1. Shalatnya
dilaksanakan ketika telah sampai tujuan
Berdasarkan
keterangan di dalam kitab Fathul Muin hal 118 yaitu pada pasal yang menjelaskan
tentang mengetahui masuk waktu shalat.
واعلم ان الصلاة تجب باول القت وجوبا موسعا فله
التاخير من اوله الى وقت يسعها بشرط ان يعزم على فعلها فيه ولو ادرك فى الوقت لا
دونها فالكل اداء والا فقضاء وياثم باخراج بعضها من الوقت وان ادرك ركعة
Artinya : Ketahuilah
bahwa shalat wajib dikerjakan pada awal waktunya sebagai kewajiban yang waktu
pelaksanaannya luas. Orang boleh menundanya sampai pada waktu yang
diperkirakaan masih cukup untuk shalat dengan syarat berazam (bermaksud) untuk
mengerjakannya sejak awal. Bila seseorang masih mendapatkan waktu shalat untuk
satu rakaat saja maka shalatnya dianggap shalat adaa, jika tidak mendapatkan
maka shalatnya dianggap qadla. Melakukan separuh shalat diluar waktu berdosa
sekalipun masih ada satu rakaat yang dilakukan pada waktunya.
2. Dibolehkan
menjamak shalatnya.
Hal ini sesuai dengan yang termaktub dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin halaman 77 pada bab yang
menjelaskan shalat tentang Shalat Musafir, yaitu :
لنا قول بجواز الجمع فى السفر القصير اختاره
البندنيجى وظاهر الحديث جوازه ولو فى الحضر للحاجة وان لم يكن (فائدة)
خوف ولا مطر ولا مرض
وبه قال ابن منذر.
Artinya : (Faidah) kami mempunyai pendapat yang
membolehkan jamak bagi seseorang yang tengah menempuh perjalanan pendek yang
telah dipilih oleh Syekh Albandaniji dan Dhahir hadits membolehkannya, walaupun
dilakukan okeh orang yang hadir (bukan musafir) karena ada hajat. Meskipun
bukan dalam kondisi terganggunya keamanan, hujan lebat, dan sakit. Ibnul
Munzir pun memegang pendapat ini. Adapun yang dimaksud dhahir hadits dalam
‘ibarat tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam muslim seperti
tersebut di bawah ini.
عن ابن عباس ، قال : " صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم الظهر والعصر جميعا بالمدينة في غير خوف ولا سفر قال ابو الزبير فسالت سعيدا : لم فعل ذلك ؟ فقال : سالت ابن عباس كما سالتني فقال: أراد أن لا يحرج احدا من أمته. رواه مسلم
عن ابن عباس ، قال : " صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم الظهر والعصر جميعا بالمدينة في غير خوف ولا سفر قال ابو الزبير فسالت سعيدا : لم فعل ذلك ؟ فقال : سالت ابن عباس كما سالتني فقال: أراد أن لا يحرج احدا من أمته. رواه مسلم
Artinya : Dari Ibnu Abbas berkata ia, “Rasulullah
saw menjama shalat Dhuhur dan Ashar di Madinah bukan karena takut dan bukan
karena safar. Berkata Zubair, “maka aku bertanya kepada Said, mengapa
Rasulullah melakukan yang demikian itu, Said Menjawab “ Aku telah bertanya
kepada Ibnu Abbas sebagaimana apa yang kamu tanyakan kepadaku.” Ibnu Abbas
mengatakan” Rasulullah menginginkan supaya tidak memberatkan seorangpun dari
umatnya. (Hadits riwayat Imam Muslim. Hadits nomor 1147 kitab : shalat musafir
dan penjelasan tentang shalat Qashar) .
3. Shalat lihurmatil wakti di kendaraan.
فصلاة الفريضة لا تجوز على
الراحلة في الأصل، لكن قد يعرض لها من الأحوال ما يجوزها.
منها ما ذكره النووي في المجموع
وشرح مسلم قال: ولو حضرت الصلاة المكتوبة، وخاف لو نزل ليصليها على الأرض إلى القبلة
انقطاعاً عن رفقته أو خاف على نفسه أو ماله لم يجز ترك الصلاة وإخراجها عن وقتها، بل
يصليها على الدابة لحرمة الوقت، وتجب الإعادة لأنه عذر نادر. ا.هـ.
ونقل عن بعضهم أنه لا تجب
الإعادة، لأن فعل الفرض يطلب مرة واحدة، وهو الراجح، وإن كانت الإعادة أحوط
3. Tetap
melaksanakan shalat pada waktunya di atas kendaraan.
Orang yang terjebak dalam kemacetan harus tetap
melaksanakan shalat pada waktunya agar tidak keluar waktu shalat, akan tetapi
apakah ia melakukan shalat di dalam mobil atau di luar? jika ia mampu untuk
mengerjakan shalat yang diwajibkan di luar mobil dengan menghadap kiblat maka
inilah yang wajib ia kerjakan. Dan apabila ia tidak mampu dalam artian
kepadatan tersebut (antara kendaraan) menempel rapat (sampai-sampai) ia tidak
mampu untuk keluar dan tidak mendapatkan tempat untuk shalat, melakukan ruku’
atau sujud maka jawaban kami untuk keadaan seperti ini adalah, boleh baginya
melakukan shalat di atas kendaraannya yakni mobilnya dan disyaratkan baginya
menghadap kiblat ketika memulai takbir, kemudian (menyempurnakan) shalatnya
kemana pun arah kendaraannya. Maka ruku’nya dengan merunduk dan sujudnya lebih
rendah lagi, berdasarkan hadits Ya’la bin Murrah riwayat Al Imam Ahmad,
At-Tirmidzi dan yang lainnya, bahwa Ya’la pernah bersama Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam di tempat yang sempit lalu datanglah awan dan tanah pun basah,
kemudian tiba waktu shalat, lalu nabi memerintahkan muadzin untuk
mengumandangkan adzan, maka ia mengumandangkan adzan dan iqamah dan nabi pun
shalat di atas kendaraanya. Ya’la berkata: “Beliau (shalat dengan –ed)
merunduk dan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
ومنها ما ذكره النووي في شرح مسلم قال: فلو أمكنه
استقبال القبلة، والقيام والركوع والسجود على الدابة واقفة - يعني غير سائرة - عليها
هودج، أو نحوه جازت الفريضة على الصحيح من مذهبنا، فإن كانت سائرة لم تصح على الصحيح
المنصوص للشافعي. ا.هـ.
وهذا الذي نرجحه، لأن الدابة المستقرة التي عليها ركاب
يمكن الركوع والسجود عليه تشبه الصلاة على الأرض. أما المتحركة فليست مستقرة