TAYAMUM DI ATAS PESAWAT
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era
informasi dan globalisasi dewasa ini telah memungkinkan
manusia menempuh perjalanan di udara dengan pesawat terbang selama
berpuluh-puluh jam tanpa berhenti di daratan. Umat Islam yang menempuh
perjalanan selama berpuluh-puluh jam seperti ketika menempuh perjalanan dari
Indonesia ke Arab Saudi untuk melaksankan ibadah haji, dapat
dipastikan akan melewati beberapa waktu shalat sehingga tidak mungkin
dilaksanakan secara jama’ sesudah mendarat di daratan.
Menghadapi realitas tersebut,
umat Islam yang menempuh perjalanan panjang dengan pesawat terbang menjadi
bertanya-tanya, apakah kewajiban shalat mereka menjadi gugur atau harus
melaksanakan shalat secara qadha sesudah mendarat atau boleh melakukan shalat
di dalam pesawat dengan segala keterbatasannya baik dalam bersuci maupun dalam
tata cara shalatnya.
Dalam makalah ini penulis akan
coba membahas tentang tata cara bersuci di atas pesawat
bagaimana, dan apa yang harus dilakukan oleh seseorang ketika berhadapan dengan
masalah seperti yang telah disebutkan. Dalam makalah ini penulis juga hanya
akan membahas dan membatasi permasalahan seputar tayammum di dalam pesawat, mengingat
tata cara shalat di dalam pesawat akan dibahas oleh pemakalah berikutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tayammum
Tayammum secara etimologi adalah: القصد
yang berarti maksud atau tujuan. Dikatakan dalam bahasa Arab: تيممت
فلانا وتأممته أي قصدته . Makna yang sama juga terdapat dalam
firman Allah:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا
أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ
تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Secara terminologi, ulama fiqih
memiliki beberapa definisi mengenai Tayammum diantaranya :
Muhammad al-Sharbini
al-Khatib dari kalangan Shafi’iyah mendefinisikan tayammum sebagai berikut:
إيصال
التراب الى الوجه و اليدين بدلا عن الوضوء و الغسل أو عضو منهما بشرائط مخصوصة
Menyapu wajah dan kedua tangan
dengan debu sebagai pengganti wudhu dan mandi (wajib) atau juga sebagai
pengganti dari anggota tubuh (yang wajib dibasuh) pada keduanya dengan syarat-syarat
yang telah ditentukan.
l-Buhuti dari golongan Hanafiyah mendefinisikan tayammum
sebagai berikut: مسح الوجه واليدين عن صعيدمطهرMenyapu wajah dan
kedua tangan dengan sa’id yang suci*
Menurut Malikiyah tayammum adalah:
طهارة
ترابية تشتمل على مسح الوجه واليدين بنية
Menyapu wajah dan kedua tangan yang dibarengi niat dengan
menggunakan tanah yang suci.
Ulama Hanabilah mendefinisikan tayammum sebagai berikut:
مسح
الوجه واليدين بتراب طهور على وجه مخصوص.
Menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci dan
dengan cara yang sudah ditentukan.
B. Dalil/Dasar Hukum Tayammum
1. Al-Qur’an
a. QS. Al-Maidah (5) : 6
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا
بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ
مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ
وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
b. QS. Al-Nisa (4) : 43
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى
تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى
تَغْتَسِلُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ
مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan
junub terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah
menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
2. Sunnah Nabi
a. Rasulullah Saw bersabda:
أعطيت
خمسا لم يعطهن أحد قبلي نصرت بالرعب مسيرة شهر وجعلت لي الأ رض مسجدا وطهورا فأيما
رجل أدركته الصلاة فاليصل وأحلت لى الغناءم ولم تحل لاحد قبلى و أعطيت الشفاعة
وكان النبي يبعث فى قومه خاصة و بعثت الى الناس عامة.
Saya diberi Allah lima perkara
yang tidak diberikan kepada seorangpun sebelumku: saya ditolong Allah dengan
memasukan rasa takut (ke dalam hati musuh) sepanjang satu bulan perjalanan,
dijadikan bumi bagiku sebagai mesjid dan alat untuk bersuci, maka siapa saja
dari umatku menemui waktu shalat hendaklah ia shalat, dihalalkan bagiku harta
rampasan perang sedang bagi orang-orang sebelumku tidak dihalalkan, saya diberi
hak untuk membaeri syafaat, dan yang kelima, jika Nabi-nabi sebelumnya hanya
diutus kepada kaumnya semata, maka saya diutus kepada seluruh manusia. (H.R.
Al-Bukhari dan Muslim)
b. Hadis yang diriwayatkan oleh ‘Amr Ibn Syuaib:
وعن عمرو
بن شعيب عن أبيه عن جده قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: جعلت لنا الأرض
كلها مسجداً وتربتها طهوراً
Dari Amr Ibn Shu’aib dari ayahnya
dari kakeknya berkata: Rasulullah Saw bersabda: seluruh bumi dijadikan
allah untuk kita sebagai tempat peribadatan dan tanah sebagai alat untuk
bersuci.
c. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dhar
al-Gifari dari Rasullah Saw:
التراب
طهور المسلم، ولو إلى عشر حجج، مالم يجد الماء
tanah merupakan alat bersucinya seorang muslim selagi ia
belum mendapatkan air (untuk bersuci) meskipun hal itu berlangsung selama
sepuluh tahun.
C. Sebab-Sebab Disyariatkan Tayammum
Tayammum merupakan salah satu bentuk ibadah yang hanya
diberikan Allah kepada umat Muhammad Saw. Tayammum disyariatkan pada tahun ke 6
H. Peristiwa itu terjadi ketika perang bani Musthaliq. Sebab musababnya
dituturkan oleh Saiyidah Aisyah berikut ini:
خرجنا
سلم في بعض أسفاره حتي إذا كنا با البيداء انقطع عقد لي فأقام النبي صلى الله عليه
وسلم على إلتماسه واقام الناس حوله وليسوا علي ماء وليس معهم ماء فأتى الناس إلى
أبي بكر فقالوا ألا تري الي ما صنعت عائشة؟ فجاء أبو بكر والنبي قد نام وقال ماشاء
الله ان يقول وجعل يطعن بيده خاصرتي فما يمنعني من التحرك ال مكان النبي صلي الله
عليه وسلم على فخذى فنام حتى أصبح على غير ماء فأنزل الله أية التيمم (فتيمموا)
قال أسيد بن حضير ما هي أول بركتم يا ال أبي بكر!! فقالت فبعثنا البعير الذي كنت
عليه فوجدنا العقد تحته.
Kami pergi dengan Nabi Saw. Dalam
suatu perjalanan hingga sesampai di Baida rantaiku telah terputus. Nabi pun
mencarinya begitupun orang-orang turut mencarinya. Kebetulan tempat itu tidak
berair, mereka juga pada waktu itu tidak membawa air. Orang-orang pun
mendatangi Abu Bakar dan berkata: tidakkah anda mengetahui apa yang telah
diperbuat Aisyah? Maka datanglah Abu Bakar dan Nabi sedang berada di atas
pahaku sedang tertidur. Maka ia pun mencelaku dan mengeluarkan kata-kata sesuka
hatinya, bahkan menusuk pinggangku dengan tangannya. Aku menahan diri untuk
tidak bergerak karena mengingat Nabi sedang berada di atas pahaku. Demikianlah
ia tidur sampai pagi tanpa air. Maka Allah pun menurunkan ayat tayammum yakni
“bertayammumlah kamu”. Berkatalah Usaid Ibn Hudair ini bukan berkah yang
pertama kali yang datang kepada kamu hai keluarga Abu Bakar!! Selanjutnya
Aisyah berkata: kemudian orang-orang pun menghalau unta yang kukendarai, maka
kami pun mendapatkan rantai tersebut di bawahnya. (HR. Jammaah kecuali
Turmuzi).
D. Sebab-Sebab Yang membolehkan Tayammum
Sayyid Sabiq, ahli hukum Islam kontemporer asal Mesir berpendapat bahwa
tayammum boleh dilakukan oleh orang yang musafir maupun yang mukim apabila
mendapatkan sebab-sebab berikut ini:
1. Apabila ia tidak mendapatkan
air atau memperolehnya tetapi tidak cukup digunakan untuk bersuci, sesuai
dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim:
كنا مع
رسو ل الله صلى الله عليه وسلم في سفر فصلى با الناس فإذا هو برجل معتزل فقال ما
منعك أن تصلى؟ قال أصابتنى جنابة قال عليك با لصعيد فإنه يكفيك.
Ketika kami berada dalam
perjalanan bersama Rasulullah Saw. Ia pun shalat bersama orang-orang. Ketika
itu beliau melihat seorang lelaki mengasingkan diri, beliau pun bertanya
kepadanya: apa yang menghalangimu untuk tidak melaksanakan shalat? Lelaki itu
menjawab aku sedang junub dan tidak ada air. Nabi bersabda: hendaknya engkau
menggunakan tanah karena itu cukup bagimu.
Namun sebelum bertayammum
seseorang wajib terlebih dahulu mencari air. Apabila telah yakin bahwa air
tidak ada atau ada tetapi jauh, ia tidak wajib mencarinya.
2. Apabila ia mempunyai luka atau
sakit dan khawatir jika menggunakan air penyakitnya akan bertambah atau
kesembuhannya akan terhambat, baik hal itu diketahui melalui pengalaman ataupun
petunjuk dokter yang dipercaya. Dasar hukum tayammum ini adalah hadis Jabir
yang diriwayatkan Abu daud berikut ini:
خرجنا في
سفر فأصاب رجلا منا حجر فشجه في رأسه ثم إحتلم فسأل أصحابه : هل تجدون لي رخصة في
التيمم؟ فقالوا ما نجد لك رخصة وأنت تقدر علي الماء فاغتسل فمات فلما قدمنا على
رسول الله صلى الله عليه وسلم أخبر بذالك فقال قتلوه قتلهم الله ألا سألوا إذا لم
يعلموا؟ إنما يكفيه ان يتيمم أو يعصر او يعصب على جرحه خرقة ثم يمسح عليه و يغسل
سائر جسده
Kami pernah melakukan suatu
perjalanan, lalu salah seorang dari kami tertkena batu yang menyebabkan
kepalanya robek. Orang ini bermimpi junub lalu bertanya kepada teman-temannya;
apakah kalian mendapatkan keringanan bagiku untuk bertayammum? Mereka menjawab
; kami tidak mendapatkan keringanan bagimu karena kamu mampu menggunakan air.
Atas jawaban teman-temannya itu orang ini mandi dan kemudian meninggal dunia.
Kejadian itu terdengar oleh Nabi Saw. Lalu beliau bersabda: mereka telah
membunuhnya maka Allah memurkai mereka. Mengapa mereka tidak bertanya jika
memang mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya.
Sesungguhnya orang itu cukup bertayammum atau membalut lukanya dengan kain lalu
mengusapnya.
3. Apabila air sangat dingin,
sedangkan ia tidak mampu menghangatkannya dan menduga jika ia menggunakannya
maka akan terkena bahaya.
4. Apabila ia dekat dengan air,
tetapi jika ia takut jika diri, kehormatan, harta, atau perbekalannya terancam,
dihadang oleh musuh, dipenjara, atau tidak mampu mengeluarkannya karena tidak
ada alat untuk mengeluarkannya.
5. Bila seseorang membutuhkan air
untuk dirinya atau anjing peliharaannya, atau air itu digunakan untuk masak
atau menghilangkan najis.
6. Apabila ia mampu untuk
menggunakan air tetapi khawatir akan kehabisan waktu shalat jika ia
menggunakannya untuk berwudhu atau mandi. Dalam kondisi seperti itu ia boleh
bertayammum dan melaksanakan shalat.
E. Syarat dan Rukun Tayammum
Syarat-syarat tayammum yang disepakati oleh fuqaha sebagai
berikut:
1. Adanya halangan yang membolehkan untuk melakukan
tayammum.
2. Telah tiba waktu shalat.
3. Mencari air lebih dulu bagi orang yang tayamummnya
disebabkan tidak ada air.
4. Menggunakan debu yang suci.
Adapun rukun tayammum menurut kesepakatan fuqaha ialah
sebagai berikut:
1. Niat.
2. Mengusap muka.
3. Mengusap kedua tangan
F. Benda-Benda yang Digunakan Untuk Tayammum
Para fuqaha secara sepakat
membolehkan bertayammum dengan tanah galian dan berbeda pendapat tentang
kebolehan bertayammum dengan selainnya, berikut penjelasan masing-masing
madhhab:
1. Syafi’iyah berpendapat bahwa
tayammum hanya dibolehkan bila menggunakan tanah atau pasir yang mengandung
debu. Apabila tanah dan pasir tersebut tidak mengandung debu maka tayamummnya
dianggap tidak sah.
2. Hanafiyah dan Malikiyah
membolehkan tayammum dengan segala sesuatu yang berada di atas permukaan bumi.
Namun Madhhab Hanafi mengecualikan barang-barang tambang seperti kapur, garam,
surfur dan lain-lain. Kesemuanya itu tidak dapat dijadikan bahan untuk
bertayammum.
3. Hanabilah membolehkan tayammum
dengan menggunakan segala benda yang mengandung debu seperti batu, tembok,
pelana, pakaian, bulu atau rambut yang mengandung debu dan sebagainya. Tetapi
apabila benda-benda tersebut tidak mengandung debu maka tayammum dengan
benda-benda tersebut tidak dibenarkan.
Yang menjadi perbedaan pendapat
diantara mereka menurut Ibn Rusd mengacu kepada dua masalah berikut:
1. Kata Sa’id yang tertera pada
ayat di atas dalam bahasa Arab merupakan kata-kata yang mushtarak. Terkadang
kata tersebut berarti debu murni dan terkadang berarti seluruh bagian yang
berada di atas permukaan bumi. Tampaknya dari kedua makna sa’id di atas,
Syafi’iyah mengartikannya sebagai tanah murni. Sementara Malikiyah
mengartikannya segala sesuatu yang berada di atas permukaan bumi.
2. Dalam salah satu riwayat
disebutkan kata-kata bumi secara mutlaq untuk pelaksanaan tayammum dan dalam
riwayat lain disebutkan secara muqayyad. Contoh dari hadis Nabi yang mutlaq:
جعلت لي
الأرض مسجدا وطهورا
Dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan penyuci.
Dalam riwayat lain disebutkan:
جعلت لي الأرض مسجدا وتربتها طهورا
Dijadikan bumi untukku sebagai
masjid dan dijadikan debu untukku sebagai penyuci.
Kedua hadis di atas menimbulkan
perbedaan pendapat dikalangan ulama kaitannya dengan hukum mutlaq dan muqayyad.
Yakni apakah perkataan mutlaq di sini digunakan untuk menghukumi perkataan
muqayyad, atau justru sebaliknya, perkataan muqayyad digunakan untuk menghukumi
perkataan mutlaq.
Pendapat yang masyhur mengatakan
bahwa perkataan muqayyad harus digunakan untuk menghukumi perkataan mutlaq.
Sementara Ibn Hazm mengatakan bahwa yang mutlaqlah seharusnya yang menghukumi
muqayyad.
Bagi fuqaha yang lebih cenderung
memilih penggunaan muqayyad atas pengertian mutlaq dan mengartikan kata sa’id
sebagai debu berkesimpulan tidak boleh melakukan tayammum kecuali hanya dengan
menggunakan debu.
Kebalikannya fuqaha yang memilih
penggunaan pengertian mutlaq atas muqayyad dan mengartikan kata sa’idan
tayyiban sebagai apa saja yang berada di atas bumi, maka mereka ini membolehkan
menggunakan pasir atau kerikil.
G. Hal-Hal Yang Membatalkan Tayammum
Para fuqaha sepakat bahwa hal-hal
yang membatalkan tayammum sama dengan yang membatalkan asal bersuci yang
digantikannya, yaitu wudhu. Hanya dua masalah yang masih mereka perselisihkan.
Pertama, apakah tayammum itu menjadi batal karena hendak melakukan shalat wajib
lain bukan shalat wajib yang menggunakan bersuci tayammum? Kedua apakah dengan
adanya air otomatis tayammum batal atau tidak?
Untuk masalah pertama, Imam Malik
berpendapat bahwa hendak melakukan shalat yang kedua itu membatalkan tayammum.
Menurut madhhab lain tidak demikian. Inti perbedaan pendapat itu berkisar pada
pertanyaan, apakah firman Allah yang berbunyi:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ
“Wahai orang-orang yang
beriman, jika kamu hendak melaksanakan shalat” itu ada kata-kata yang dibuang
atau memang asalnya tidak ada yang dibuang? Kata-kata yang dibuang itu jika
diperjelas menjadi, “jika kamu bangun tidur atau kamu bangun dalam keadaan
hadas”.
Ulama yang berpendirian bahwa
dalam ayat itu tidak ada kata-kata yang dibuang menyatakan bahwa zhahir ayat
itu menunjukan setiap akan melaksanakan shalat wajib berwudhu atau tayammum
terlebih dahulu. Tapi untuk wudhu, hadis mentakhsiskan ketentuan di atas.
Dengan demikian, ketentuan
tersebut hanya berlaku untuk tayammum. Tetapi alur pikir ini tidak dapat
dijadikan terhadap pendapat Imam Malik. Sebab, dalam kitab Muwatta riwayat Zaid
Ibn Aslam, Malik berpendapat bahwa dalam ayat tersebut ada kata-kata yang dibuang.
Sebab kedua perbedaan pendapat
itu adalah tuntutan untuk melaksanakan tayammum berulang-ulang setiap masuk
waktu shalat.Imam Malik konsisten dengan ketentuan ini sekaligus menjadi
argumentasinya. Sementara ulama yang berpendirian bahwa tuntutan itu tidak
bermaksud untuk dilaksanakan secara berulang-ulang dan dalam ayat itu ada
kata-kata yang dibuang berpendapat bahwa hendak melaksanakan shalat yang kedua
itu tidak termasuk yang membatalkan tayammum
Sedangkan untuk masalah yang
kedua, menurut jumhur ulama “didapatkan air” itu membatalkan tayammum. Menurut
sebagian ulama yang membatalkan tayammum tersebut adalah hadas. Inti perbedaan
pendapat ini bertolak dari pertanyaan apakah dengan di temukannya air itu
menghilangkan keterkaitan bersuci dengan debu atau menghilangkan kebolehan
memulai bersuci dengan debu.
Ulama yang berpendirian bahwa
ditemukannya air menghilangkan kebolehan memulai bersuci dengan debu
berpendapat bahwa ditemukannya air itu tidak membatalkan tayammum. Yang
membatalkannya hanyalah hadas. Sedang ulama yang berpendirian bahwa
ditemukannya air itu menghilangkan keterkaitan bersuci dengan debu berpendapat
bahwa itu membatalkan tayammum, bahwa batas yang membatalkan adalah keterkaitan
bersuci dengan debu.
Jumhur ulama memperkuat pendapat
mereka dengan hadis sahih:
جعلت لي الأرض مسجدا وطهورا ما لم يجد الماء
Tanah ini diciptakan untukku sebagai masjid dan penyuci
selama seseorang tidak menemukan air’.
Hadis ini masih mengandung dua pemahaman. Sebab sabda Nabi
“selama seseorang tidak mendapatkan air” bisa dipahami “ jika ia telah
mendapatkan air, maka tayammum itu putus dan hilang”. Hadis terkuat yang
menjadi landasan jumhur adalah:
اذا وجدت
الماء فأمسه جلدك
Jika kamu telah mendapatkan air,
maka sentuhkanlah kulitmu dengan air itu.
Bentuk “ perintah” (amr) dalam
hadis, menurut mayoritas ulama ushul fiqh mangandung maksud “segera” (al-faur).
Syafi’i memberi kontribusi
pemahaman dengan menyatakan bahwa” didapatkannya air dapat menghilangkan cara
bersuci model tayammum, sebab tayammum tidak dapat menghilangkan hadas”.
Maksudnya, orang yang telah bertayammum bukan berarti ia telah menghilangkan
hadas. Pada masalah yang kedua ini penulis lebih condong untuk mengikuti
pendapat Imam Syafi’i bahwa tayammum tidak mengangkat hadas tetapi hanya
sekedar membolehkan seseorang untuk melakukan ibadah, seperti shalat, thawaf,
dan membaca al-Qur’an bagi orang yang junub.
H. Tayammum di Atas Pesawat
Bila kita memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam
madhhab Syafi’i yakni bertayammum dengan menggunakan tanah, maka menurut
madhhab ini tayammum yang dilakukan di pesawat terbang dengan menggunakan kursi
sebagai alatnya dianggap tidak sah.
Dengan demikian orang yang berada
dipesawat menurut Madhhab Syafi’i dihukumi sebagai orang yang kehilangan dua
alat untuk bersuci (faqid al-tahurain). dalam hal ini ia tetap diwajibkan untuk
mengerjakan shalat demi menghormati waktu. Imam Baijuri berkata:
على فاقد
الطهورين وهما الماء و التراب أن يصلي الفرض لحرمة الوقت ويعيده إذا وجد أحدهما
Bagi orang yang tidak mendapatkan
air dan tanah, maka ia harus melaksanakan shalat fardhu, demi menghormati waktu
dan kemudian mengulanginya kembali jika telah mendapatkan salah satu dari
keduanya.
Pendapat di atas, juga merupakan
hasil keputusan muktamar Nahdatul Ulama di Yogyakarta pada tanggal 25-28. Dalam
keputusan tersebut disebutkan bahwa tayammum di pesawat dengan menggunakan
kursi sebagai alatnya tidak sah. Sedangkan shalatnya dilakukan semata-mata
hanya untuk menghormati waktu yang ada.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan makalah di atas penulis dapat menyimpulkan
beberapa poin di antaranya:
1. Tayammum merupakan salah satu rukhsah yang Allah
anugerahkan kepada umat Islam sebagai pengganti dari air.
2. Seseorang dibolehkan melakukan tayammum apabila telah
mendapatkan salah satu sebab yang sudah disebutkan sebelumnya.
3. Ulama sepakat bahwa tayammum dengan menggunakan tanah
murni dibolehkan sedangkan tayammum dengan menggunakan benda selain tanah masih
menjadi perdebatan di antara mereka dan masing-masing mempunyai argumentasi
yang kuat.
4. Tayammum di atas pesawat kalau menurut maddhab Syafi’i tidak
dibenarkan karena tidak menggunakan tanah.
Sumber : http://penamaskediri.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.