Diskripsi Masalah:
Pada malam paruh kedua dari bulan Sya’ban, banyak dari
kalangan umat Islam yang berduyun-duyun ke masjid, mushalla dan surau untuk
melaksanakan kegiatan keagamaan yang rutin dijalani setiap malam Nishfu
Sya’ban. Salah satu kegiatannya adalah melakukan salat sunah sebanyak dua
rakaat atau lebih.
Ada juga dari mereka yang membaca surat Yasin secara
bersama-sama sebanyak 3 kali. Biasanya dari masing-masing pembacaan surat Yasin
tersebut diniatkan untuk memperoleh rezeki yang halal, untuk umur panjang yang
barokah, serta untuk mendapatkan husnul khatimah. Adapula diantara masyarakat
yang melengkapi kegiatan tersebut dengan bersedekah.
Pertanyaan:
a. Adakah tuntunan secara umum dan khusus untuk melakukan ibadah pada malam
Nishfu Sya’ban?
b. Apa sebenarnya
keistimewaan malam Nishfu Sya’ban dibanding dengan malam-malam yang lain?
c. Apa dasar ulama dalam penetapan pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu
Sya’ban beserta macam-macam niatnya?
d. Apa hukum
melakukan shalat sunnah pada malam Nishfu Sya’ban?
Dalam syari’at Islam terdapat tuntunan (dalil-dalil)
untuk beribadah pada malam Nishfu Sya’ban.
Dasar Pengambilan Hukum:
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ عَن ِالنَّبِيِّ صلعم قَالَ: يَطَّلِعُ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ
لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ (رواه
الطبراني في الكبير والأوسط قَالَ الهيثمى ورجالهما
ثقات. ورواه الدارقطنى وابنا ماجه وحبان فى صحيحه عن ابى موسى
وابن ابى شيبة وعبد الرزاق عن كثير بن مرة والبزار).
“Rasulullah e bersabda, “Sesungguhnya Allah memperhatikan hambanya(dengan penuh
rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Ia akan mengampuni semua
makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyachin (orang munafik yang menebar
kebencian antar sesama umat Islam)”. (HR Thabrani fi Al Kabir no 16639, Daruquthni fi Al Nuzul 68, Ibnu Majah no
1380, Ibnu Hibban no 5757, Ibnu Abi Syaibah no 150, Al Baihaqi fi Syu’ab al
Iman no 6352, dan Al Bazzar fi Al Musnad 2389.Peneliti hadis Al Haitsami menilai para perawi hadis ini sebagai
orang-orang yang terpercaya. Majma’ Al Zawaid
3/395)
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ النَّبِيَّ e ذَاتَ
لَيْلَةٍ فَخَرَجْتُ أَطْلُبُهُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ رَافِعٌ رَأْسَهُ إِلَى
السَّمَاءِ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ أَكُنْتِ تَخَافِيْنَ أَنْ يَحِيْفَ اللهُ
عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قَالَتْ قَدْ قُلْتُ وَمَا بِي ذَلِكَ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ
أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ
لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ
ِلأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ غَنَمِ كَلْبٍ
“Aisyah berkata “Pada suatu malam, saya kehilangan Rasulullah. Setelah saya
keluar mencarinya, ternyata beliau ada di Baqi’ seraya menengadahkan kepalanya
ke langit, beliau berkata “Apakah kamu takut Allah dan Rasulnya
mengabaikanmu?”. Aisyah berkata “Saya tidak memiliki ketakutan itu,
saya mengira engkau mengunjungi sebagian di antara istri-istri engkau”. Nabi
berkata “Sesungguhnya (rahmat) Allah turun ke langit yang paling bawah pada
malam Nishfu Sya’ban dan Ia mengampuni dosa-dosa yang melebihi dari jumlah bulu
kambing milik suku Kalb”. (HR Turmudzi no
670, dan Ibnu Majah no 1379)
تحفة
الأحوذي شرح سنن الترمذي ج 2 ص 277
فَهَذِهِ اْلأَحَادِيثُ بِمَجْمُوعِهَا حُجَّةٌ عَلَى مَنْ
زَعَمَ أَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ فِي فَضِيْلَةِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
شَيْءٌ وَاللهُ تَعَالَى أَعْلَمُ .
“Hadits-hadits di atas secara keseluruhan merupakan sebuah
hujjah yang membantah anggapan sebagian ulama yang berpendapat bahwa tidak ada
satupun dalil kuat yang menjelaskan tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban”. (Tuchfah al-Achwadzi Syarh Sunan al-Tirmidzi, II/277)
Jawaban b:
Di antara keistimewaan malam Nishfu Sya’ban adalah
sebagai berikut:
1. Menurut Imam
Syafi’i, malam Nishfu Sya’ban adalah salah satu malam yang mustajabah.
2. Menurut ‘Atha bin
Yasar, malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling utama setelah Lailatul
Qadar.
3. Menurut sahabat
‘Ikrimah, yang dimaksud dengan ayat
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا
مُنْذِرِينَ () فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ{الدخان :3-4}
surat al Dukhan ayat 3-4, malam tersebut adalah malam Nishfu Sya’ban, akan
tetapi pendapat ini ditentang oleh jumhur ulama, dan yang dimaksud dengan ليلة مباركة adalah
Lailatul Qadar.
4. Menurut ulama yang lain, malam Nishfu Sya’ban adalah malam laporan amal
tahunan kepada Allah SWT.
Dasar Pengambilan Hukum:
فيض
القدير ج 6 ص 50
قَالَ الشَّافِعِى بَلَغَنَا أنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِى
خَمْسِ لَيَالٍ أوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ وَلَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ
وَلَيْلَتَىِ اْلعِيْدِ وَلَيْلَةِ الْجُمْعَةِ.
“Imam Syafii berkata: Telah sampai kepada kami bahwa doa
dikabulkan dalam lima malam, yaitu awal malam bulan Rajab, malam Nishfu
Sya’ban, dua malam hari raya dan malam Jumat”. (Faidl al-Qadír, VI/50)
نزهة
المجالس ج 1 ص 158
قَالَ عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مَا بَعْدَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
أَفْضَلُ مِنْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَهِىَ مِنَ اللَّيَالِى الَّتِى
يُسْتَجَابُ فِيْهَا الدُّعَاءُ. قَالَ النَّوَوِى عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مِنَ
التَّابِعِيْنَ .
“Yasar bin Atho’ berkata : Tidak ada malam yang lebih utama
setelah Lailatul Qadar dibandingkan dengan Nishfu Sya’ban. Ia merupakan salah
satu malam yang mustajabah”. (Nuzhah
al-Maj á lis, I/158)
تفسير
القرطبى ج 16 ص 85
وَقَالَ عِكْرِيْمَةُ هِىَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
يُبْرَمُ فِيْهَا أَمْرُ السَّنَةِ وَيُنْسَخُ اْلأَحْيَاءُ مِنَ اْلأَمْوَاتِ
وَيُكْتَبُ الْحَاجُّ فَلاَ يُزَادُ فِيْهِمْ أَحَدٌ وَلاَ يُنْقَصُ مِنْهُمْ
أَحَدٌ وَرَوَى عُثْمَانُ بْنُ الْمُغِيْرَةِ قَالَ قَالَ النَّبِىَ e تُقْطَعُ
اْلأَجَالُ مِنْ شَعْبَانَ إلَى شَعْبَانَ حَتَّى أَنَّ الرَّجُلَ لَيَنْكِحُ
وَيُوْلَدُ لَهُ وَقَدْ خُرِجَ اسْمُهُ فِى الْمَوْتَى. وَقَالَ اْلقَاضِى أبُوْ
بَكْرِ بْنِ الْعَرَبي وَجُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءُ عَلَى أنَّهَا لَيْلَةُ اْلقَدْرِ.
“Ikrimah berpendapat bahwa yang dimaksud Lailah Al Mubarakah itu
adalah malam nishfu sya’ban. Di malam itu Allah menentukan semua urusan dalam
peristiwa setahun, menghapus nama-nama orang dari daftar calon orang meninggal
dan mencatat nama-nama orang yang akan melaksanakan haji tanpa ditambah atau
dikurangi. Utsman bin Mughirah meriwayatkan hadis, Rasulullah e bersabda, “Ajal ditentukan dari satu Sya’ban
ke bulan Sya’ban berikutnya, hingga seseorang menikah, dikaruniai anak dan
namanya dikeluarkan dari orang-orang yang akan meninggal” (HR Ibnu Abi Dunya
dan Al Dailami). Qadli Abu Bakar bin Al Araby berkata : Para Ulama’ mengatakan
bahwa malam tersebut adalah Lailatul Qadar”. (Tafsir
al-Qurtúbi, XVI/85)
حاشية
الجمل ج 8 ص 323
(قَوْلُهُ:
تُعْرَضُ اْلأَعْمَالُ) أَيْ تُعْرَضُ عَلَى اللهِ تَعَالَى وَكَذَا تُعْرَضُ فِي
لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ وَفِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَاْلأَوَّلُ عَرْضٌ
إجْمَالِيٌّ بِاعْتِبَارِ اْلأُسْبُوْعِ، وَالثَّانِي بِاعْتِبَارِ السَّنَةِ
“Amal-amal tersebut diperlihatkan kepada Allah, begitu pula pada
malam Nishfu Sya’ban dan Lailatul Qadar. Yang pertama (Senin-Kamis) merupakan
laporan amal mingguan. Yang kedua dan ketiga (Nishfu Sya’ban dan Lailatul
Qadar) merupakan laporan amal tahunan”. (Chásyiyah al-Jamal, VIII/323)
Jawaban c:
Pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban beserta
macam-macam niatnya merupakan hasil ijtihad para ulama.
Dasar Pengambilan Hukum:
أسنى
المطالب فى أحاديث مختلفة المراتب ص 234
وَأَمَّا قِرَاءَةُ سُوْرَةِ يس لَيْلَتَهَا بَعْدَ
الْمَغْرِبِ وَالدُعَاءِ الْمَشْهُوْرِ فَمِنْ تَرْتِيْبِ بَعْضِ أهْلِ الصَّلاَحِ
مِنْ عِنْدِ نَفْسِهِ قِيْلَ هُوَ الْبُوْنِى وَلَا بَأْسَ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
“Adapun pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban setelah
Maghrib merupakan hasil ijtihad sebagian ulama, konon ia adalah
Syeikh Al Buni, dan hal itu bukanlah suatu hal yang buruk”. (Asná
al-Mathálib, 234)
فتح
الملك المجيد للشيخ أحمد الديربى ص 19
(وَمِنْ
خَوَاصِ سُوْرَةِ يس) كَمَا قَالَ بَعْضُهُمْ أنْ تَقْرَأَهَا لَيْلَةَ النِّصْفِ
مِنْ شَعْبَانَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ الأُوْلَى بِنِيَّةِ طُوْلِ اْلعُمْرِ
وَالثَّانِيَةُ بِنيَّةِ دَفْعِ الْبَلاَءِ وَالثَّالِثَةُ بِنِيَّةِ
اْلإسْتِغْنَاءِ عَنِ النَّاسِ.
“Diantara keistimewaan surat Yasin, sebagaimana menurut sebagian
para Ulama, adalah dibaca pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak 3 kali. Yang
pertama dengan niat meminta panjang umur, kedua niat terhindar dari bencana dan
ketiga niat agar tidak bergantung kepada orang lain”. (Fatchu al-Malik al-Majíd, 19)
تلخيص
فتاوى ابن زياد ص 301
(مَسْئَلَةٌ)
حَدِيْثُ يس لِمَا قُرِئَتْ لَهُ لاَ أَصْلَ لَهُ وَلَمْ أَرَ مَنْ عَبَّرَ
بِأَنَّهُ مَوْضُوْعٌ فَيَحْتَمِلُ أنَهُ لاَ أصْلَ لَهُ فِى الصِّحَّةِ
وَالَّذِىْ أعْتَقِدُهُ جَوَازُ رِوَايَتِهِ بِصِيْغَةِ التَّمْرِيْضِ نَحْوُ
بَلَغَنَا كَمَا يَفْعَلُهُ أصْحَابُ الشَّيْخِ اِسْمَعيِلَ اْلَجْبَرِتى اهـ.
“Hadits yang berbunyi “Surat Yasin dapat dibaca sesuai dengan
niat tujuannya” merupakan hadis yang tidak ada dasarnya, tetapi saya tidak
menemui ulama yang mengatakannya sebagai hadis palsu. Bisa jadi yang dimaksud
adalah hadis tersebut tidak shohih. Saya meyakini bahwa boleh meriwayatkan
hadis tersebut dengan redaksi riwayat yang tidak tegas, seperti telah sampai
pada kami sebagaimana yang dilakukan oleh murid-murid Syeikh Ismail Al Jabraty
dari Yaman.” (Talkhísh Fatáwá Ibnu Ziyád, 301)
Jawaban d:
Hukum melakukan shalat sunnah mutlak pada malam Nishfu
Sya’ban adalah mustahab (disunnahkan) karena Rasulullah e pernah melaksanakan shalat tersebut. Sementara jika
shalat tersebut diniati nishfu sya’ban maka hukumnya haram, karena tidak ada
tuntunan ibadah salat nishfu sya’ban. Bentuk salat sunah yang boleh dikerjakan
pada malam Nishfu Sya’ban adalah salat sunah mutlak, salat Hajat, salat Tasbih,
dan shalat apapun yang telah dilakukan oleh Rasulullah e.
Catatan:
Kedudukan hukum mustahab adalah satu tingkat di bawah
hukum sunnah.
Dasar Pengambilan Hukum:
ذكريات
ومناسبات لسيد محمد بن علوى الملكى ص 155-156
عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ الْحَارِثِ اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ:
قَامَ رَسُوْلُ اللهِ e مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى فَأَطَالَ
السُّجُودَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ
حَتَّى حَرَّكْتُ إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ فَرَجَعَ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ
مِنْ السُّجُودِ وَفَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ قَالَ: يَا عَائِشَةُ أَوْ يَا
حُمَيْرَاءُ أَظَنَنْتِ أَنَّ النَّبِيَّ e قَدْ خَاسَ
بِكِ؟ قُلْتُ: لاَ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنْ قُبِضْتَ
طُوْلَ سُجُوْدِكَ، قَالَ: أَتَدْرِي أَيَّ لَيْلَةٍ
هَذِهِ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ
مِنْ شَعْبَانَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطَّلِعُ عَلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ
النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَرْحَمُ
الْمُسْتَرْحِمِيْنَ وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ الْحِقْدِ كَمَا هُمْ، رَوَاهُ
الْبَيْهَقِيُّ. وَقَالَ هَذَا مُرْسَلٌ جَيِّدٌ وَيُحْتَمَلُ أَنْ يَكُوْنَ الْعَلاَءُ أَخَذَهُ مِنْ
مَكْحُوْلٍ
“Dari 'Ala' bin Charits bahwa Aisyah berkata: “Rasulullah bangun
di tengan malam kemudian beliau salat, kemudian sujud sangat lama, sampai saya
menyangka bahwa beliau wafat. Setelah itu saya bangun dan saya gerakkan kaki
Nabi dan ternyata masih bergerak. Kemudian Rasul bangkit dari sujudnya setelah
selesai melakukan shalatnya, Nabi berkata “Wahai Aisyah, apakah kamu mengira
Aku berkhianat padamu?”, saya berkata “Demi Allah, tidak, wahai Rasul, saya
mengira engkau telah tiada karena sujud terlalu lama.” Rasul bersabda “Tahukauh
kamu malam apa sekang ini?” Saya menjawab “Allah dan Rasulnya yang tahu”.
Rasulullah bersabda “ini adalah malam Nishfu Sya’ban, sesungguhnya Allah ‘Azza wa
Jalla memperhatikan hamba-hamba-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, Allah akan
mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang meminta
dikasihani, dan Allah tidak akan memprioritaskan orang-orang yang pendendam”. (HR Al Baihaqi fi Syuab Al Iman no 3675, menurutnya hadits ini Mursal yang
baik)
Catatan:
1. Letak ke-mursal-an hadits tersebut
karena Al ‘Ala’ bin Al Charits adalah seorang Tabiin yang tidak pernah berjumpa
dengan Aisyah, prediksi Al Baihaqi menyebutkan Al ‘Ala’ memperoleh hadits
tersebut dari gurunya, Makchul. Imam Achmad menilai Al ‘Ala’ sebagai orang yang
sahih haditsnya. Abu Chatim berkata: Tidak ada murid Makchul yang lebih
terpercaya dari pada Al ‘Ala’. Ibnu Hajar menyebut Al ‘Ala’ sebagai orang yang
jujur dan berilmu fikih, tetapi ia dituduh pengikut Qadariyah. (Mausu’ah Ruwat
Al Hadits)
2. Para Imam Madzhab,
seperti Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal mengkategorikan hadis Mursal
sebagai hadis yang dapat diterima (Hadis Maqbul) bila memenuhi beberapa
persyaratan, diantaranya Sahabat atau Tabiin yang digugurkan dari sanad
merupakan seorang yang dikenal kredibilitasnya, tidak bertentangan dengan hadis
lain yang lebih shahih, dan lain sebagainya, sebagaimana yang tercantum dalam
kitab-kitab Ulumul Hadits.
مجموع
فتاوى ابن تيمية ج 2 ص 469
وَسُئِلَ عَنْ صَلاَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ؟ (الْجَوَابُ)
فَأَجَابَ: إذَا صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ
جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنْ السَّلَفِ فَهُوَ
أَحْسَنُ. وَأَمَّا اْلاِجْتِمَاعُ فِي الْمَسَاجِدِ عَلَى صَلاَةٍ مُقَدَّرَةٍ.
كَاْلاِجْتِمَاعِ عَلَى مِائَةِ رَكْعَةٍ بِقِرَاءَةِ أَلْفٍ: {قُلْ هُوَ اللهُ
أَحَدٌ} دَائِمًا. فَهَذَا بِدْعَةٌ لَمْ يَسْتَحِبَّهَا أَحَدٌ مِنَ
اْلأَئِمَّةِ. وَاللهُ أَعْلَمُ.
“Ibnu Taimiyah ditanyai soal shalat pada malam nishfu Sya’ban.
Ia menjawab: Apabila seseorang shalat sunah muthlak pada malam nishfu Sya’ban
sendirian atau berjamaah, sebagaimana dilakukan oleh segolongan ulama salaf,
maka hukumnya adalah baik. Adapun kumpul-kumpul di masjid dengan shalat yang
ditentukan, seperti salat seratus raka’at dengan membaca surat al Ikhlash
sebanyak seribu kali, maka ini adalah perbuata bid’ah yang sama sekali tidak
dianjurkan oleh para ulama”. (Majmú'
Fatáwá Ibnu Taymiyyah, II/469)
فيض
القدير ج 2 ص 302
(تَنْبِيْهٌ)
قَالَ المَجْدُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ لَيْلَةُ نِصْفِ شَعْبَانَ رُوِىَ فِى فَضْلِهَا
مِنَ اْلأَخْبَارِ وَاْلأثَارِ مَا يَقْتَضِى أنَّهَا مُفَضَّلَةٌ وَمِنَ
السَّلَفِ مَنْ خَصَّهَا بِالصَّلاَةِ فِيْهَا
“Ibnu Taimiyah berkata : Dari beberapa hadis dan pandapat para
sahabat menunjukkan bahwa malam Nishfu Sya’ban memiliki keutamaan tersendiri.
Sebagian ulama Salaf melaksanakan salat sunah secara khusus di malam tersebut”. (Faidl al-Qadír, II/302)
اعانة
الطالبين ج 1 ص 271
قَالَ العَلاَّمَةُ الْكُرْدِى وَاخْتَلَفَ اْلعُلَمَاءُ
فِيْهَا فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ لَهَا طُرُقٌ إذَا اجْتُمِعَتْ وَصَلَ الْحَدِيْثُ
إلَى حَدٍّ يُعْمَلُ بِهِ فِى فَضَائِلِ اْلأَعْمَالِ وَمِنْهُمْ مَنْ حَكَمَ
عَلَى حَدِيْثِهَا بِالْوَضْعِ وَمِنْهُمُ النَّوَوِى وَتَبِعَ الشَّارِحُ فِى
كُتُبِهِ.
“Syeikh Al
Kurdy berkata : Para Ulama berbeda pendapat mengenai hadis-hadis yang
berhubungan dengan salat sunah malam Nishfu Sya’ban, diantara para ulama ada
yang mengatakan bahwa hadis tersebut (meskipun Dloif) memiliki banyak jalur
riwayat, yang secara keseluruhan (akumulasi) hadis tersebut boleh dilaksanakan
dalam hal Fadlailul A’mal (naik peringkat menjadi hadis hasan lighairihi).
Diantara ulama yang lain menghukuminya sebagai hadis palsu, seperti Imam Nawawi
dan Syekh Zainuddin Al Malibary”. (I'ánah
al-Thálibín, I/271)
Sumber : Keputusan Lembaga
Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama Kota Surabaya
Di Masjid At Taqwa Penjaringansari Rungkut Surabaya, 29 Juni 2008
(PP. Manba'ul Falah Rungkut Menanggal).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.