Rabu, 12 Februari 2014

PETA AGAMA DUNIA Oleh Drs. H. Slamet Effendy Yusuf, M.Si

Peta Agama-agama Tahun 2010
The Pew Research Center merupakan lembaga non partisan yang menyediakan berbagai informasi tentang isu, sikap, dan kecenderungan warga Amerika dan dunia. Lembaga ini melakukan polling, studi demografi, analisis isi dan berbagai riset ilmu sosial empiris. Salah satu proyek lembaga ini adalah The Pew Forum on Religion & Public Life, yang secara berkala mengangkat isu agama dan urusan publik penduduk Amerika dan dunia. Pada bulan Desember 2012 yang lalu, proyek The Pew Forum on Religion & Public Life mengeluarkan laporan berjudul “The Global Religious Landscape, A Report on the Size and Distribution of the World’s Major Religious Groups as of 2010”. Laporan setebal 81 halaman tersebut menyuguhkan beberapa hal, di antaranya berikut ini.[1]
Pertama, jumlah penduduk dunia yang beragama dan non agama. Pada tahun 2010, penduduk dunia diperkirakan berjumlah 6,9 milyar. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,8 milyar (84%) berafiliasi ke agama tertentu. Dan dari 230 negara yang diteliti, sebanyak 2,18 miyar (31,5%) beragama Kristen (Protestan dan Katolik), 1,6 milyar (23,2%) beragama Islam, 1 milyar (15%) beragama Hindu, hampir 500 juta (7,1%) beragama Budha, 14 juta (0,2%) beragama Yahudi, kurang lebih 400 juta orang (5,9%) beragama lokal (seperti agama tradisional Afrika dan Aborigin Australia), dan sekitar 58 juta orang (0,8%) dari penduduk dunia menganut agama lain seperti Bahai, Shikh, Shinto, Tao, Zoroaster, Wika, dan Tenrikyo.
Sedangkan yang tidak berafiliasi ke agama tertentu (termasuk di sini adalah orang-orang yang memiliki kepercayaan tertentu tetapi menyatakan tidak beragama) adalah sebesar 1,1 milyar (16,3%) dari penduduk dunia. Jika dibandingkan dengan agama-agama di atas, kalangan yang menyatakan tidak beragama menempati urutan ketiga, setelah Kristen dan Islam, atau sama dengan jumlah penduduk Katolik dunia.
Kedua, perihal tingkat penyebaran agama-agama. Tingkat penyebaran agama-agama di atas sebagian besar ada di kawasan Asia-Pasifik. Seperti Hindu (99%), Budha (99%), agama local atau tradisional (90%) dan agama-agama lain (89%). Tiga perempat penduduk (76%) yang tidak berafiliasi ke agama apapun juga tinggal di Asia Pasifik, sebanyak 700 juta di antaranya tinggal di China.
Bagi agama Islam (87-90% adalah sunni dan 10-13% adalah Syiah), sebanyak 62% juga ada di Asia Pasifik, sebanyak 20% ada di Timur Tengah dan Afrika Utara, dan hampir 16% sisanya tinggal di Sub Sahara Afrika. Selebihnya, sebanyak 3% tinggal di Eropa, kurang dari 1% tinggal di Amerika Utara, dan kurang dari 1% tinggal di Amerika Latin dan Karebbia.
Meskipun mayoritas muslim dunia tinggal di Asia Pasifik, tetapi sebenarnya mereka hanya 24% dari total penduduk di kawasan tersebut. Sebaliknya, di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara jumlah penduduk muslim mencapai 93%, tetapi mereka hanya menyumbang 20% dari total jumlah penduduk muslim di dunia. 
Ada 10 negara yang merupakan penyumbang terbesar penduduk muslim dunia (mencapai dua pertiga atau 66%). Yakni, Indonesia (13%), diikuti India (11%), Pakistan (11%), Bangladesh (8%), Nigeria (5%), Mesir (5%), Iran (5%), Turki (5%), Algeria (2%) and Maroko (2%).
Sedangkan Agama Kristen tersebar di Eropa sebanyak 26%, Amerika Serikat 37%, Sub Sahara Afrika 24%, dan Asia Pasifik 13% juga. Sedangkan Yahudi, sebanyak 44% tinggal di Amerika Utara, dan 41% tinggal di Timur Tengah dan Afrika Utara (hampir semua tinggal di Israel).
Menurut data yang juga dilansir oleh Pew Research Center dalam “Global Christianity”, Desember 2011,[1] jika dibandingkan dengan 100 tahun yang lalu (1910), tingkat persebaran agama Kristen mengalami perubahan yang signifikan, terutama di benua Eropa. Pada tahun 1910, dua pertiga orang Kristen tinggal di Eropa. Saat ini, hanya sekitar seperempat orang Kristen (26%) yang tinggal di Eropa. Saat ini, sebanyak 37% orang Kristen tinggal di Amerika, 24% tinggal di Sub Sahara Afrika, dan sekitar 13% tinggal di Asia Pasifik.
Jumlah orang Kristen dari 600 juta pada 100 tahun yang lalu (tahun 1910) menjadi lebih dari 2 milyar tahun 2010. Namun, jumlah penduduk dunia tumbuh lebih cepat, dari 1,8 milyar tahun 1910 menjadi 6,9 milyar tahun 2010. Dengan demikian, persentase umat Kristen tidak banyak berubah, bahkan mengalami penurunan dari 35% pada tahun 1910 menjadi 32% pada tahun 2010. Sehingga, meskipun Amerika dan Eropa mayoritas masih dihuni orang Kristen (63%), namun sebenarnya itu jauh lebih rendah dari tahun 1910 (sebesar 93%). Dan proporsi orang Eropa dan Amerika yang beragama Kristen turun dari 95% pada tahun 1910 menjadi hanya 76% pada tahun 2010 di Eropa, dan dari 96% menjadi 86% di Amerika.
Secara garis besar, peta persebaran agama-agama di dunia pada tahun 2010 adalah sebagai berikut: ( Maaf Peta tidak bisa ditampilkan dalam blog ini)
Ketiga, agama-agama sebagai mayoritas dan minoritas. Hampir tiga perempat (73%) penduduk dunia tinggal di Negara-negara di mana agama mereka merupakan kelompok mayoritas. Hanya seperempatnya (27%) yang tinggal sebagai minoritas. Hindu dan Kristen cenderung tinggal di Negara-negara di mana mereka merupakan mayoritas. Seperti Hindu, lebih dari 97% adalah tinggal di tiga negara yang mayoritas beragama Hindu, yakni India, Mauritius, dan Nepal. Dan hampir 87% agama Kristen ditemukan di 157 negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. 
Sebagian besar muslim (73%) dan penduduk non agama (71%) juga tinggal di negara-negara yang mana mereka merupakan kelompok yang mendekati dominan. Orang muslim merupakan mayoritas di 49 negara termasuk 19 dari 20 negara berada di Timur Tengah dan Afrika Utara. Penduduk yang tidak berafiliasi ke agama apapun merupakan mayoritas di 6 negara, yakni China, Republik Checknya, Estonia, Hongkong, Jepang, dan Korea Utara.
Agama selainnya, hampir sebagian besar merupakan minroitas di berbagai negara. Seperti Budha, 72% tinggal sebagai minoritas, sisanya 28% tinggal di 7 negara di mana Budha merupakan mayoritas, yakni Bhutan, Burma (Myanmar), Kamboja, Laos, Mongol, Srilanka, dan Thailand.
Keempat, usia para pengikut agama-agama. Dari segi usia pengikut, petanya adalah sebagai berikut. Muslim sebagian besar diikuti usia 23 tahun, Hindu 26 tahun, keduanya berada di bawah rata-rata agama dengan pengikutnya yang berusia 28 tahun. Kristen rata-rata berusia 30 tahun, agama lain-lan 32 tahun, agama local 33 tahun, tanpa afiliasi agama apapun 34 tahun, Budha 34 tahun, dan paling tua adalah Yahudi 36 tahun. Dengan demikian, agama masa depan adalah Islam.
Peta Agama-agama Tahun 2050
Philip Jenkins[1] membuat prediksi tentang agama apa yang paling cepat di dunia dan bagaimana populasi pemeluknya pada tahun 2050 yang akan datang. Dengan mendasarkan pada Database Kristiani, ia menyanjung capaian pertumbuhan orang Kristen di Afrika yang mencapai hampir 5 ribu persen dan Amerika Latin yang mencapai hampir seribu persen sejak tahun 1900 sampai sekarang. Sedangkan untuk pemeluk Katholik meningkat 6.700 persen.
Tetapi, Jenkins mengajak tidak berbangga diri. Karena ada agama Islam yang mengalami pertumbuhan dengan capaian angka lebih mengagumkan. Pada tahun 1900, sekitar sepertiga penduduk dunia adalah orang Kristen, pada saat ini proporsi tersebut tidak berubah, dan diperkirakan tahun 2050 juga demikian. Hal ini jauh berbeda dengan agama Islam. Pada tahun 1900 ada sekitar 200 - 220 juta orang Islam di dunia (sekitar 13 persen dari total penduduk dunia). Saat ini, umat Islam mencapai sekitar 22,5 persen dan pada tahun 2050 diperkirakan mencapai 27 persen dari keseluruhan penduduk bumi. Jika pada tahun 1900 agama Kristen mengalahkan agama Islam dengan perbandingan 2,8:1 persen, saat ini perbandingannya menjadi 1,5:1 persen, dan pada tahun 2050 akan menjadi 1,3:1 persen. Tinggal menunggu waktu saja, secara historis kesenjangan jumlah antara kedua agama tersebut akan hilang.
Jenkins membuat perbandingan pertumbuhan antar kedua agama tersebut secara dramatis. Umat Kristen sampai sekarang mengalami pertumbuhan 4 kali lebih banyak dibanding tahun 1900, namun umat Islam telah tumbuh sekitar tujuh kali lipat dan tersebar di pusat-pusat bersejarah Islam. Orang Kristen bisa menceritakan kisah sukses pertumbuhan agamanya di belahan Afrika, tetapi orang Islam lebih bangga lagi karena perumbuhannya menyebar ke seluruh pusat-pusat bersejarah mereka, seperti di Mesir, Iran, dan Indonesia.
Mengapa hal demikian terjadi? Menurut Jenkins, hal tersebut disebabkan ada belahan dunia yang memiliki pertumbuhan lebih cepat dari yang lain. Di berbagai Negara Islam pertumbuhan penduduknya sangat tinggi, sehingga otomatis pengikut agama Islam tumbuh dengan cepat. Sebaliknya, Eropa sebagai pusat pemeluk iman Kristiani mengalami perlambatan pertumbuhan penduduk. Sebagai ilustrasi, jika pada tahun 1900 orang Eropa berjumlah seperempat populasi dunia, tetapi pada tahun 2050 yang akan datang hanya akan menjadi 8 persen dari total penduduk dunia.

Prediksi Khadafi
Dalam sebuah kunjungan ke Italia tanggal 29 Agustus 2010, mantan Presiden Libya, Muammar Khadafi, mengunjungi Libyan Cultural Center di Roma. Di hadapan 500 perempuan terpelajar, Khadafi menyatakan bahwa “Islam should become the religion of all of Europe”.[2] Dalam kesempatan tersebut, Khadafi juga mengatakan bahwa Eropa beralih ke Islam sebagai “the last religion” diperkirakan mulai berproses sejak Turki menjadi bagian dari Uni Eropa.[3]
Pandangan Khadafi tersebut semula tidak mendapat respon dari manapun, termasuk oleh Sekretaris Konggegrasi Vatikan untuk Evanggelis, Uskup Agung Robert Sarah, yang enggan berkomentar dan hanya bilang bahwa pernyataan Khadafi tidak serius (lacked seriousness). Bahkan menurut Sarah, untuk berbicara benua Eropa akan masuk Islam merupakan hal yang tidak masuk akal (makes no sense). Dalam sebuah wawancara dengan harian Italia, La Repubblica, Islam kurang mengancam terhadap warisan Kristen di Eropa, dibanding dengan iklim relativisme, rendahnya perhatian kepada iman, kelemahan agama, dan ketidakpedulian kepada yang suci. Ini adalah iklim sekularisme.[4]
Namun, tampaknya gagasan Khadafi berproses dan menunjukkan gejala yang membenarkannya. Pertumbuhan Islam di Eropa sangat cepat. Sebagai contoh Belgia, dari 10 juta jumlah penduduk, lebih dari 6 persen adalah muslim. Bahkan di jantung Kota Brussel, pertumbuhannya mencengangkan, dari 17 persen tahun 2000 menjadi 33,5 persen pada tahun 2008 (sekitar 350 ribu dari 1,1 juta penduduk). Islam dikhawatirkan 20 tahun mendatang akan menjadi agama dominan di ibukota Belgia tersebut. Prancis lebih mengkhawatirkan, karena menurut pejabat senior Katolik di Vatikan, Peter Turkson, Prancis akan menjadi Republik Islam pada tahun 2048.[5]
Makin kuatnya Islam di Eropa dan beberapa negara lain, seperti Amerika, seperti dijelaskan di atas, disadarai oleh Huntington. Dan karena itu, Huntington menjadikan Islam sebagai sebuah peradaban yang harus dianggap sebagai lawan tanding terutama terhadap Barat.
Mari kita cermati peta the clash of civilization yang dibuat oleh Samuel P Huntington berikut ini:
Description: Clash_of_Civilizations_map.png
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Clash_of_Civilizations_map.png
Peta tersebut menegaskan posisi seorang muslim, bukan hanya dalam satu identitas teologis, tetapi juga sebagai identitas politik dan peradaban di antara “pertarungan” berbagai peradaban seperti yang diisyaratkan oleh Samuel P. Huntington (1993).[6] Baik Sunni maupun Syiah sama-sama diidentifikasi sebagai bagian dari peradaban Islam yang berhadapan dengan peradaban terutama Barat yang “didukung” oleh Kristen dan Konfusionisme yang menurut Huntington memiliki potensi berhadapan dengan Peradaban Islam. 
Muslim dalam satu peradaban Islam saat ini “berhadapan” dengan setidaknya dua peradaban besar Barat dan Ketimuran (Konfusionisme) yang saat ini memang sedang menguasai dunia. Kita memiliki “musuh” atau “lawan tanding” peradaban yang demikian kuat dan memberikan pengaruh sangat kuat dalam penentuan arah dunia. Mereka memiliki bukan hanya ekonomi, melainkan juga kekuatan senjata, dua kekuatan yang saat ini bisa mendikte atau memaksa negara lain untuk tunduk dan patuh. Negara-negara muslim sebagian besar termasuk negara yang lemah, baik secara ekonomi atau persenjataan. Karena kondisi yang lemah tersebut, lemah pula dalam berbagai diplomasi internasional di tingkat PBB.

Kebijakan Dunia Barat Terhadap Islam
Percepatan pertumbuhan Islam di negara-negara seperti Eropa dan Amerika, yang diklaim sebagai pusat-pusat iman Kristiani, terasa menjadi sebuah trauma akan masuknya Islam sebagai peradaban yang akan menguasai mereka, seperti terjadi kepada Spanyol beberapa abad silam. Trauma tersebut didukung oleh berita tidak simpatik terhadap Islam melalui media televisi, dunia maya, buku, dan koran, menyebabkan rasa permusuhan terhadap Islam dan kaum muslim menjadi makin tinggi. Mereka mengalami rasa takut yang mendalam sampai menjadi ketidaksadaran, tetapi terefleksi dalam persepsi dan tindakan yang diskriminatif terhadap muslim tanpa alasan yang jelas.
Ada sebuah persepsi dan tindakan yang bisa dikategorikan sebagai islamofobia. Islamofobia (islamophobia) merupakan prasangka, kebencian, atau ketakutan irrasional terhadap muslim (orang Islam). Islamophobia juga merujuk kepada praktik diskriminasi terhadap muslim dengan cara menyingkirkan muslim dari kehidupan ekonomi, sosial, dan publik dalam sebuah bangsa. Islamophobia juga memiliki cara pandang bahwa Islam tidak memiliki nilai seperti halnya kebudayaan lain, Islam lebih rendah dibanding Barat  dan dianggap merupakan agama kekerasan. Menurut the Commission on British Muslims and Islamophobia (1997), islamofobia merupakan pandangan dunia yang dilatar belakangi oleh ketakutan tak beralasan dan ketidaksukaan terhadap muslim, sehingga terhadap mereka dilakukan praktek-praktek pengucilan dan diskriminasi. Dan menurut Johannes Kandel (2006), islamofobia merupakan bagian dari stigma sosial terhadap Islam dan Muslim.[7]
Syed Abdul Siraj[8] memberikan gambaran yang cukup lengkap mengenai praktek islamofobia. Menurutnya, merujuk kepada laporan The British Runnymede Trust (1997), beberapa persepsi Barat terhadap Islam adalah: bahwa Islam itu inferior terhadap Barat, barbar, irrasional, primitive, dan seksis. Islam dianggap sebagai agama yang statis dan tidak responsive terhadap realitas baru, dan Islam tidak memiliki tujuan atau nilai yang setara dengan budaya lain. Islam juga dipersepsikan sebagai agama kekerasan, agresif, pendukung terorisme, dan mengarah kepada perang peradaban. Sedikit sekali pandangana yang menganggap Islam sebagai kawan aktual maupun potensial untuk bekerjasama mengatasi berbagai masalah.
Dalam pandangan Siraj, para elit pemerintahan dan media terlibat dalam propaganda menyebarkan citra negative tentang Islam. Dan setelah kejadian 11 September 2011, mereka sering menggunakan retorika yang menyudutkan Islam dan kaum muslim. Seorang muslim, bagaimanapun sekulernya dia, bagaimanapun taatnya kepada hukum, pembayar pajak, dan pecinta perdamaian, tetapi karena dia muslim maka dipersepsikan sebagai teroris, fundamentalis, dan ancaman bagi perdamaian dunia.
Untuk membuktikan pernyataan tersebut, Siraj menyuguhkan beberapa contoh komentar para pemimpin Barat tentang Islam dan Islamofobia. Perhatikan beberapa komentar berikut ini:
Nick Griffen, leader of the racist, anti-Muslim British National Party: "Muslims are the biggest problem at present, for several reasons, because they have the highest birth rate, which means their communities need living space - that's what the ethnic cleansing is about. They have political corruption in their own countries, and when they have a chance to get council places they are there for graft. Most important of all is that Islam is an aggressive religion." (The Guardian, Jeevan Vasagar, May 30, 2001).
Vladmir Putin, Russian Prime Minister: "Islamic Fundamentalism is a danger growing like virus. 'EU/Russia: Is European Silence On Putin Outburst Good Manners Or Good Politics? (Russia Weekly, Jeremy Bransten, , 14 November 2002).
Silvio Berlusconi, Italian Prime Minister: "Europe must revive on the basis of common Christian roots…” "We should be conscious of the superiority of our civilization, which consists of a value system that has given people widespread prosperity in those countries that embrace it, and guarantees respect for human rights and religion ... This respect certainly does not exist in the Islamic countries … [the West would] continue to conquer peoples", [as it had] "already done with the Communist world, and the moderate Arab states."Berlusconi breaks ranks over Islam, John Hooper and Kate Connolly in Berlin (The Guardian, September 27, 2001)
George Bush, President of the USA:"Over time it's going to be important for nations to know they will be held accountable for inactivity …You're either with us or against us in the fight against terror" (CNN, 6 Nov. 2001)
John Ashcroft, U.S Attorney General:"Islam is a religion in which God requires you to send your son to die for Him. Christianity is a faith in which God sends his son to die for you" (Los Angeles Time, February 16 2002).
October 30, 2006, Jack Straw said he felt "uncomfortable" speaking to Muslim women wearing the full-face veil known as the Niqab, calling it a barrier to community relations. Prime Minister Tony Blair also, trermed the Niqab a "mark of separation."
Sementara itu, menurut Siraj, media Barat sering memberikan laporan tentang Islam secara tidak benar disebabkan kebencian terhadap Islam. Factor terbesar dalam penyebaran stereotype terhadap Islam adalah pilihan kata dalam media yang sering menggunakan istilah “ekstrimis” atau “teroris”, jarang sekali yang menggunakan istilah lebih netral seperti “revivalis” atau “progressif”. Media Barat sangat memusuhi dan sering memotret muslim di Barat sebagai minorotas yang tak berperadaban (uncivilized), primitive dan menjadi masalah bagi kebudayaan Eropa.
Media Barat dengan agendanya telah memotret Islam dan isu dunia Islam dari satu sisi menyebabkan citra negative dalam alam pikiran orang Barat seperti halnya Islam dianggap sebagai agama ekstrim. Mereka telah mengidentifikasi musuh baru, yakni “Islam Radikal”, sebagai pengganti perang dingin. Dan karena media pula, maka terorisme internasional menjadi sinonim bagi Islam. Selain itu, lebih dari 100 film dibuat selama 3 dekade terakhir yang menyuguhkan pandangan bahwa Timur Tengah, dan itu diarahkan juga ke Islam, adalah teroris. Iran dan Pakistan merupakan dua Negara yang terutama diidentifikasi sebagai garda depan fundamentalis dan terorisme.
Propaganda anti Islam ini, diakui Siraj, memberikan dampak yang sangat buruk bagi komunitas muslim di Eropa dan Amerika. Islamofobia menyebabkan jutaan muslim di negara-negara Barat, dengan berbagai alasan, mereka diasingkan dan menjadi target kebencian dan diskriminasi. Ada banyak warga muslim di Eropa dan Amerika yang merasakan diisolasi, dikriminalisasi, dan diabaikan. Mereka menjadi subyek diskriminasi di pasar tenaga kerja, ditempatkan di lokasi-lokasi miskin, pemuda-pemuda muslim tidak mendapatkan hak yang sama, dan anak-anak dari minoritas muslim disekolahkan menyebar di tempat-tempat yang berbeda tanpa persetujuan keluarga mereka. Mereka terus dicurigai, sampai-sampai dalam sebuah polling, kaum muslim diperlakukan sangat berbeda dan “disarankan” membawa identitas spesifik agar dikenal sebagai muslim, yang karena itu akan menerima dampak perlakuan khusus. Dan ada banyak bukti penyerangan terhadap kaum muslim yang berujung pada kematian warga tak bersalah dan membahayakan harta benda mereka. Dan bagi perempuan dan gadis muslim, serta anak-anak muslim, mereka mendapatkan pelecehan di jalan.
Mengapa Islamofobia? Setidaknya ada 2 fenomena yang menjadi pemicu kuatnya islamofobia di Amerika dan Eropa. Di Amerika, terutama sejak insiden serangan terhadap Gedeung WTC tanggal 11 September 2001, kebencian terhadap Islam dan muslim demikian tinggi. Kecurigaan dan berbagai perlakuan terutama terhadap muslim yang akan masuk ke Amerika demikian tinggi dan diperketat. Setiap identitas yang mengarah pada Islam lalu mendapat sorotan dan kecurigaan. Bahkan nama-nama yang berbahasa Arab, terutama yang mengandung nama “Ahmad”, “Muhammad”, “Abdul” dan semacamanya mengalami kesulitan untuk mengakses Amerika. Dan, menurut Komisi Hak Asasi Manusi Islam, setidaknya ada 344 serangan islamofobia dalam waktu 12 bulan setelah serangan 11 September 2001.
Jadi, ada semacam persepsi dan perlakuan yang ditebar untuk membenci Islam dan muslim. Ada dua hal yang dikembangkan: a) seolah pelaku penyerangan adalah seorang muslim, dan b) seolah Islam dan muslim adalah terorisme dan ekstrimisme. Bahkan ketika sampai saat ini (setelah 12 tahun kejadian) tidak pernah ditemukan bukti bahwa pelaku penyerangan adalah muslim. Ini paralele dengan pernyataan seorang ahli militer Amerika, William Taylor. Ketika diwawancarai oleh CNN pada tanggal 16 September 2001, Taylor mengatakan: "There is no concrete proof as to who has done this (incident) but I think there is a great possibility that militant Muslims are involved in this." Beberapa hari setelah insiden 11 September tersebut, Presiden Bush menyatakan “perang salib” (crusade) terhadap terorisme. Di belahan Eropa, juga muncul banyak komentar yang senada.
Pertanyaan pentingnya adalah mengapa selang beberapa hari setelah insiden Gedung WTC, tanpa ada bukti dan penyelidikan yang valid, langsung ada sebuah kesimpulan bahwa yang menjadi pelaku utama adalah orang-orang muslim. Langsung ada musuh utama peradaban dunia, yakni muslim, dan para elit pemerintahan dan media memberikan cap kepada muslim sebagai teroris. Apakah ini tidak lebih dari sebuah propaganda politik dan ekonomi dunia Barat, seperti Amerika dan Eropa, untuk mendukung tesis the clash of civilization yang dikemukakan oleh Samuel Huntington?
Di saat perang dingin telah usai, disebabkan arus kapitalisme yang juga menyebar di jarring-jaring Negara komunis-sosialis seperti Rusia (pengganti Uni Sovyet) dan China, perlu diciptakan ilusi musuh bersama. Ilusi itulah yang coba diwujudkan melalui berbagai cara. Ketika terjadi insiden 11 September 2001 (siapapun sesungguhnya sang pelaku dan dalangnya), hal tersebut langsung ditangkap dan sekaligus menjadi trigger dan legitimasi bagi teori perang peradaban dengan musuh bersama Islam. Mengapa Islam, karena secara politik Negara-negara Islam memiliki tingkat lobi paling lemah, persenjataan yang tidak seberapa, dan posisi ekonomi yang bisa didikte.

Bagaimana Peta Agama-agama di Asia Tenggara dan Indonesia?
Selanjutnya kita akan masuk pada peta agama-agama di Asia Tenggara dan secara khusus Indonesia. Negara Asia Tenggara meliputi 11 negara, yakni: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapor, Thailan, Timor Leste, Vietnam, Myanmar, Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam. Saya mencoba mengolah data yang disediakan oleh proyek The Pew Forum on Religion & Public Life mengeluarkan laporan berjudul “The Global Religious Landscape, A Report on the Size and Distribution of the World’s Major Religious Groups as of 2010”. Data tersebut saya olah dan menghasilkan peta sebagai berikut.
Pertama, letak agama-agama mayoritas di negara-negara Asia Tenggara. Agama Islam mayoritas ada di Indonesia (87,2%), Malaysia (63,7%), dan Brunei Darussalam (75,1%). Agama Kristen (termasuk di dalamnya Katholik) mayoritas ada di negara Filipina (92,6%) dan Timor Leste (99,6%). Agama Budha mayoritas ada di negara Singapore (33,9%), Thailand (93,2%), Myanmar (80,1%), Laos (66,0%), dan Kamboja (96,9%). Untuk Vietnam sebagian besar adalah agama-agama local (45,3%) dan yang tidak berafiliasi ke agama tertentu (29,6%). Di Laos, sebanyak 30,7 persen berafiliasi ke agama lokal. Sedangkan bila melihat tingkat persebaran agama-agama mayoritas di berbagai negara, tampaknya Budha lebih banyak persebarannya, setidaknya di 5 negara. Islam di 3 negara, dan Kristen di 2 negara.
Negara
Penduduk (2010)
Kristen
Muslim
Tidak Beragama
Hindu
Budha
Agama Lokal
Agama Lain
Yahudi
Indonesia
   239,870,000
9.9
87.2
<0.1
1.7
0.7
0.3
0.1
< 0.1
Malaysia
     28,400,000
9.4
63.7
0.7
6
17.7
2.3
0.2
< 0.1
Filipina
     93,260,000
92.6
5.5
0.1
<0.1
< 0.1
1.5
0.1
< 0.1
Singapore
       5,090,000
18.2
14.3
16.4
5.2
33.9
2.3
9.7
< 0.1
Thailan
     69,120,000
0.9
5.5
0.3
0.1
93.2
< 0.1
< 0.1
< 0.1
Temor Leste
       1,120,000
99.6
0.1
<0.1
<0.1
< 0.1
0.1
< 0.1
< 0.1
Vietnam
     87,850,000
8.2
0.2
29.6
<0.1
16.4
45.3
0.4
< 0.1
Burma (Myanmar)
     47,960,000
7.8
4
0.5
1.7
80.1
5.8
0.2
< 0.1
Laos
6,200,000
1.5
< 0.1
0.9
< 0.1
66.0
30.7
0.7
< 0.1
Kamboja
14,140,000
0.4
2.0
0.2
< 0.1
96,9
0.6
< 0.1
< 0.1
Brunei
          400,000
9.4
75.1
0.4
0.3
8.6
6.2
0.1
< 0.1


Kedua, persentase persebaran agama-agama di Asia Tenggara. Jumlah penduduk kesebelas negara di Asia Tenggara tersebut pada tahun 2010 adalah 579,27 juta jiwa. Jika kita jumlah cacah jiwa pemeluk agama-agama besar di Asia Tenggara, terutama Islam, Kristen (termasuk di dalamnya adalah Katholik), Hindu, dan Budha, maka akan menghasilkan peta pemeluk agama sebagai berikut:


Sedangkan untuk peta di Indonesia, saya menggunakan “Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia 2012”, yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012. Data yang digunakan dalam Laporan tersebut adalah Hasil Sensus Badan Pusat Statistik (BPS). Dan peta agama yang dimaksud adalah agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Khonghucu, dan Lainnya.
Dalam Laporan tersebut, didapatkan data sebagai berikut. Pertama, dari segi jumlah semua agama mengalami penambahan pengikut. Ini seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah dari 201,24 juta penduduk Indonesia pada tahun 2000 menjadi 237,64 juta pada tahun 2010.
Kedua, hanya 2 kategori agama yang mengalami peningkatan persentase pemeluk.  Yakni, Kristen yang meningkat dari 5,87% pada tahun 2000 menjadi 6,96% pada tahun 2010; dan Agama Lainnya (bukan mainstream) dari 0,20% pada tahun 2000 menjadi 0,50% pada tahun 2010. Sedangkan agama yang lain mengalami penurunan. Islam turun dari 88,22% (2000) menjadi 87,18% (2010). Katholik turun dari 3,05% (2000) menjadi 2,91%. Hindu turun dari 1,81% (2000) menjadi 1,69%. Dan Budha mengalami penurunan dari 0,84% (2000) menjadi 0,72% (2010).

Kalau merujuk kepada data yang digunakan The Pew Researh Center (2012), Islam Indonesia masih berada dalam kisaran 87% pada tahun 2010. Sedangkan penduduk Kristen adalah sebesar 8,8% dari total penduduk Indonesia, atau menyumbang sekitar 1% dari keseluruhan jumlah orang Kristen sedunia.[9] Dengan demikian, posisi Islam memang mengalami penurunan persentase dibanding tahun-tahun sebelumnya, seperti tahun 2006, dimana Islam masih memiliki persentase 88,1%, dibanding Kristen yang 77,3%.[10] Bahkan, menurut Menteri Agama, Suryadharma Ali, sampai tahun 2012 Islam juga mengalami penurunan hingga menjadi 85 persen.[11]
Dan ketiga, jumlah rumah ibadah di Indonesia tidak parallel dengan persentase jumlah pemeluk agama bersangkutan. Jadi, tidak ada hubungan proporsi antara persentase jumlah pemeluk dengan jumlah tempat ibadah agama tersebut. Seperti pemeluk agama Islam yang berjumlah 87,18% tetapi jumlah tempat ibadah hanya 70,77% dari total jumlah tempat ibadah di Indonesia yang sebanyak 338.431 buah.
Hal sebaliknya ada di agama lain, terutama Kristen dan Hindu. Jumlah pemeluk agama Kristen sebesar 6,96% (2010) tetapi memiliki jumlah tempat ibadah sebanyak 17,78%. Demikian pula Hindu, dengan 1,69% (2010) jumlah pemeluk tetapi memiliki 7,34% dari total jumlah tempat ibadah di Indonesia.
Jumlah Rumah Ibadah di Indonesia, 2011
Tempat Ibadah
Masjid
Gereja Kristen
Gereja Katholik
Pura
Vihara
Kelenteng
Jumlah
Jumlah
239.497
60.170
11.021
24.837
2.354
552
338.431
Persentase
70,77%
17,78%
3,26%
7,34%
0.70%
0.16%
100%

Data tempat ibadah ini juga dibenarkan oleh Kepala Pusat Kerukunan Beragama Kemenag RI, Abdul Fatah. Menurut Abdul Fatah, pada tahun 1997 hingga 2004 jumlah gereja Katolik bertambah 153 persen dari 4.934 menjadi 12.473, gereja Protestan 131 persen dari 18.977 menjadi 43.909, jumlah vihara bertambah 368 persen dari 1.523 menjadi  7.129, jumlah pura Hindu naik 475,25 persen dari  4.247 menjadi 24.431, sedangkan masjid hanya bertambah 64 persen dari  392.044 menjadi 643.843. Jika dibandingkan antara pemeluk agama dan tempat ibadahnya, kecenderungannya juga sama. Jumlah umat Islam 207.176.162 sedangkan jumlah masjid 239.497, jumlah umat Kristen 16.528.513 dengan jumlah gereja Kristen 60.170, jumlah umat Katolik 6.907.873 dengan jumlah gereja Katolik 11.021, jumlah umat budha 1.703.254 dengan jumlah vihara 2.354, jumlah umat Hindu 4.012.116 dengan jumlah pura 24.837, dan jumlah umat konghucu 117.091 dengan jumlah kelenteng 552. [12]
Bahan Bacaan:
“Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia 2012”, yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012.
Jeremias Jena, agama-dengan-pertumbuhan-tercepat-di-dunia, dalam http://sosbud.kompasiana.com/2012/11/28/agama-dengan-pertumbuhan-tercepat-di-dunia-511817.html.
Philip Jenkins, The World's Fastest Growing Religion, http://www.catholiceducation.org/articles/facts/fm0164.htm
Syed Abdul Siraj, Critical analysis of Islamphobia in the West and the Media, http://pre.docdat.com/docs/index-44058.html
Jumlah Umat Islam Indonesia Hanya 180 Juta Jiwa?, http://www.netverum.com/2012/10/jika-indonesia-hanya-dihuni-100-orang.html
Vatican official unruffled by Qaddafi's call for Europe to accept Islam, http://www.catholicculture.org/news/headlines/index.cfm?storyid=7404.



[1] Philip Jenkins adalah seorang guru besar sejarah terkenal agama-agama dari Pennsylvania State University. Dia sudah menulis lebih dari dua puluh buku dan sekitar 120 bab dalam buku bunga rampai. Tulisan Jenkins yang dijadikan sebagai rujukan dalam tulisan ini adalah “The World's Fastest Growing Religion” yang dimuat dalam http://www.catholiceducation.org/articles/facts/fm0164.htm, juga yang telah diterjemahkan oleh Jeremias Jena dalam dalam http://sosbud.kompasiana.com/2012/11/28/agama-dengan-pertumbuhan-tercepat-di-dunia-511817.html.

[4] Vatican official unruffled by Qaddafi's call for Europe to accept Islam, http://www.catholicculture.org/news/headlines/index.cfm?storyid=7404.

[6] Dalam sebuah artikel berjudul “The Clash of Civilization” (1993) dan kemudian ditulis dalam buku dengan judul The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996), Samuel P. Huntington menyatakan bahwa identitas cultural dan agama akan menjadi sumber utama konflik paska Perang Dingin. Tulisan yang semula merupakan tanggapan atas buku Francis Fukuyama berjudul “The End of History and the Last Man” (1992) ini, Huntington membagi 8 peradaban besar dalam pertarungan dunia. Yakni, Peradaban Barat, Amerika Latin, Ortodoks, Dunia Timur (peradaban Budha, China, Hindu, dan Jepang), Dunia Islam (termasuk di dalamnya Indonesia), Sub Sahara Afrika, Lone Countries (seperti Ethiopia, Haiti, dan Israel yang meskipun juga cenderung ke Barat), Cleft Country (seperti India yang berada di antara mayoritas Hindu dan minoritas Muslim). Di antara 8 peradaban tersebut, yang paling “seru berhadapan” adalah antara Peradaban Barat, Muslim, dan Ketimuran yang berisi peradaban Budha, China, Hindu dan Jepang. (http://en.wikipedia.org/wiki/The_Clash_of_Civilizations)
[8] Prof. Dr Syed Abdul Siraj is working as Chairman, Department of Mass Communication and Dirctor Regional Services at the Allama Iqbal Open University Islamabad, look at “Critical analysis of Islamphobia in the West and the Media”, http://pre.docdat.com/docs/index-44058.html




[1] Laporan lengkap dapat didownload melalui http://www.pewforum.org