati kepada taqwa
oleh tanaman suatu kaum dan tidak haus ke petunjuk oleh pokoknya pohon. Manusia
yang paling bodoh adalah orang yang tidak tahu diuntung. Manusia yang paling
dimarahi Tuhan, adalah orang yang mengumpulkan ilmu untuk membuat kekacauan,
menghembus-hembuskan fitnah. Sampai dia dinamakan manusia bayangan dan orang
yang berilmu yang paling hina. Dia tidak hidup dalam ilmu seharipun yang aman.
Ia berpagi-pagi mengha-silkan ilmu dan memperbanyakkannya. Maka sedikit dari
ilmu pengetahuan dan cukup adalah lebih baik dari pada banyak tapi
disia-siakan. Sehingga bila kehausan, terpaksalah meminum dari air yang telah
berobah dan disimpan banyak yang tidak ber-manfaat.
Dia duduk dihadapan orang banyak sebagai guru untuk
menyelesai-kan apa yang keliru bagi orang Iain. Bila terjadi sesuatu
peristi-wa penting, lalu ingin ia menyelesaikannya menurut pendapatnya sendiri,
sedang dia sebenarnya berotak kosong. Dia menghadapi persoalan-persoalan
yang membingungkan itu, yang menyamai benang lawa-lawa, tak tahu dia salah atau
benar. Dia adalah pengendara yang bodoh, berpenyakit gila, membawa unta
yang tak dapat memandang ke muka. Ia tidak minta dimaafkan dari pada apa
yang tidak diketahuinya supaya aman.
Dia tidak menggigit ilmu itu dengan gusinya yang tajam sehingga
memperoleh hasil. Menangislah pernbuluh-pembuluh darah di
ba-dannya. Dan menjadi halal dengan hukumnya kemaluan wanita (vagina) yang
haram. Demi Allah tidaklah lengkap, dengan mengeluar-kan apa yang telah
ada padanya.
1.Menurut Aliraqi beliau tidak menemukan Hadis
yang demikian Panjangnya
2.Menurut Aliraqi, beliau tidak pernah menjumpai Hadis ini
2.Menurut Aliraqi, beliau tidak pernah menjumpai Hadis ini
Orang itu tidaklah anggota untuk apa yang diserahkan kepadanya. Merekalah orang-orang yang diambil menjadi perumpamaan tentang azab pada abad-abad yang lampau. Maka layaklah mereka memekik dan menangis pada hari-hari kehidupan di dunia ini ".
Berkata Ali ra. : "Apabila engkau mendengar ilmu, maka
bicara-kanlah ilmu itu! Dan jangan engkau campurkan dengan senda-gurau, nanti
dimuntahkan oleh hati".
Berkata sebagian ulama salaf: "Orang berilmu itu ketika
tertawa terbahak-bahak, maka dia telah melemparkan ilmunya sekali lempar".
Dikatakan bahwa ketika seorang mu'allim (pengajar)
mengumpulkan-kan tiga hal, maka sempurnalah nikmat kepada siswanya, yaitu:
sabar, merendahkan diri dan baik budi. Dan ketika seorang siswa
(Muta'allim) mengumpulkan tiga hal, maka sempurnalah nikmat kepada pengajarnya
yaitu: berakal, beradab dan berpaham baik ".
Singkat kata, segala budi pekerti yang dibawa Al-Qur'an,
tidaklah terlepas padk diri ulama akhirat. Karena mereka mempelajari
Al-Qur'an untuk diamalkan, tidak untuk menjadi kepala.
Berkata Ibnu Umar ra. : "Kita telah hidup sekejap
waktu. Ada diantara kita, memperoleh iman sebelum Al-Qur'an. Lalu turunlah
surat Al-Qur'an itu. Maka dipelajarinyalah yang halal dan yang haram, yang
disuruh dan yang dilarang dan apa yang harus dia berhenti sampai di situ. Aku
sudah melihat beberapa orang. Salah seorang diantara mereka didatangkan
Al-Qur'an sebelum iman, maka dibacanyalah semuanya dari awal sampai kepada
penghabisan Kitab Suci, dengan tidak diketahuinya apa penyuruhnya dan apa
pelarangnya. Dan apa yang seyogianya, dia berhenti padanya. Maka dihamburkannya
yang dibacanya itu seperti menghamburkan kurma busuk ". (1)
Dalam hadits lain, yang sama pengertiannya dengan itu, yaitu:
"Adalah kami para shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم. diberikan
kepada kami IMAN sebelum Al-Quran. Dan akan datang sesudah kamu, suatu
kaum yang diberikan Al-Qur'an sebelum Iman. Mereka menegakkan huruf-huruf
Al-Quran dan menyia-nyiakan batas-batas dan hak-hak dari Al-Quran dengan
mengatakan: "Kami sudah baca. Siapakah yang lebih banyak membaca dari
kami? Kami telah tahu. Siapa yang lebih tahu dari kami? Maka itulah nasib
mereka ". (2)
Pada kata Iain tersebut: "Merekalah yang sejahat-jahatnya
dari ummat ini".
1.Ini adalah hadits yang dirawikan Al-Hakim
dan Al-Baihaqi dan dipandangnya shahih.
2.Dirawikan Ibnu Madjah dari Junduh حديث: ((كنا أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم أوتينا الإيمان قبل القرآن ... الحديث)) أخرجه ابن ماجه من حديث جندب مختصرا مع اختلاف
2.Dirawikan Ibnu Madjah dari Junduh حديث: ((كنا أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم أوتينا الإيمان قبل القرآن ... الحديث)) أخرجه ابن ماجه من حديث جندب مختصرا مع اختلاف
Pada kata Iain tersebut: "Merekalah yang sejahat-jahatnya dari ummat ini".
Dikatakan bahwa lima macam dari budi pekerti adalah diantara
tanda-tanda ulama akhirat, yang dipahami dari lima ayat Kitab Allah Ta'ala
Al-Qur'an. Yaitu: takut, khusyu ', tawadlu \ baik budi, dan memilih
akhirat dari dunia. Yaitu: zuhud.
Takut , diambil dari firman Allah
Ta'ala:
إنما يخشى الله من عباده
العلماء
(Innamaa yafrhsyallaaha min Ibaadihil Hilamaa). Artinya: "Hanya sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-Nya, adalah para ahli ilmu (ulama)". (S. Fathir, ayat 28).
(Innamaa yafrhsyallaaha min Ibaadihil Hilamaa). Artinya: "Hanya sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-Nya, adalah para ahli ilmu (ulama)". (S. Fathir, ayat 28).
Khusyu ', diambil dari
firman Allah Ta'ala:
خاشعين لله لا يشترون
بآيات الله ثمنا قليلا
(Khaasyi'iina lillahi laa yasytaruuna biaayaatillaahi tsamanan qaliila). Artinya: * 'Mereka itu khusyu * kepada Allah, tidak mengubah keterangan-ke-terangan Allah itu dengan harga yang murah. (S. Ali' Imran, ayat 199).
(Khaasyi'iina lillahi laa yasytaruuna biaayaatillaahi tsamanan qaliila). Artinya: * 'Mereka itu khusyu * kepada Allah, tidak mengubah keterangan-ke-terangan Allah itu dengan harga yang murah. (S. Ali' Imran, ayat 199).
Tawadlu ' (merendahkan diri), diambil
dari firman Allah Ta'ala: (S.Al-Hijr)
واخفض جناحك للمؤمنين
(Wakhfidh jana haka lil-mu'miniin). Artinya: "Rendahkanlah
sayapmu kepada orang mu'min (S. Al-Hijr, ayat 88).
Baik budi , diambil dari firman Allah
Ta'ala :
فبما رحمة من الله لنت
لهم
(Fabimaa rahmatin minallaahi linta lahum).
Artinya: "Oleh karena rahmat Allah" kamu bersikap lemah lembut kepada mereka ". (S. Ali 'Imran, ayat 159).
(Fabimaa rahmatin minallaahi linta lahum).
Artinya: "Oleh karena rahmat Allah" kamu bersikap lemah lembut kepada mereka ". (S. Ali 'Imran, ayat 159).
Zuhud, diambil dari
firman Allah Ta'ala: (Al-Qashash)
وقال الذين أوتوا العلم ويلكم ثواب الله خير لمن آمن وعمل صالحا
(Wa qaalalladziina uutul ilma wailakum tsawaabullaahi khairun
liman aamana wa 'amila shaalihaa).
Artinya: "Berkata orang-orang yang berilmu pengetahuan
itu:" Malang nasibmuI Pahala dari pada Allah lebih baik untuk orang yang
beriman dan mengerjakan perbuatan baik. (S.Al-Qashash, ayat 80),
Tatkala Rasulullah saw. membaca firman Allah Ta'ala:
فمن يرد الله أن يهديه يشرح صدره للإسلام
(Faman yuridillaahu an Yahdi yahuu yasyrah shadrahuu
lil-islaam).
Artinya: "Barang siapa dikehendaki Allah memberi petunjuk
kepadanya niscaya dibukanya dada orang itu ke Islam" (S. Al-An'am, ayat
125).
Lalu orang bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم:
"Apakah pembukaan itu?".
Nabi saw. menjawab: "Sesungguhnya nur itu bila berada
dalam hati, maka terbukalah dada menerima nur tersebut dengan
seluas-Iuasnya".
Berkata orang itu lagi: "Apakah tandanya untuk itu?".
التجافي عن دار الغرور
والإنابة إلى دار الخلود والاستعداد للموت قبل نزوله
( قال صلى الله عليه وسلم; نعم ) Menjawab Nabi saw. : نعم "Ya, ada! Merenggangkan diri dari negeri tipu daya, kembali ke negeri tetap dan siap untuk mati sebelum datangnya". (1)
( قال صلى الله عليه وسلم; نعم ) Menjawab Nabi saw. : نعم "Ya, ada! Merenggangkan diri dari negeri tipu daya, kembali ke negeri tetap dan siap untuk mati sebelum datangnya". (1)
1.Dirawikan Al-Hakim dan Al-Baihaqi dari Ibnu Mas'ud.
Juga diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, adalah kebanyakan
pembahasannya tentang ilmu yang dikerjakan, apa-apa yang merusakkan amal
perbuatan itu, yang mengacau-balaukan hati, yang mengembangkan waswas dan yang
mengobarkan kejahatan.
Sesungguhnya pokok agama adalah, menjaga dari kejahatan
itu. Dari itu bermadahlah seorang penya'ir:
Aku kenal kejahatan, bukan untuk kejahatan,
tetapi ............. untuk menjaga diri darinya,
Orang yang tak tentang kejahatan, akanjatuhlah ke dalamnya!!!!
Dan karena amal perbuatan yang dikerjakan itu dekat
pengambil-annya. Dan yang paling penghabisan, bahkan yang paling tinggi
dari amal perbuatan itu, adalah membiasakan diri mengingat Allah Ta'ala
(berdzikir) dengan hati dan lid ah.Sesungguhnya urusannya, ialah pada
mengetahui yang merusakkan dan yang mengacaukan amal perbuatan itu.
Dan ini, banyak benar cabangnya dan panjang
pembagiannya. Semuanya termasuk yang diperlukan. Dan banyaklah bahaya
yang dihadapi dalam perjalanan menuju akhirat.
Adapun ulama dunia, mereka mengikuti saja cabang-cabang yang
ganjil dalam pemerintahan dan peradilan. Mereka bersusah-payah menciptakan
bentuk-bentuk yang menghabiskan waktu dan tak pernah terjadi. Kalau pun
terjadi, maka terjadi untuk orang lain, tidak untuk mereka sendiri.
Dan ketika terjadi, maka banyaklah orang yang bangun mau
menyelesaikannya dan meninggalkan tugas yang semestinya harus dikerjakan.
Begitulah berulang-ulang terjadi malam dan siang, baik dalam
gurisan hati, sangka waham dan amal perbuatan dari ulama dunia itu.
Alangkah jauhnya dari kebahagiaan orang yang menjual kepentingan
dirinya sendiri yang harus, dengan kepentingan orang lain yang jarang terjadi,
karena mengharap dekat diri dan diterima orang banyak, dari pada mendekatkan
diri kepada Allah Ta'ala.
Dan karena rakus, sehingga dinamakan oleh tukang-tukang batil
dari anak-anak dunia, dengan nama ul-Fadlil, yang melahirkan kebenaran, yang
mengetahui masalah yang pelit-pelit.
Dan balasannya dari Allah, bahwa ulama itu tidak bermanfa'at di
dunia ini dengan diterima oleh orang banyak. Tapi namanya kotor sepanjang
zaman. Kemudian dia datang pada hari kiamat, merugi, menyesal demi melihat
laba yang diperoleh oleh orang yang beramal dan kemenangan yang diperoleh oleh
orang yang mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Inilah kerugian yang
nyata!
Al-Hasan Al-Baihaqi ra. adalah seorang manusia yang menyerupai
perkataannya dengan perkataan nabi-nabi as. dan petunjuk yang diberikannya
kepada manusia mendekati dengan petunjuk dari shahabat-shahabat Nabi saw.
Dan telah sepakatlah kata atas yang demikian terhadap Al-Hasan
itu. Sebagian besar kata Al-Hasan adalah tentang gurisan hati, kerusakan
amal, kekhawatiran jiwa dan sifat-sifat yang tersem-bunyi yang tak jelas dari
keinginan hawa nafsu.
Pernah orang mengatakan kepadanya: "Hai Abu Sa'id! Tuan
berkata-kata dengan kata yang tak pernah terdengar dari orang lain. Dari
manakah tuan ambil?".
Al-Hasan menjawab: "Dari Huzaifah bin Al-Yamman!".
Kemudian ditanyakan kepada Hudzaifah: "Kami melihat tuan
mengeluarkan kata yang tak pernah terdengar dari shahabat-shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم: Yang
lain. Dari manakah tuan ambil? ".
Hudzaifah menjawab: "Ditentukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم, Kata-kata
itu kepadaku. Orang lain bertanya kepada Nabi saw. tentang
kebajikan. Aku menanyakannya tentang kejahatan karena takut aku jatuh ke
dalamnya. Dan aku tahu bahwa kebajikan itu tak perlu buru-buru aku
mengetahuinya ".
Pada suatu kali pernah Huzaifah mengatakan: "Maka aku tahu
bahwa orang yang tidak tentang kejahatan, niscaya tidak akan tentang
kebajikan".
Pada kata-kata lain, pernah para shahabat Nabi
saw. bertanya: "Wahai Rasulullah! Apakah untuk orang yang mengerjakan
demikian dan demikian?".
Maksud mereka menanyakan tentang amal perbuatan yang utama.
"Tapi aku - kata Huzaifah menanyakan:" Wahai
Rasulullah! Apakah yang merusakkan demikian dan demikian? ".
Tatkala Rasulullah melihat aku menanyakan tentang bahaya yang
merusakkan amal, lalu beliau menentukan ilmu ini untukku ".
Huzaifah juga ditentukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. dengan
pengetahuan tentang orang munafiq. Dia sendiri yang mengetahui tentang
ilmu tentang nifaq, sebab-sebabnya dan bahaya fitnah yang halus-halus.
Umar, Usman dan pembesar-pembesar shahabat ra. menanyakan
Huzaifah tentang fitnah umum dan khusus. Huzaifah ditanyakan tentang
orang-orang munafiq. Lalu ia menjelaskan jumlah yang masih tinggal dari
mereka, tetapi tidak diterangkannya nama mereka masing-masing.
Adalah Umar menanyakan kepada Hudzaifah tentang dirinya:
"Apakah Hudzaifah tahu sesuatu dari kemunafiqan pada
Umar?". Lalu Huzaifah menyatakan, bahwa Umar terlepas dari yang
demikian.
Umar. ketika dipanggil untuk melakukan shalat janazah, ia
melihat lebih dahulu. Kalau ada datang Huzaifah, maka Umar mau bershalat
janazah pada mayat itu. Kalau tidak datang, maka Umar meninggalkan tempat
itu.
Huzaifah dipanggil pemegang rahasia.
Bersungguh-sungguh mempelajari tingkat-tingkat hati dan hal
ikhwalnya, adalah kebiasaan ulama akhirat. Karena hatilah yang berjalan
mendekati Allah Ta'ala.
Maka jadilah pengetahuan ini aneh dan terhapus. Bila
dikemu-kakan sedikit saja dari pada seorang yang berilmu, lalu merasa aneh dan
menjauhkan diri, dengan mengatakan bahwa itu diperindah oleh juru-juru
nasehat. Dan dimana pentahkikannya?.
Orang itu memandang bahwa pentahkikan itu adalah pada
pertengkaran yang berliku-liku.
Benarlah kiranya kata penya'ir:
"Jalan itu sangat banyak,
tapi jalan kebenaran hanya satu.
Dan yang pergi berangkat,
ke jalan kebenaran itu satu-satu .....................
Mereka tidak tahu, maksudnyapun tidak diketahui. Mereka
terus menuju, berjalan pelan-pelan ke yang dialihkan.
Manusia itu lalai,
apa dimaksudkan dengan mereka.
Sebagian besar tidur terkulai,
jalan kebenaran sampai terlupa ....................
Kesimpulannya, bagian terbanyak dari manusia itu, tidak miring
hatinya, selain kepada yang mudah dan sesuai dengan kebiasaan-nya. Karena
kebenaran itu pahit. Dan payah untuk tegak terus dikebenaran
itu. Mengetahuinya sulit. Jalan kepadanya
berliku-liku. Lebih-lebih tentang sifat hati dan mensucikannya dari
pekerti yang tercela.
Itu adalah suatu ekstrak dari jiwa yang
terus-inenerus. Orangnya adalah seumpama orang yang meminum obat, harus
sabar atas pahitnya obat, karena mengharapkan sembuh. Atau seumpama orang
yang membuat masa hidupnya untuk berpuasa. Maka ia harus menahan segala
penderitaan, untuk mencapai hari pembukaan puasanya ketika mati nanti.
Kapankah banyak orang menyukai jalan itu? Karena itulah
kata orang, bahwa di kota Basrah ada seratus dua puluh orang yang selalu
berbicara tentang nasehat dan peringatan. Dan tak ada yang berbicara
tentang ilmu yakin, hal ikhwal hati dan sifat-sifat batin, selain tiga orang,
yaitu Sahal At-Tusturi, Ash-Shubaihi dan Abdur Rahim.
Yang duduk mengelilingi juru-juru nasehat itu tak terhitung
banyaknya, sedang yang mengelilingi orang yang tiga tadi adalah sedikit, hampir
tidak melampaui sepuluh orang. Sebabnya tak lain, adalah barang yang
bernilai itu, tidak layak selain kepada orang-orang tertentu. Dan apa yang
disajikan kepada orang banyak itu, adalah persoalan yang dekat saja.
Juga diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, perpegangannya
tentang ilmunya berdasarkan penglihatan bathin dan diketahuinya dengan hati
yang putih bersih. Tidak ke lembaran buku dan kitab-kitab dan tidak pula
bertaklid atas pendengaran dari orang lain. Yang ditaqlidkannya,
sesungguhnya pembawa syari'at suci Nabi Besar Muhammad صلى الله عليه وسلم. pada
yang disuruhnya dan yang diucapkannya. Shahabat-shahabat ra. pun
ditaqlidkannya, dari segi bahwa perbuatan mereka menunjukkan kepada
pendengarannya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم
Kemudian, ketika sudah bertaklid kepada pembawa syari'at suci
itu dengan menerima segala perkataan dan perbuatannya, maka harus berusaha
benar-benar memahami rahasia ajarannya.
Seorang yang bertaklid (muqallid) berbuat suatu perbuatan karena
Nabi صلى
الله عليه وسلم berbuatnya. Perbuatannya itu memang harus dan harus
karena suatu rahasia padanya.
Maka seyogialah bahwa dia membahas benar-benar tentang rahasia
segala perbuatan dan perkataan Nabi صلى الله عليه وسلم.Karena kalau
dicukupkan saja dengan menghafal apa yang dikatakan, maka jadilah dia karung
ilmu dan bukanlah seorang yang berilmu.
Karena itulah ada orang mengatakan: si Anu itu karung
ilmu. Maka tidaklah dinamakan orang itu berilmu bene hanya menghafal saja,
tanpa memperhatikan hikmah dan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Orang yang tersingkap dari hatinya tutup dan memperoleh nur
hidayah, maka jadilah dia seorang yang diikuti dan ditaqlidkan. Maka tidak
seyogialah dia bertaklid kepada orang lain.
Karena itulah berkata Ibnu Abbas ra. : "Tidak ada
seorangpun, melainkan diambil dari ilmunya dan ditinggalkan selain Rasulullah
( صلى
الله عليه وسلم ...... (1
Ibnu Abbas itu mempelajari fiqih pada Zaid bin Stabit dan
membaca Al-Qur'an pada Ubai bin Ka'ab. Kemudian dia berselisih dengan Zaid
dan Ubai tentang fiqih dan tentang pembacaan Al-Qur'an. Mengatakan
setengah ulama salaf: "Apa yang datang kepada kami dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم. kami
terima di atas kepala dan penuh perhatian dari kami. Dan apa yang datang
kepada kami dari para shahabat ra. ada yang kami ambil dan ada yang kami
tinggalkan. Dan apa yang datang dari para tabi'in, maka mereka itu
laki-laki dan kamipun laki-laki ".
Dianggap lebih para shahabat itu, karena mereka melihat dengan
mata sendiri hal-ikhwal Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Dan hati mereka
terikat kepada hal-ikhwal itu yang diketahui dengan qarinah
(tanda-tanda). Lalu membawa mereka kepada yang benar, dari segi tidak
masuk dalam riwayat dan ibarat. Karena telah melimpahlah nur kenabian
kepada mereka, yang menjaga dari kesalahan dalam banyak hal.
Bila berpegang pada yang didengar dari orang lain itu taqlid
yang tidak disukai, maka berpegang kepada kitab-kitab dan karang-an-karangan
adalah lebih jauh lagi. Bahkan kitab-kitab dan karang-an-karangan itu
adalah barang baru yang dibuat.
1.Ini adalah hadits yang dirawikan Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas.
Sedikitpun tak ada dari pada masa shahabat dan tabi'in yang
terkemuka. Tetapi datangnya adalah sesudah seratus dua puluh tahun dari
Hijrah Nabi صلى الله عليه وسلم. dan sesudah wafat seluruh shahabat dan kebanyakan dari
tabi'in dan sesudah wafat Sa'id bin Al-Musayyab, Al-Hasan dan para tabi'in yang
pilihan. Bahkan ulama-ulama yang pertama dahulu, tidak menyukai
kitab-kitab hadits dan penyusunan kitab-kitab. Sehingga tidaklah manusia
itu sibuk dengan buku-buku itu, dari hafalan, dari Al-Qur'an, dari pemahaman
dan dari peringatan. Mereka itu mengatakan: "Hafallah sebagaimana
kami menghafal!".
Karena itulah, Abu Bakar dan segolongan shahabat Nabi
saw. tidak menyetujui penulisan Al-Qur'an (mengkodifikasikan), dalam suatu
mashaf. Mereka berkata: "Bagaimana kita membuat sesuatu yang tidak
terbuat Nabi صلى الله عليه وسلم? ".
Mereka itu takut nanti manusia itu berpegang saja pada
mashaf-mashaf dengan mengatakan: "Kita biarkan Al-Quran, yang diterima
oleh mereka dari tangan ke tangan, dengan dipelajari dan dibacakan, sehingga
menjadi pekerjaan dan cita-cita mereka". Sehingga Umar ra. dan
lain-lain shahabat menunjukkan supaya Al-Qur'an itu ditulis, karena takut
disiasiakan orang nanti dan malasnya mereka. Dan menjaga agar tidak
menimbulkan sengketa di belakang hari. Karena tidak diperoleh yang asli
yang menjadi tempat pemeriksaan dari kekeliruan, baik kalimatnya atau
bacaan-nya.
Mendengarkan alasan-alasan tadi, maka terbukalah hati Khalifah
Abu Bakar. Maka dikumpulkanlah Al-Qur'an itu dalam suatu mashaf.
Imam Ahmad bin Hanbal menentang Imam Malik karena dikarang-nya
kitab Al-Muath-tha \ Ahmad berkata: "Tuan ada-adakan yang tidak dikerjakan
para shahabat ras".
Kata orang, kitab yang pertama dikarang dalam Islam adalah Kitab
Ibnu Juraij tentang atsar m dan huruf-huruf tafsir dariMujahid, At ha 'dan
teman-teman Ibnu Abbas ra. di Makkah.
Kemudian muncul kitab Ma'mar bin Rasyid Ash-Shan'ani di
Ya-man. Dikumpulkan di dalamnya sunnah yang dipusakai dari Nabi saw.
1.Atsar, Ialah ucapan para shahabat ra. dan para pamuka
islam yang terdahulu.
Kemudian lahir Kitab Al-Muattha 'di Madinah karangan Imam Malik
bin Anas. Kemudian Kitab Jami 'karangan Sufyan Ats-Tsuri.
Kemudian pada abad keempat hijriyah, muncullah karangan-karangan
tentang ilmu kalam. Lalu ram ail ah orang berkecimpung dalam bentrokan dan
tenggelam di dalam membatalkan kata-kata.
Kemudian tertariklah hati manusia kepada ilmu kalam, kepada
kisah-kisah dan memberi pengajaran dengan mengambil bahan dari kisah-kisah tadi. Maka
sejak saat itulah menurun ilmu yakin (ilmul-yaqin). Sesudah itu, lalu
dipandang aneh ilmu hati, pemerik-saan sifat-sifat jiwa dan tipu daya setan.
Orang tidak memperhatikan lagi kepada ilmu-ilmu tadi selain
sedi-kit-sekali. Lalu orang-orang yang suka bertengkar dalam ilmu kalam,
dinamai 'alim. Tukang ceritera yang menghiasi kata-katanya dengan susunan
yang berirama, dinamai 'alim.
Ini disebabkan karena orang awwamlah yang mendengarkan ceramah
dan ceritera orang-orang tadi. Lalu tidak dapat membedakan antara ilmu
yang sebenarnya dan ilmu yang tidak sebenarnya. Perjalanan shahabat dan
ilmu pengetahuan shahabat-shahabat ra. itu tidak terang pada orang
awwam. Sehingga mereka dapat tentang perbedaan antara para shahabat itu
dan orang-orang yang disebut 'alim.
Maka terus-meneruslah nama ulama melekat pada orang-orang itu
dan dipusakai dari salaf ke khalaf (ulama-ulama pada masa terakhir). Dan
jadilah ilmu akhirat itu terpendam dan lenyaplah perbedaan antara ilmu dan
bicara, selain pada orang-orang tertentu.
Orang-orang yang tertentu itu (al-khawwash) ketika ditanyakan:
"Si Anukah yang lebih berilmu ataukah si Anu?", Lalu menjawab:
"Si Anu lebih banyak ilmunya dan si Anu lebih banyak bicaranya".
Jadi, orang-orang al-khawwash mengetahui perbedaan antara ilmu
dan kemampuan berbicara.
Begitulah, maka agama itu menjadi lemah pada abad-abad yang
lampau. Maka bagaimana persangkaan Anda dengan zaman anda sekarang?. (1)
Sudah sampailah sekarang, bahwa orang yang suka mengecam
perbuatan munkar, dituduh gila. Jadi yang baik sekarang, adalah orang
bekerja untuk dirinya sendiri dan diam.
1) Yaitu, zaman Al-Ghazali ra. kira-klra pada akhir abad ke
v Hijriyah.
Juga diantara tanda-tanda ulama akhirat itu, sangat menjaga dari
perbuatan-perbuatan bid'ah, meskipun telah mendapat persetujuan dari kebanyakan
ulama (ulama al-jumhur).
Janganlah kiranya tertipu atas kesepakatan masyarakat terhadap
sesuatu yang diada-adakan sesudah para shahabat Nabiصلى الله عليه وسلم. Ingin lah
suka memeriksa tentang kondisi para shahabat, perjalanan dan
perbuatannya. Dan apa yang menjadi kesukaan mereka, mengajar kah,
mengarangkah, suka bertengkarkah, menjadi kadlikah, wali negerikah, memegang
harta wakafkah, harta wasiat kah, memakan harta anak yatim kah, bergaul dengan
sultan-sultan kah, berbaik pergaulan dengan merekakah? Atau apakah ia
dalam keadaan takut kepada Tuhan, gundah, tafakkur, mujahadah, muraqabah,
dhahir dan bathin, menjauhkan diri dari dosa yang sekecil-kecilnya sampai
kepada yang sebesar-besarnya, berusaha memperoleh pengetahuan yang tersembunyi
dari hawa nafsu dan tipu daya setan? Begitulah seterusnya dari segala ilmu
bathin itu!.
Ketahuilah dengan sebenar-benarnya bahwa orang yang terpandang
'alim, waktu dan yang lebih dekat kepada kebenaran, adalah orang-orang yang
menyerupai shahabat dan yang lebih tentang jalan ulama-ulama salaf. Maka
dari merekalah hendaknya agama itu diambil!.
Karena itulah berkata Ali ra. : "Yang terbaik dari
kita adalah yang lebih mengikuti agama ini". Kata Ali ini untuk
menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya: "Tuan sudah menyalahi dengan
si Anu?".
Maka tidaklah layak untuk berkeberatan terhadap orang masa
sekarang, buat menyetujui orang masa Rasulullah saw.Manusia sebenarnya
berpendapat dengan pendapat pada masanya, karena tabiatnya condong
kepadanya. Dan dirinya tidak mau mengakui bahwa cara yang demikian,
menyebabkan tidak memperoleh sorga.
Dari itu, serukanlah bahwa jalan ke sorga, tak lain dari
itu. Sebab itu, Al-Hasan berkata: "Dua orang yang mengada-adakan
dalam Islam: seorang yang memiliki pendapat jahat, lalu mendakwakan bahwa sorga
itu adalah untuk orang yang berpendapat seperti pendapatnya. Dan seorang lagi
yang boros penyembah dunia, marah dia karena dunia, senang dia karena dunia.
dunialah yang dicarinya. Maka lemparkanlah kedua orang itu ke dalam neraka!
Dibalik itu, ada orang di dunia ini, antara pemboros yang
mengajaknya ke dunia dan yang berpenyejuk nafsu yang mengajaknya
kepada hawa nafsu. Maka Allah Ta'ala memeliharakannya dari
kedua orang tadi, dimana ia merindui salaf-salaf yang salih. Dia
menanyakan perbuatan mereka dan mengikuti jejak mereka. Orang ini
memperoleh pahala besar. Begitulah hendaknya kamu sekalian ".
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, hadits mauquf dan musnad ,
bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: وقد روي عن ابن مسعود موقوفا ومسندا أنه
قال: إنما هما اثنتان الكلام والهدى فأحسن الكلام كلام الله
تعالى وأحسن الهدى هدى رسول الله تعالى صلى الله عليه وسلم ألا وإياكم ومحدثات
الأمور فإن شر الأمور محدثاتها وأن كل محدثة بدعة وإن كل بدعة ضلالة ألا لا يطولن
عليكم الأمد فتقسوا قلوبكم ألا كل ما هو آت قريب ألا إن البعيد ما ليس بآت
(Innamaa humatsnataani: alkalaamu wal Hudaa. Fa-ahsanul Kalaami
kalaamullaahi Ta'aalaa wa ahsanul Hudaa Hudaa Rasulillaahi shallallaahu 'alaihi
wa sallam.Alaa wa iyyaakum wa Muhdatsaatil umuuri fa-inna syarral umuuri
muhdatsaatuhaa wa inna kulla muh-datsatin bid'atim, wa inna kulla bid'a kaleng
dlalaalah. Alaa laa yathuu-Lanna 'alaikumul Amadu fa-taqsuu quluubukum. Alaa kullu
maa huwa aatin qariibun. Alaa innal ba'iida maa laisa biaatin). Artinya:
"Sesungguhnya dua itulah: kalam dan petunjuk. Yang sebaik-baik kalam
(firman) yaitu; kalam Allah Ta'ala. Dan yang sebaik-baik petunjuk yaitu:
petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلمKetahuilah! Bahwa
kamu harus awas dari hal-hal yang diselenggarakan. sejahat-jahat hal,
ialah yang diada-adakan. Dan tiap-tiap yang diada-adakan itu
bid'ah. Tiap-tiap bid'ah itu sesat. Ketahuilah! Janganlah
berlama-lama kamu di dalam bid'ah, maka Kesatlah
hatimu. Ketahuilah! Setiap yang akan datang itu
dekat. Ketahuilah! Bahwa yang jauh itu, adalah sesuatu yang
tidak-akan datang ". (1)
Dalam suatu pidato Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah:
"Amat baiklah orang yang memperhatikan akan kekurangan dirinya, tidak
memperhatikan kekurangan orang lain. Berbelanja dari harta yang diusahakannya
tidak pada jalan ma'siat. Bergaul dengan ahli fiqih dan ahli
1.Dirawikan Ibnu Majah dari Ibnu Mas'ud.
Dalam suatu pidato Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah:
"Amat baiklah orang yang memperhatikan akan kekurangan dirinya, tidak
memperhatikan kekurangan orang lain. Berbelanja dari harta yang diusahakannya
tidak pada jalan ma'siat. Bergaul dengan ahli fiqih dan ahli hukum dan
menjauhkan dirinya dari anggota sesat dan ma'siat. Amat baiklah orang yang
merendahkan diri, baik budi pekerti, bagus bathin dan terpelihara manusia lain
dari kejahatannya. Amat baiklah orangyang berbuat menurut ilmunya, berbelanja
pada kebajikan yang lebih dari hartanya, menahan yang tidak perlu dari
perkataannya. Sunnah Nabi berkembang dalam dadanya dan tidak dibawanya ke bid
'ah ", (1)
Ibnu Mas'ud ra. pernah berkata: "Petunjuk
yang baik pada akhir zaman adalah, lebih baik dari banyak amal perbuatan". Dan
berkata Ibnu Mas'ud pada tempat yang lain: "Kamu sekarang pada masa dimana
orang-orang baik dari kamu bersegera dalam segala pekerjaan. Dan akan datang
sesudahmu nanti suatu saat, dimana orang-orang baik dari mereka, teguh lagi
berhati-hati mengerjakan sesuatu, karena banyaknya perbuatan syubhat (yang
diragukan halal-haramnya) ".
Memang benarlah ucapan Ibnu Mas'ud itu! Siapa yang tidak
berhati-hati pada saat sekarang, lalu mengikuti saja orang banyak dan
berkecimpung dalam perbuatan yang dikerjakan mereka, niscaya binasa sebagaimana
mereka itu binasa.
Berkata Hudzaifah ra. : "Yang lebih
mengherankan dari ini, adalah perbuatan yang baik dari kamu pada hari ini
adalah munkar pada zaman yang lampau. Dan yang munkar dari kamu di hati ini
adalah baik pada zaman yang selam. Sesungguhnya kamu senantiasa dalam
kebajikan, selama kamu tentang akan yang benar. Dan orang yang berilmu dari
kamu, tidak meringan-ringankan yang benar itu ".
Sungguh benarlah Huzaifah! Memang kebanyakan perbuatan yang
dipandang baik sekarang, adalah munkar pada saat para shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم. Karena
kebanyakan yang dipandang baik pada masa kita ini, adalah menghias
masjid-masjid, membaguskannya, mengeluarkan harta banyak dalam pembangunan
bagiannya yang kecil-kecil dan membentangkan permadani yang empuk di dalamnya.
Dan sesungguhnya terhitung dalam perbuatan bid'ah, membentangkan
permadani di dalam masjid. Dikatakan, itu adalah termasuk perbuatan yang
diada-adakan oleh orang-orang yang mengerjakan hajji. Adalah orang-orang
dahulu itu, sedikit sekali yang membuat batas antara mereka dan tanah.
1.Dirawjkan Abu Na'im dari Al-Husain bin Ali dengan sanad
dla'if.
Begitu pula, kesibukan dengan perdebatan dan pertengkaran dalam
soal yang kecil-kecil, termasuk diantara ilmu yang paling mulia bagi orang
zaman sekarang. Dan mendakwakannya termasuk diantara perbuatan yang
terbesar untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Pada hal itu,
termasuk dalam perbuatan yang munkar.
Diantara yang munkar juga mengobah-obah (talhin) bacaan
Al-Qur'an dan adzan. Diantara yang munkar juga, memperbanyak pemakaian air
pada pembersihan diri, was-was (selalu ragu saja) waktu bersuci, menyangka
alasan yang bukan-bukan tentang najis kain, sedangkan dalam pada itu tidak
mementingkan antara halalnya dan haramnya makanan yang dimakan. Dan
begitulah seterusnya.
Benarlah kiranya Ibnu Mas'ud ra. yang mengatakan:
"Kamu pada hari ini dalam zaman, dimana hawa nafsu mengikuti ilmu. Dan
akan datang kepadamu nanti suatu zaman, dimana ilmu mengikuti hawa nafsu".
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: "Mereka meninggalkan ilmu
dan menuju ke yang aneh-aneh, di mana ilmu itu tidak kurang pada mereka.
Kiranya Allah menolong mereka dari situasi itu!".
Berkata Imam Malik bin Anas ra. : "Orang-orang pada
masa dahulu, tidak menanyakan tentang hal-hal ini, seperti yang ditanyakan
orang-orang pada masa sekarang. Dan ulamanya tidak mengatakan yang haram dan
yang halal. Tapi saya jumpai mereka itu mengatakan, yang sunnah dan yang
makruh" .
Artinya, mereka itu memandang kepada yang sehalus-halusnya dari
perbuatan makruh dan sunnah. Sedang perbuatan yang haram, keburukannya
sudah nyata.
Hisyam bin 'Urwah pernah berkata: "Jangan engkau tanyakan
mereka hari ini tentang sesuatu yang diada-adakannya oleh diri mereka sendiri.
Karena untuk itu mereka telah menyediakan jawabannya. Tapi tanyakanlah mereka
tentang sunnah sebab mereka tidak mengetahuinya".
Abu Sulaiman Ad-Darani pernah berkata: "Tidak sewajarnyalah
bagi orang yang memperoleh ilham sesuatu kebajikan, lalu terus mengerjakannya,
sebelum lagi mendengar hal itu pada atsar. Maka ia memuji Allah Ta'ala, karena
ilham itu sesuai dengan apa yang pada dirinya" . Abu Sulaiman
ra. mengatakan demikian karena pendapat-pendapat yang diada-adakan itu
memang menarik perhatian dan melekat di dalam hati. Oleh karenanya,
kadang-kadang mengotori kebersihan hati, lalu menyangka yang batil itu
benar. Dari itu harus dijaga dengan hati-hati, dengan membuktikannya
dengan atsar-atsar.
Karena inilah, tatkala Khalifah Marwan mengadakan mimbar pada
shalat hari raya di sisi tempat bershalat, lalu bangun Abu Sa'id Al-Khudri
ra. seraya berkata: "Hai Marwan! Bukan kah ini bid'ah?".
"Tidak!", Menjawab khalifah Marwan. "Ini
tidak bid'ah, tetapi lebih baik dari yang tuan ketahui.Sesungguhnya orang sudah
banyak sekali. Maka maksudku supaya suara itu sampai kepada mereka" i
Menghubungkan Abu Sa'id: Demi Allah! Tidaklah sekali-kali
kamu mendatangkan yang baik, dari apa yang aku ketahui selama ini. Wallah
demi Allah! Tidaklah akan aku bershalat di belakangmu hari ini ".
Sesungguhnya Abu Sa'id menantang Khalifah Marwan dalam peristiwa
tadi, karena كان يتوكأ في خطبة العيد والاستسقاء على قوس أو عصا"Rasulullah صلى الله عليه وسلم. dalam
khutbah hari raya dan khutbah shalat meminta hujan, memegang busur atau
tongkat, tidak atas mimbar ". (1)
Pada suatu hadits yang terkenal. tersebut:
من أحدث في ديننا ما ليس منه فهو رد
(Man ahdatsa fii diininaa maa laisa minhu fahuwa raddun).
Artinya: "Barang siapa mengada-adakan dalam agama kita
sesuatu yang tidak di dalamnya, maka tertolak". (2)
Pada hadits yang lain, tersebut:
من غش أمتي فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين
(Man ghasy-sya ummatii fa'alaihi la'natullaahi wal
malaaikati wan-naasi ajma'in).
Artinya: "Barang siapa membohongi ummatku, maka atasnya
laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia". (3)
1.Dirawikan AtThabrani dari Al Barra dan ini Hadis dlaif.
2.Dirawikan Bukhari Dan Muslim Dari Aishah
3 .. dirawikan dari Ad Daraqutni dengan SanadDlaif sekali.
Lalu orang bertanya: "Ya Rasulullah! Bagaimana orang
membohongi ummatmu?".
Nabi صلى الله عليه وسلم. Menjawab: "Yaitu diada-adakannya sesuatu bid'ah, lalu
dibawanya manusia kepadanya"
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم. :
إن لله عز وجل ملكا ينادى كل يوم من خالف سنة رسول الله صلى الله
عليه وسلم لم تنله شفاعته
"Sesungguhnya Allah Ta'ala memiliki seorang malaikat yang
menyerukan setiap hari:" Barang siapa melanggar sunnah Rasulullah
saw. maka dia tidak akan memperolah syafa'atnya ". (1)
Orang yang menganiaya agama dengan menciptakan sesuatu yang
bertentangan dengan sunnah, dibandingkan dengan orang yang berbuat dosa, adalah
seumpama orang yang mendurhakai raja dengan menjatuhkan pemermtahannya,
dibandingkan dengan orang yang melawan perintahnya dalam suatu perintah
tertentu. Pertandingan itu kadang-kadang diampuninya. Tapi
menjatuhkan pemermtahannya tidaklah diampuni.
Mengatakan setengah ulama: "Apa yang dikatakan salaf, maka
berdiam diri darinya adalah suatu kekasaran. Dan apa yang didiamkan salaf, maka
membicarakannya adalah memberat-beratkan diri".
Berkata ulama yang lain: "Kebenaran itu berat. Orang yang
mele-wati garisnya, telah menganiaya diri. Orang yang mempersingkat-nya, adalah
lemah. Dan orang yang berdiri teguh pada kebenaran itu, adalah cukup".
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلمsaw. : عليكم بالنمط الأوسط
الذي يرجع إليه العالي ويرتفع إليه التالي ('Alaikum
binnamathil au-sathilladzii yarji'u ilaihil' aalii wa yartafi'u ilaihit
taalii).
Artinya: "Haruslah kamu di garis yang di tengah yang
kembali kepadanya yang di atas dan yang naik kepadanya yang
berikutnya". (2)
Berkata Ibnu Abbas ra. : الضلالة لها حلاوة في
قلوب أهلها "Kesesatan itu manis dalam hati
orang-orangnya".
1.Menurut Al Iraqi, tidak menemui Hadis Ini.
2.Dirawikan Ubain dari Ali Bin Abi Thalib, Hadis Mauquf Pada
Ali.
Berfirman Allah Ta'ala:
وذر الذين اتخذوا دينهم لعبا ولهوا
(Wa dzarilladziinat-takhadzuu diinahum la'iban wa
lahwa). Artinya:
"Tinggalkanlah mereka yang membuat agamanya permainan dan
senda-gurau".
(S.Al-An 'am, ayat 70).
Allah Ta'ala berfirman:
أفمن زين له سوء عمله فرآه حسنا
(Afaman zuyyina lahuu suu-u 'amalihi fara-aahu hasanan).
Artinya: "Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang
buruk, lalu berbuat demikian dianggapnya baik". (S. Fathir, ayat 8).
Segala apa yang diada-adakan sesudah para shahabat ra. yang
melewati batas dharurat dan kebutuhan, maka itu termasuk diantara permainan dan
senda-gurau.
Diceriterakan tentang Iblis yang kena kutukan Tuhan, bahwa Iblis
itu mengirimkan tentaranya pada masa shahabat ra.Maka kembali-Iah tentara itu
kepada Iblis dengan perasaan menyesal.
Bertanya Iblis: "Apa kabar kalian?".
Tentara Iblis itu menjawab: "Belum pernah kami melihat
seperti mereka itu. Kami tidak memperoleh sesuatu dari mereka. Mereka telah
melelahkan kami."
Maka menghubungkan Iblis itu: "Rupanya kamu tidak sanggup
menghadapi mereka, dimana mereka telah bergabung nabinya dam menyaksikan turun
wahyu dari Tuhannya. Tetapi sesudah mereka itu nanti, akan datang suatu kaum
yang akan kamu peroleh hajatmu dari mereka".
Tatkala datang masa tabi'in, Iblis itu mengirimkan lagi bala
tentaranya. Itupun tentara Iblis itu kembali dengan tangan
kosong. Mereka itu berkata: "Belum pernah kami melihat yang lebih
mena'jubkan dari mereka. Kami kumpulkan satu demi satu dari dosa mereka. Tapi
ketika sore hari, lalu mereka bermohon ampun (bertobat kepada Tuhan). Maka
digantikan oleh Allah kejahatan mereka dengan kebajikan" .
Menghubungkan Iblis itu lagi: "Kamu tidak akan memperoleh
sesuatu dari mereka, karena ketauhidan mereka itu benar dan karena teguhnya
mereka mengikuti nabinya. Tapi akan datang sesudah mereka nanti, suatu kaum
yang senang hatimu melihat mereka. Kamu dapat mempermain-mainkan mereka dan
mengajak mereka menuruti hawa nafsunya, menurut kemauanmu. Kalau mereka meminta
ampun, maka tidak akan diampuni. Dan mereka tidak akan bertobat. Maka
kejahatannya diganti oleh Tuhan dengan kebajikan ".
Berkata Iblis itu berikutnya: "Sesudah qurun pertama, maka
datanglah suatu kaum, lalu bergeraklah hawa nafsu pada mereka dan berhiaslah
mereka dengan perbuatan-perbuatan bid'ah. Maka mereka itu memandang yang bid'ah
itu halal dan membuatnya menjadi agama. Tidak pernah mereka memohon ampun dan
bertaubat darinya. Maka mereka dikuasai oleh musuh-musuhnya dan dihalaukannya
kemana saja diinginkan oleh musuh-musuhnya ".
Kalau Anda bertanya: "Dari manakah orang yang menerangkan
tadi, mengetahui apa yang dikatakan Iblis, pada hal ia tidak melihat Iblis dan
tidak berbicara dengan Iblis pada yang demikian itu?".
Maka ketahuilah kiranya, bahwa orang-orang yang memiliki hati,
terbuka bagi mereka segala rahasia alam gaib (alam malakut), sekali dengan
jalan ilham, dengan melintas datang kepada mereka dari arah yang tidak
diketahuinya. Sekali dengan jalan mimpi yang benar. Dan sekali sedang
jaga (tidak-tidur), dengan jalan terbuka segala pengertian dengan menyaksikan
contoh-contoh, seperti yang dalam tidur tadi.
Dan inilah tingkat yang tertinggi, yaitu: bagian dari
lantai-lantai kenabian yang tinggi, sebagaimana mimpi yang benar, adalah suatu
bagian dari empat puluh enam bagian dari kenabian.
Maka hati-hatilah, bahwa ada bagianmu dari ilmu ini,
menging-kari apa yang melewati batas kesingkatan pahammu!.
Dalam hal ini, telah banyak binasa 'alim ulama yang mengaku
dirinya pandai, menda'wakan telah menguasai seluruh ilmu akal.
Maka bodoh adalah lebih baik dari akal, yang mengajak kepada
menantang seperti hal-hal tersebut, yang dipunyai wali-wali Allah.
Orang yang mengingkari hal itu bagi wali-wali, mengakibatkan dia
telah mengingkari nabi-nabi. Dan adalah ia keluar dari Agama seluruhnya.
Mengatakan setengah 'arifin (orang yang memiliki ma'rifah kepada
Allah Ta'ala): "Sesungguhnya telah habis orang-orang al-abdal disegala
penjuru bumi. Mereka bersembunyi dari mata orang banyak, karena tidak sanggup
melihat ulama zaman sekarang. Karena mereka itu tepat sudah jahil terhadap
Allah Ta'ala. Sedang mereka menurut pengakuannya sendiri dan pengakuan
orang-orang bodoh, adalah ulama ".
Mengatakan Sahl At-Tusturi ra. : "Diantara ma'siat
yang terbesar, adalah tak tahu di bodoh diri, memandang kepada orang awwam dan
mendengar perkataan orang Ialai. Tiap-tiap orang 'alim yang telah berkecimpung
dalam urusan duniawi, maka tidak wajar lagi perkataannya didengar. Tetapi harus
dicurigai dari tiap-tiap kata yang diucapkannya. Karena tiap-tiap manusia itu
berkecimpung pada apa yang disukainya dan menolak apa yang tidak sesuai dengan
yang disukainya ".
Karena itu, berfirman Allah Ta'ala:
ولا تطع من أغفلنا قلبه عن ذكرنا واتبع هواه وكان أمره فرطا
(Wa laatuthi man aghfalnaa qalbahuu 'an dzikrinaa wattaba'a
hawaa-hu wa kaana amruhuu furuthaa).
Artinya: "Dan janganlah kamu ikut orang yang Kami lalaikan
hatinya dari mengingat Kami dan diturutinya keinginan nafsunya dan pekerjaannya
biasanya di luar batas". (S. Al-Kahf, ayat 28).
Orang awwam yang ma'siat, keadaannya lebih berbahagia dari orang
yang bodoh dengan jalan agama, yang mengakui dirinya ulama. Karena orang
awwam yang ma'siat itu mengakui keteledorannya. Lalu meminta ampun dan
bertaubat.Dan orang bodoh ini, yang menyangka dirinya berilmu, maka ilmu yang
dipelajarinya, adalah pengetahuan yang menjadi jalan baginya ke dunia, tersisih
dari jalan agama. Lalu ia tidak bertobat dan meminta ampun. Tetapi
senantiasa berpegang kepadanya, sampai mati. Dan saat ini telah memenangkan
pada kebanyakan manusia, kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah Ta'ala,
dan putuslah harapan untuk memperbaiki orang-orang tersebut, maka yang lebih
raenye-lamatkan bagi orang yang beragama, yang menjaga diri, ialah:
mengasingkan diri dan sendirian, sebagaimana akan datang penjelasannyapada
"Kitab 'Uzlah" nanti insya Allah.
Karena itulah Yusuf bin Asbath menulis surat kepada Huzaifah
Al-Mar'asyi, yang isinya antara lain: "Apakah persangkaan tuan dengan
orang yang tidak memperoleh seorangpun, yang tidak mengingat Allah Ta'ala
bersama dia melainkan adalah orang itu berdosa atau pembicaraannya adalah ma '
siat saja? Dan yang demikian, sesungguhnya dia tidak memperoleh temannya
".
Benarlah apa yang dikatakan Yusuf itu. Karena dalam bergaul
dengan manusia, tidaklah terlepas dari upatan atau mendengarkan upatan atau
berdiam diri atas perbuatan munkar.
Kondisi yang sebaik-baik nya, adalah orang itu membuat ilmunya
bermanfaat bagi orang lain atau mengambil manfaat dari ilmu yang ada pada orang
lain.
Orang yang patut dikasihani ini, kalau memperhatikan dan
mengetahui bahwa memanfa'atkan ilmunya itu kepada orang, tidaklah terlepas dari
bercampur dengan ria, ingin.harta dan jadi kepala, niscaya tahulah dia bahwa
orang yang mengambil manfaat dari ilmunya berarti menjadikan ilmu itu sebagai
alat untuk menemukan dunia dan jalan kepada kejahatan.
Berdasarkan itu, maka adalah dia menolong kearah itu, membantu
dan menyiapkan alasan, seperti, orang yang menjualkan pedang kepada
perampok. Maka ilmu itu adalah seperti pedang. Kepatutannya bagi
kebajikan, adalah seperti kepatutan pedang untuk perang.
Dari itu tidak diperbolehkan menjual pedang itu kepada orang
yang diketahui menurut keadaannya, mau mempergunakan pedang itu untuk merampok.
Maka inilah dua belas tanda ulama akhirat! Masing-masing
dari padanya mengumpulkan sejumlah budi pekerti ulama terdahulu (salaf).
Dari itu, hendaklah kamu menjadi salah seorang dari dua:
Kadangkala-nya bersifat dengan sifat-sifat itu atau mengaku dengan keteledoran
secara sadar. Beginilah, jangan engkau menjadi orang ketiga, maka engkau
ragu kepada diri sendiri dengan engkau gantikan alat dunia dengan
agama. Engkau serupakan perjalanan hidup orang-orang batil dengan
perjalanan hidup ulama-ulama yang mendalam pengetahuannya. Maka seperti
engkau karena kebodohan dan keingkaran engkau, ke dalam golongan orang yang
binasa dan putus asa.
Berlindunglah
kita dengan Allah swt. dari tipuan setan yang menyebabkan orang banyak
binasa. Kita bermohon kepada Allah Ta'ala semoga dijadikan kita diantara
orang-orang yang tidak ditipu oleh kehidupan duniawi. Dan tidak ditipu
oleh penipu di jalan Allah!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.