Ulama berbeda pendapat tentang hukum membaca do’a oleh khotib pada
khutbah kedua ketika khutbah Jum’at. Sebagian ulama berpendapat hukumnya wajib
dibaca karena termasuk rukun khutbah, sebagian ulama berpendapat sunah, dan
tidak wajib dibaca.
- Alasan yang berpendapat wajib
Adapun yang berpendapat bahwa membaca do’a oleh khotib
pada khutbah kedua ketika khutbah Jum’at termasuk rukun yang wajib
dibaca pada khutbah shalat Jum’at diantaranya adalah Imam Syafi’i
dan Imam Malik sebagaimana dijelaskan di dalam Kitab Al-Mijanul Kubro oleh
Abdul Wahhab Asysya’rani Juz 1 hal : 206. Penerbit Darul Hikmah Jakarta sebagai
berikut :
Artinya : Dan dari yang demikian itu pendapat ImamSyafi’i
dan Imam Malik di dalam dua riwayatnya yang paling sohih, bahwasanya khotib
mesti mendatangkan di dalam khutbahnya dengan apa yang dinamakan khutbah
menurut kebiasaan (adat) yaitu khutbah yang meliputi lima rukun khutbah. Yaitu
1. Membaca Hamdalah 2. Bershalawat kepada Rasulullah 3. Berwasiat Taqwa 4.
Membaca beberapa ayat Al-Qur’an yang dipahami 5. Berdo’a untuk kaum muslimin
dan muslimat.
Sayyid Albakri bin sayid Muhammad Syatho Dimyati di dalam
Kitab I’anatutthalibin , Fasal Shalat Jum’at hal 66. Penerbit Daru Ihya Kutubil
Arabiyah Indonesia menjelaskan sebagai nerikut :
Artinya : Syarat rukun khutbah yang kelima adalah khatib
berdo’a ukhrawi untuk kaum mukminin. (Perkataan mushannif didalam kitab Fathul
Mu’in, Syarat rukun khutbah yang kelima adalah berdo’a ukhrawi untuk kaum
mukminin), maka tidak cukup khatib hanya
membaca do’a duniawi sekalipun ia tidak
hapal do’a ukhrawi.
Do’a sah sebagai rukun khutbah meskipun hanya membaca
Rahimakumullah (semoga Allah merahmati kalian) atau Allahumma ajirna minan nar
(Ya Allah selamatkan kami dari api neraka) jika dimaksudkan dengan kata “kami”
disini adalah sekalian hadirin shalat Jum’at. Menurut Ashabus
Syafi’iyah sunah hukumnya mendo’akan para pemimpin dari kalangan sahabat nabi,
begitu juga sunah mendo’akan kemaslahatan, kemenangan dan keadilan untuk para
pemimpin dan angkatan bersenjata kaum muslimin.
Imam Abu Thalib dan Imam yahya juga berpandapat do’a pada
khutbah shalat Jum’at termasuk rukun yang wajib dibaca berdasarkan
kepada hadist
عن سمرة بن جندب أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - كان يستغفر للمؤمنين
والمؤمنات والمسلمين المسلمات كل جمعة رواه البزار والطبراني في الكبير
Artinya : Dari Samurah bin Jundub, bahwasanya Rasulullah
saw mendo’akan orang mukmin dan mukminat dan muslimin muslimat pada setiap hari
Jum’at. Hadits riwayat Imam Bajjar dan Imam Thabrani di dalam kitab Al-Kabir.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bajjar dengan sanad
layyin yang berarti dhaif. Kedhaifan hadits tersebut karena di dalam sanad yang
diriwayatkan oleh Imam Bajjar terdapat Yusuf bin Kholid Al-Busti
yang oleh para ulama hadits dinyatakan sebagai rawi yang
dhaif. Meskipun hadits tersebut dhaif tetapi menjadi dalil disyariatkanya
membaca do’a pada khutbah kedua shalat Jum’at karena dikuatkan dengan amalan
para salaf dan kholaf yang membaca do’a tersebut dalam khutbah jum’atnya. Yang
dimaksud dengan salaf adalah para sahabat nabi dan kholaf adalah tabiin dan
tabiit tabiin. (lihat di dalam Kitab I’anatutthalibin , Fasal Shalat Jum’at hal
67). Imam Ahmad bin Hambal mengatakan : “hadis
dhaif lebih aku sukai daripada pendapat pribadi seseorang”.
- Alasan yang berpendapat sunah dan tidak wajib dibaca.
Adapun yang berpendapat bahwa membaca do’a oleh khotib
pada khutbah kedua ketika khutbah Jum’at adalah sunah dan tidak wajib sebagaimana
disebutkan didalam Kitab Subulus Salam Imam Muhammad bin Ismail As-Shon’ani,
Bab shalat Jum’at hal. : 57 Juz Penerbit Maktabah Dahlan Bandung Indonesia,
sebagai berikut :
Dalam menetapkan rukun khutbah Ulama berbeda pendapat. Pendapat
Imam Syafi’i dan Imam malik di dalam riwayatnya yang paling rajih bahwa khatib
di dalam khutbahnya mesti melaksanakan 5 rukun yaitu ;
a.
Memuji
kepada Allah (Dengan membaca kalimat ‘al-hamdulillah’ atau semisalnya, dalam
setiap khutbah pertama dan kedua.
b.
Membaca
shalawat untuk Nabi Muhammad saw dalam setiap khutbah,
c.
Berwasiat untuk melakukan ketakwaan dalam
setiap khutbah (pesannya : “ittaqullah, atau athi’ullah, atau ushikum
bitaqwallah, dan atau semisalnya”)
d.
Membaca satu atau sebagian ayat al-Qur`an.
e.
Doa untuk
kebaikan dan ampunan bagi orang-orang beriman pada khutbah kedua.
Sedangkan Imam Hanafi dan Imam Maliki di dalam
salah satu riwayatnya yang lain berpendapat bahwa rukun khutbah hanya satu hal,
yaitu dzikir secara mutlak, baik panjang maupun pendek.
Menurut Mazhab hanafi ini bahkan bacaan tahmid,
atau tasbih, atau tahlil saja sudah cukup untuk
menggugurkan kewajiban khutbah.
Mazhab Hambali, memiliki rukun khutbah
yang sama dengan mazhab syafi’i, hanya tidak menyertakan rukun kelima,
yakni : Doa untuk kebaikan dan ampunan bagi orang-orang beriman pada khutbah
kedua
Kesimpulan :
- Masalah hukum membaca do’a oleh khotib pada khutbah kedua ketika khutbah Jum’at adalah masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) dikalangan para ulama yang seyogyanya tidak perlu diperdebatkan / diperselisihkan. Bagi khotib dipersilahkan untuk mengikuti pendapat imam mazhab yang diyakininya.
- Bagi pengikut Mazhab Imam Syafi’i, khotib harus membaca do’a untuk kaum mukminin dan mukminat pada khutbah kedua ketika khutbah Jum’at karena do’a pada khutbah shalat Jum’at termasuk rukun yang wajib dibaca . Do,a tersebut harus berisi permohonan ampunan dan kebaikan di akhirat (do’a ukhrawi) disamping juga sebaiknya khotib membaca do’a untuk kemaslahatan kaum mukminin di dunia (do’a duniawi). Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 201:
Artinya : Dan di antara mereka ada orang yang bendoa:
"Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah Kami dari siksa neraka.
3. Redaksi do’a pada khutbah kedua shalat Jum’at tidak
ditentukan secara pasti oleh nash maupun oleh perkataan para ulama,
namun sebaiknya khotib selain membaca do’a untuk kemaslahatan kaum
mukminin di Dunia juga membaca do’a ampunan untuk kaum mukminin di Akhirat
dengan lafadz Allahummag fir lil mukminina wal mu’minat wal
muslimina wal muslimat atau yang semisalnya karena berdasarkan
hadits yang diterima dari Samurah bin Jundub yang diriwayatkan oleh Imam
Bajjar seperti tersebut di atas. Wallahu a’lam bisshawab.
* Penulis : Ma’arif Fuadi
Yang tidak mau begitu berarti dia adalah: Wahabi yang Anak Emas Yahudi
BalasHapus